Amsal 12:25 (TB) “Kekuatiran dalam hati membungkukkan orang, tetapi perkataan yang baik menggembirakan dia.”
Pernah mendengar istilah psikosomatis? Psikosomatis adalah penyakit atau keluhan fisik yang timbul karena masalah psikologis, misalnya takut, cemas, kuatir, dan stress. Mungkin beberapa di antara kita ada yang sering mengalaminya. Misalkan, sesaat sebelum presentasi, kita tiba-tiba sakit perut, keringat dingin, atau mual-mual. Bisa jadi itu adalah gejala psikosomatis. Psikosomatis yang pasti bukan suatu hal yang menyenangkan, malah membuat kita rugi.
Kita seringkali dikejutkan dengan berita-berita bahwa ada banyak sekali orang-orang yang mengakhiri hidupnya sendiri. Mereka memutuskan untuk mengakhiri hidupnya lantaran merasa tidak sanggup menghadapi hari-hari depan yang sudah bisa dipastikan akan penuh dengan masalah. Kalau satu masalah saja sudah cukup membuat kita tidak nyaman, apalagi sambil memikirkan apa yang akan harus kita hadapi selanjutnya. Tak heran Yesus berkata di Matius 6:27, “Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?”
Sesungguhnya jika kita memikirkan masalah-masalah di depan, yang ada justru kita akan merasa semakin tertekan ketika kita merasa kuatir, takut, dan cemas. Yesus berkata bahwa kekuatiran itu tidak akan menambah umurmu, sehasta saja pun tidak.
Masalahnya, penderitaan dan masalah tidak akan pernah habis dalam hidup kita. Bagaimana tugas nanti? Bagaimana ujian nanti? Bagaimana ujian masuk PTN nanti? Bagaimana kuliah nanti? Bagaimana skripsi nanti? Bagaimana pacar? Kerja? Menikah? Anak? Pensiun? Dan seterusnya.
Kekuatiran itu memang benar-benar dapat membungkukkan orang seperti yang dikatakan pengamsal. Membuat hidup yang sudah susah jadi tambah susah. Siapa di dunia ini yang tidak pernah punya masalah? Kenyataannya di sepanjang hidup kita, kita akan terus menemui yang namanya masalah. Entah itu bagi si miskin, si kaya, si kuper, si supel, dan sebagainya.
Tentu wajar, jika kita sebagai manusia yang normal dapat merasakan kekuatiran. Namun, hal itu tidak ada gunanya bagi kita walaupun kita tidak dapat menghilangkan rasa kekuatiran. Lalu apa yang harus kita perbuat? Sebuah buku berjudul Tinggal Dalam Hadirat-Mu yang ditulis oleh Pdt. Yohan Candawasa berkata seperti ini,
“Ketika badai persoalan menghantam hidup kita, sangatlah alamiah jika kita menginginkan hal itu cepat berlalu. Kita beranggapan bahwa dengan berlalunya badai, maka ketakutan dan kekuatiran kita juga akan berlalu. Tetapi realitanya tidaklah demikian. Setelah badai itu pergi, ternyata akan datang persoalan lainnya. Oleh sebab itu hal yang paling utama yang kita butuhkan untuk kedamaian hidup kita bukanlah tiadanya badai (jelas tidak masuk akal, tanda orang hidup adalah masalah) melainkan Yesus Kristus sendiri. Ia lah damai sejahtera kita. Janjinya kepada kita bukanlah hidup tanpa badai tetapi kehadiran-Nya bersama kita di dalam badai. Damai yang sejati tidak kita temukan dalam situasi dan kondisi melainkan dalam satu pribadi yaitu Yesus Kristus. Semakin kita dapat menyerahkan apa yang mengganggu kita kepadanya, semakin kita akan mengalami damai-Nya.”
Lagi-lagi pengamsal dengan tepat melanjutkan pemikirannya yang sangat masuk akal itu, “perkataan yang baik menggembirakan orang”. Perkataan baik itu disampaikan melalui Yesus kepada kita yang seringkali merasa “bungkuk”.
Salah satu perkataan baik dari Yesus adalah di Matius 6:25-34. Percayakah kamu bahwa kehadiran Tuhan saja cukup bagi kita? Seorang ibu pernah bercerita tentang anaknya. Dia bercerita bahwa anaknya yang masih SD pernah merasa sangat kuatir dalam hidupnya. Anaknya sampai-sampai pernah bertanya pada ibunya, “Ma, apakah besok adek bisa makan? Ma, apakah besok ada baju yang adek bisa pakai?”
Kedengarannya konyol, tentu saja ibunya pasti sudah menyiapkan kebutuhan sehari-hari anaknya. Namun, ini adalah gambaran diri kita yang sesungguhnya di hadapan Allah. Kita kuatir dengan hal-hal yang sebenarnya tidak perlu dikuatirkan. Kita bahkan mencurahkan rasa kekuatiran kita kepada Sang Penyedia segala kebutuhan kita.
Ketika kita merasa kuatir, bukankah Tuhan tahu apa yang kita kuatirkan? Tuhan kita maha tahu, Dia bagaikan orangtua yang sudah mengetahui kebutuhan anak-anakNya dan sudah menyiapkan segalanya. Walaupun terkadang kita sendiri bahkan tidak tahu apa yang sebenarnya kita butuhkan. Kita merasa bahwa kita membutuhkan ini, tapi Tuhan menjawab tidak. Kita merasa bahwa kita membutuhkan itu, tapi Tuhan menjawab belum. Semua itu Dia lakukan karena Dia tahu apa kebutuhan kita yang sesungguhnya.
Jikalau ada seseorang yang berkata kepada kita bahwa presiden akan datang ke rumah kita untuk memberi hadiah, kita pasti tidak akan percaya. Namun, Yesus berkata sendiri bahwa dia yang akan membawa hadiah itu bagi kita.
Matius 6:32b (TB) “Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu.”
Tuhan sendiri yang akan menyediakan segala yang kita butuhkan. Kalau bunga yang tidak berusaha apa-apa, burung yang hidupnya bebas tanpa aturan, rumput di padang yang tidak berarti dan diinjak-injak orang saja Tuhan pelihara, bukankah seharusnya terlebih lagi kita? Kita adalah ciptaan Tuhan yang paling mulia.
Hidup ini memang selalu penuh dengan masalah. Matius 6:34 “Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.” Sehingga, percuma saja jika kita merasa kuatir akan hari esok yang memang sudah pasti akan ada masalah baru yang kita hadapi.
Kehadiran Yesus menjadi yang terpenting di dalam hidup ini. Matius 6:33 “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” Sehingga seharusnya kehendak-Nya menjadi yang utama dalam hidup kita.
Kekuatiran itu “membungkukkan” kita. Namun, ada satu perkataan terbaik yang menggembirakan, yaitu Yesus telah datang ke dunia ini untuk membawa kedamaian bagi hati kita yang tidak bisa beristirahat karena kekuatiran. Jikalau saat ini engkau sedang merasa kuatir akan masa depanmu, ingatlah bahwa Yesus memberikan jaminan bahwa apa yang terpenting bagi kita, yaitu kehadiran-Nya, akan selalu bersama kita sepanjang hidup ini.
Worry: Glancing at God while gazing at circumstances
Trust: Glancing at circumstances while gazing at God.
– Matt Smethurst
Leave a Reply