Bertahan Teguh dan Setia

Teman-teman, pernahkah kamu menonton atau membaca cerita tentang seorang protagonis yang baik hati namun selalu dilanda kesusahan oleh karena kebaikan hatinya? Sedangkan antagonis yang berbuat jahat justru selalu dipermudah dan mendapatkan keuntungan karena kejahatannya. Saya yakin ada begitu banyak cerita yang bisa kita sebutkan yang memiliki cerita demikian. Sebab, memang demikianlah sistem dunia ini. Sesuatu dapat dengan instan lebih mudah didapatkan jika kita berani berbuat curang. Ibarat sebuah game, jika kita tidak menggunakan cheat mungkin memainkannya akan terasa lebih sulit. Sistem dunia tersebut juga menjadi suatu permasalahan pada kitab Maleakhi 3:13-18. Perikop ini dibagi menjadi 2 bagian.

Bagian yang pertama (ay.13-15) berfokus kepada orang-orang Israel yang tidak percaya atau skeptis. Pembukaan dari bagian ini tentu tidak terdengar menyenangkan, “Bicaramu kurang ajar…”, kata Tuhan. Apa yang menyebabkan Tuhan begitu marah? Tentu karena adanya sebagian orang Israel yang berpikir bahwa mengikuti Tuhan merupakan hal yang sia-sia. Apakah mereka mengenal Tuhan? Jawabannya tentu ya (ay.14). Mereka mengenal Tuhan dan bahkan melayani Tuhan seperti kita yang giat di gereja, persekutuan sekolah/kampus/kantor, dan sebagainya. Mereka giat melakukan hukum-hukum Taurat. Namun apa yang terjadi sehingga mereka meragukan Tuhan?

Saya tidak tahu dengan pasti, tetapi yang jelas kehidupan mereka juga tidak lekang oleh penderitaan yang menggoyangkan iman mereka. Entah mungkin karena harus hidup sebagai orang-orang buangan, mengalami trauma masa lalu yang masih menghantui, sakit penyakit, penjajahan kerajaan Persia, dan lain-lain. Sama seperti kondisi kita yang mungkin mengalami penderitaan dalam konteks zaman kita sendiri, pandemic, penyakit, kehilangan orang yang dikasihi, masa depan yang tidak pasti, kesepian, dan sebagainya. Kehidupan setiap manusia tentu seperti berjalan di padang gurun yang terik dan kering. Di satu sisi (ay.15) ada orang-orang fasik yang hidupnya kelihatan bahagia dan seolah aman-aman saja walaupun memberontak kepada Tuhan. Ini tidak mudah sehingga begitu perkataan “Tuhan tidak adil.”, “Apa Tuhan benar-benar nyata?”, “Mengapa mereka yang menyakiti saya dan tidak mempercayai-Mu malah lebih baik hidupnya?” menjadi begitu mudah untuk diucapkan. Sebagai seorang Kristen dan pelayan Tuhan pun saya menyadari bahwa hidup ini memang tidaklah mudah, terkadang saya juga berpikir apakah saya sudah salah mengambil jalan untuk melayani Tuhan? Saya sendiri masih belum mempunyai jawaban akan pertanyaan ini dan setiap orang akan memiliki jawaban yang berbeda-beda. Lalu apa yang harus kita lakukan? Mari kita membaca lebih lanjut bagian yang kedua.

Pada bagian yang kedua (ay.16-18), kita akan mengetahui bahwa masih ada orang-orang Israel yang percaya kepada Tuhan. Mereka berbicara di dalam komunitas yang membangun, mereka takut akan Tuhan dan menghormati nama Tuhan (ay.16) dan Tuhan sendiri yang mengakui mereka. Tuhan bahkan berjanji untuk menjadikan mereka sebagai milik-Nya dan mengasihani mereka (ay.17). Bahkan tertulis bahwa ada sebuah kitab ditulis di hadapan Tuhan bagi orang-orang ini. Dalam budaya kerajaan Persia, mereka yang berbuat kebaikan kepada raja akan dicatatkan kisahnya dalam buku seperti kisah Raja Ahasyweros dan Mordekhai dalam kitab Ester. Begitulah Tuhan berfirman melalui nabi Maleakhi, bahwa mereka yang takut akan Tuhan akan dicatat dalam kitab kehidupan, Tuhan tidak melupakan umat-Nya yang bertahan di tengah penderitaan.

Perikop ini ditutup dengan sebuah janji penghakiman, bahwa pada akhirnya akan terlihat perbedaan orang yang takut akan Tuhan dan orang fasik. Tuhan berjanji bahwa Ia akan datang sebagai hakim di dalam kekekalan dan menegakkan keadilan. Kita sebagai umat yang percaya adalah umat kepunyaan Allah (1 Petrus 2:9), bahkan di dalam situasi terburuk yang kita hadapi, kita seharusnya dapat meyakini bahwa Tuhan mengingat siapa kita dan janji-Nya menyertai kita.

Penutup

Saya teringat dengan berita buruk yang melanda Kekristenan hari ini, yaitu kasus skandal Ravi Zacharias, seorang apologist Kristen terkenal dan menjadi panutan banyak orang yang ternyata baru diketahui setelah kematiannya bahwa dia terlibat begitu banyak kasus kekerasan seksual dengan wanita-wanita yang dibantunya secara finansial. Satu hal yang bisa dipelajari dari kasus ini mengingatkan kita bahwa pada akhirnya pelayanan kita bukanlah mengenai reputasi atau kenyamanan diri kita sendiri, tetapi mengenai hubungan pribadi kita dengan Allah. Kiranya di dalam kehidupan kita di tengah padang gurun ini, kita dapat tetap bertahan teguh dan setia.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *