From Zero to Hero

Insecure, rasanya ini merupakan kata yang populer di masa sekarang. Social media membuat kita menjadi sangat mudah melihat “kesuksesan” dan membanding-bandingkannya dengan diri sendiri. Saya harus mengakui bahwa saya pun kadang memiliki perasaan insecure, khususnya ketika melihat postingan teman-teman yang seolah memiliki hidup lebih baik dari saya. Hal ini tentu membuat saya menjadi tidak percaya diri.

Seorang tokoh dalam Alkitab juga mengalami apa yang kita sebut sebagai insecure. Mari kita baca kisahnya di Hakim-Hakim 6:11-19.

Namanya Gideon, dia adalah seorang yang sangat insecure. Bahkan sewaktu malaikat Tuhan datang dan memanggil dia “pahlawan yang gagah berani”, dia malah merespon dengan sangat pesimis, “Yah, aku mah cuma apa sih, sukuku yang paling kecil. Aku paling muda lagi di keluarga, anak bontot doank. Yang bener aja aku dipanggil buat berperang menyelamatkan bangsaku.”

Mari kita membayangkan, seandainya ada seseorang yang datang ke rumah kita dan memanggil kita, “Hai kamu, presiden Indonesia yang terhormat.” Mungkin kita akan tertawa. Yang benar saja, saya kan hanya anak SMA / anak kuliah / pegawai kantoran biasa. Kira-kira itu mungkin yang dirasakan oleh Gideon.

Bangsa Israel pada waktu itu ditindas oleh bangsa-bangsa besar, yaitu bangsa Midian, Amalek, dan orang-orang lainnya dari arah Timur, selama 7 tahun hidup mereka harus menderita. Harta mereka dirampas, makanan mereka diambil, ternak juga semuanya direbut. Sampai-sampai Gideon saja harus mengirik gandum di tempat pemerasan anggur. Tahukah kamu tempat mengirik gandum itu harus di tempat yang terbuka dan berangin supaya kulit gandumnya dapat tertiup dan lepas sehingga menjadi beras yang biasa kita masak menjadi nasi. Sedangkan, tempat pemerasan anggur sebenarnya tidak ideal untuk mengirik gandum. Tempatnya seperti lubang sumur, sempit dan masuk ke dalam. Hal ini membuktikan bahwa Gideon sebenarnya sangat takut dengan orang-orang Midian, sehingga dia mau mengirik gandum di tempat yang sulit dan tidak biasa.

Selain penakut, Gideon ini juga adalah orang yang mungkin kita akan hakimi sebagai orang yang tidak pantas menjadi pahlawan, tidak pantas dipakai Tuhan, dan mungkin reaksi Gideon ketika bertemu malaikat Tuhan menjadi sangat masuk akal bagi kita. Mengapa demikian?

Pertama, Gideon merupakan anak Yoas yang adalah seorang imam kuil berhala.

Kedua, Gideon juga adalah seorang peragu, lihat saja kata-katanya kepada malaikat Tuhan, “Tuhan sudah membuang bangsa kami, padahal katanya dulu Tuhan itu membuat mujizat-mujizat hingga bangsa kami bisa keluar dari Mesir. Namun, sekarang kami nyatanya ditindas orang Midian, dan Tuhan tidak berbuat apa-apa.” Bahkan keraguan Gideon tidak hanya pada saat itu, dia sudah diberikan berbagai macam tanda yang ajaib seperti persembahan yang tiba-tiba saja terbakar api walaupun tidak ada pemantiknya, dan dia masih meminta tanda yang tidak masuk akal lagi kepada Tuhan yaitu supaya guntingan bulu domba yang dia taruh dapat menjadi basah, sedangkan sekelilingnya tetap kering. Tentu saja tidak ada yang mustahil bagi Tuhan, namun nyatanya dia masih saja meminta lagi supaya yang terjadi esok hari adalah kebalikannya.

Namun, Gideon dan juga kita adalah manusia-manusia yang terbatas, kita menilai dengan kemampuan kita sebagai manusia yang terbatas. Sedangkan Tuhan seringkali memakai orang-orang yang terbatas seperti itu. Tuhan tidak pernah memilih orang-orang yang superpower, yang perfect di dalam segala hal. Mari kita lihat kisah-kisah di Alkitab, Tuhan memakai Abraham dan Sara yang sudah tua dan mandul, Tuhan memakai Musa yang gagap, Tuhan memakai Yakub yang penipu, Tuhan memakai Yusuf yang seorang budak dan napi, Tuhan memakai Daud yang cuma gembala domba dan juga anak bontot yang tidak masuk hitungan ayahnya sendiri. Tuhan memakai Petrus dan kawan-kawan yang cuma nelayan, bahkan ada juga yang pemungut cukai dan sering dijauhi orang karena suka memeras pajak orang lain, dan sampai akhirnya Tuhan sendiri yang datang sebagai anak tukang kayu, lahir di kandang domba, untuk menyelamatkan kita semua.

Ada banyak alasan bagi tokoh-tokoh Alkitab tersebut, dan juga bagi Tuhan Yesus sendiri untuk berkata “Aku tidak PD, aku tidak pantas, aku tidak layak.” Namun, apakah mereka pada akhirnya menyerah dan tidak taat? Tidak, mereka semua taat.

Kenyataannya, ketika kita melihat diri kita yang penuh kekurangan, Tuhan melihat jauh lebih dalam di balik semua kekurangan kita. Tuhan melihat kita sebagai seorang anak yang Dia cintai dan kasihi. Kita berharga di mata Tuhan, sekalipun kita memiliki banyak keterbatasan dan kekurangan.

Apakah kita tidak PD dengan penampilan kita? Tidak PD dengan kemampuan akademik? Tidak PD dengan apa yang kita miliki? Tidak PD karena follower kita hanya sedikit atau yang menyukai post IG kita hanya sedikit? Tidak PD karena keluarga yang tidak sebaik orang lain? Ini mungkin saatnya iman kita dilatih seperti Tuhan melatih iman Gideon yang merasa dirinya hanya ZERO sehingga dapat menjadi seorang HERO.

Bagaimana caranya kita melatih iman kita? Jawabannya adalah taat. Seperti Gideon yang disuruh mempersembahkan daging dan roti (20). Padahal jika dipikir-pikir, malaikat itu hanyalah seorang asing bagi Gideon. Jika kita mau hitung-hitungan, apalagi makanan disana langka karena sering dirampas orang-orang Midian. Tetapi Gideon tetap taat mempersembahkan daging dan roti tersebut.

Cerita ketaatan Gideon berlanjut ketika dia diminta untuk menghancurkan mezbah Baal kepunyaan ayahnya. Gideon benar-benar menghancurkan tiang-tiang berhala tersebut (25) hingga akhirnya seluruh kota marah dan mau membunuh Gideon karena perbuatannya itu (30). Takut? Pasti (27). Gideon tahu resikonya, namun dia tetap taat. Begitu juga ketika Gideon disuruh memimpin perang dengan orang-orang yang selama ini menindas mereka (34). Takut? Jelas. Apalagi Gideon disuruh berperang hanya dengan 300 orang pasukan, di saat sebenarnya ada 20 ribu pasukan yang siap untuk berperang. Namun, Tuhan hanya ingin memakai 300 orang dari 20 ribu tersebut. Gideon bisa saja tidak taat, toh jika dipikir-pikir dengan akal sehat, dengan 20 ribu orang pasti akan menang jika dengan 300 orang mempunyai kemungkinan yang lebih kecil untuk memenangkan perang. Sekali lagi kita melihat teladan ketaatan dari Gideon, seorang yang awalnya insecure dan memang tidak mempunyai apa-apa yang bisa dia banggakan. Walaupun ending hidup Gideon tidak sebaik permulaan kisahnya, tetapi surat Ibrani 11:31 mencatat dia sebagai salah satu pahlawan iman.

Bagaimana kita bisa taat melakukan kehendak Tuhan walaupun kita lemah dan tidak yakin dengan kemampuan kita? Kuncinya adalah dengan mengikuti pelatih kita. Pelatih kita bukan Gideon tentunya, Gideon hanya manusia lemah yang sama seperti kita.

Peran kita adalah seperti Gideon, kita boleh jujur jika kita takut, kita ragu, kita lemah dan mengakui memang kita tidak PD. It’s okay to be not okay. Namun, kita harus membawa semua itu kepada Tuhan dan mengimani bahwa Tuhan akan menuntun kita melewati setiap rencana dan kehendaknya dalam kehidupan kita. Ya, kita memang takut, kita memang sedih ketika kita dihina, dijauhi, atau gagal karena melakukan kehendak Tuhan. Mungkin kalau kita tidak berbuat curang di dalam usaha baik itu di sekolah atau di tempat kerja, kita akan mengalami kegagalan. Mungkin kita merasa penampilan kita tidak baik dan terpuruk karena kita sering diejek sehingga kita gagal melihat kasih Tuhan bagi kita. Namun, ikutilah Tuhan, sang pelatih iman kita. Pandanglah kepadanya, berlarilah dengan-Nya dalam melakukan kehendak-Nya.

Dia mengasihi kita dan menganggap kita berharga di mata-Nya.

 


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *