Tag: Slice of Life

  • Orang yang Hobi Ngomong “Kamu Pasti Bisa!”, Enaknya Diapain Yah?

    Orang yang Hobi Ngomong “Kamu Pasti Bisa!”, Enaknya Diapain Yah?

    Disclaimer: This is an opinion. You don’t have to agree with my opinion since every each of us have our own stand point in viewing something. You can contact me to give your thoughts or feedback. And we can still respect each other’s thoughts without trying to influence one another or force each other to change our stand point.


    “Tenang aja, kamu pasti bisa!”

    Perkataan-perkataan semacam ini seringkali keluar dari mulut orang-orang di sekitar saya. Bak Mama Laurent yang konon katanya bisa membaca masa depan, orang-orang tersebut sangat yakin dengan perkataannya seolah mereka sendiri sudah mengetahui apa yang akan terjadi. Padahal jangan-jangan mereka sendiri tidak terlalu dekat dengan si lawan bicara dan tidak mendalami masalah apa yang sebenarnya lawan bicaranya alami.

    Tentu saja, kadang mereka cuma asal bicara. Alasannya entah itu terlalu sayang (?) dengan lawan bicaranya sampai-sampai walaupun sesungguhnya mereka tidak yakin tapi yang penting pendengarnya happy mendengar perkataan mereka. Entah itu cuma basa-basi karena tidak enak jika berkata terlalu jujur dan dikira terlalu pesimistis. Entah karena ingin terlihat sebagai seorang motivator unggul yang di mana pun keberadaannya selalu bisa mengangkat suasana. Yang pasti orang-orang seperti ini adalah target utama buat di sleding kalau ternyata yang terjadi justru sebaliknya.

    Oleh karena itu, setelah dipikirkan dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, saya menghimbau setiap orang untuk menghentikan kebiasaan buruknya dalam asal berbicara bak motivator. Mengapa?

    Anda bukan Tuhan yang bisa menjamin semuanya bisa berjalan sesuai rencanamu

    Segala sesuatu dapat saja terjadi. Sepintar-pintarnya tupai meloncat, pasti akan jatuh juga. Setuju saudara-saudara? Coba bayangkan skenario dimana si Ucok yang terkenal sebagai juara kelas akan menghadapi ujian masuk universitas negeri favorit yang hanya dimasuki orang-orang ber-IQ 150 ke atas. Kemudian teman-temannya dengan yakin berkata kepada Ucok, “Tenang aja bro, lu pasti bisa! Lu kan pinter bro!” Di hari pelaksanaan ujian, ibu Ucok ternyata pingsan secara tiba-tiba dan Ucok harus mengantar ibunya ke rumah sakit. Akhirnya dia tidak bisa mengikuti ujian dan gagal masuk universitas. Betapa hancurnya hati Ucok. Siapa yang bisa disalahkan? Ibunya Ucok? Atau Tuhan yang membiarkan hal itu terjadi?

    Sebagai seorang yang beriman, maka saya akan berkata semua hal yang terjadi dan di luar kuasa kita tentunya berasal dari kuasa yang di atas. Maaf saja, bagi teman-teman Ucok yang begitu percaya diri seolah mereka mengerti pikiran dan rencana Tuhan dalam hidup Ucok. Beranikah mereka menyalahkan Tuhan yang tidak sejalan dengan perkataan mereka? Seolah mereka lah yang paling tahu apa yang terbaik untuk diri Ucok. Padahal mereka tidak tahu bagaimana masa depan Ucok. Mungkin universitas yang dipilih Ucok bukanlah universitas yang terbaik untuk dia masuki. Mungkin setelah gagal memasuki universitas tersebut, Ucok memasuki universitas lain dan menemukan jodohnya disana. Who knows?

    Anda harus bertanggungjawab atas perkataan Anda yang ternyata memberi harapan palsu, jika kenyataannya tidak seperti yang Anda katakan

    “Impianku terbangkanlah tinggi, tapi s’lalu pijakkan kaki di bumi.” Sepenggal lirik lagu Adera yang asal dicomot dan selalu saya jadikan lelucon ketika harapan saya tidak sesuai kenyataan. Bayangkan bagaimana perasaan Ucok yang gagal namun harapannya sudah terlanjur terbang tinggi karena teman-temannya meyakinkan Ucok seolah tidak ada pilihan lain selain lulus? Seperti dihempaskan ke bumi yang keras, men!

    Cerita pun berlanjut, Ucok yang galau dan kecewa berat kembali bertemu dengan teman-temannya. Hanya ada satu kata yang bisa didengar Ucok pada saat itu, “Sabar.” Apakah itu bisa mengobati sakit hati Ucok yang harapannya dihempaskan dari langit tinggi ke bumi yang keras? Tentu saja tidak! Lantas bagaimana teman-temannya bisa bertanggung jawab karena sudah menerbangkan harapan Ucok begitu tinggi? Hmm…

    Anda akan dikenal sebagai motivator gadungan, penipu ulung, dan PHP (Pemberi Harapan Palsu) sejati

    Oleh karena Anda memiliki hobi berbicara seperti motivator padahal Anda sebenarnya hanya asal bicara, bayangkan ada berapa Ucok di dalam hidup Anda yang kecewa karena perkataan Anda yang sebenarnya indah sesaat.

    “Teman palsu menusuk dirimu di belakang, teman sejati menusuk dirimu di depan.” – Anonim

    Pada akhirnya, Ucok akan mengerti bahwa sahabat sejatinya adalah mereka yang jujur sejak awal bahwa mereka tidak tahu apa yang akan terjadi pada masa depan Ucok. Namun, mereka dapat menjamin bahwa mereka tetap akan setia mendukung Ucok akan apapun yang ingin dia lakukan dan yang akan terjadi dalam hidupnya.


    Semoga kita semua tidak berakhir menjadi target sleding para Ucok yang kecewa dengan kita. Amin!

    Sumber gambar: Anime “Sakamoto desu ga?”

  • Bercanda

    Bercanda

    Setiap orang biasanya memiliki gaya bercanda sendiri. Ada yang suka membayangkan sesuatu yang konyol dan kemudian menceritakannya sebagai bahan canda. Ada yang sering menjadikan kelemahan fisik atau karakter seseorang sebagai bahan canda. Ada yang sering mengisengi orang, misalnya, dengan memperdaya atau melalui sentuhan fisik, dan lain sebagainya.

    Apapun gaya bercandanya, kebanyakan orang senang dengan yang namanya bercanda. Mengapa? Karena bercanda adalah sesuatu yang menyenangkan, menimbulkan gelak tawa, dan suatu proses untuk semakin mendekatkan diri dengan orang lain. Namun bercanda juga bisa menjadi suatu hal yang tidak menyenangkan dan merusak relasi jika hal itu dianggap keterlaluan oleh kaum yang biasa disebut “sensitif”.

    Mengapa setiap orang bisa memberikan reaksi yang berbeda-beda walaupun canda yang diberikan sama? Berdasarkan pengamatan dan perenungan dari apa yang saya dan beberapa orang di sekitar saya alami belakangan ini, saya menemukan bahwa pengenalan diri seseorang adalah faktor penting untuk memulai canda. Hal ini menjadi penting karena kita tidak tahu seberapa besar tingkat sensitivitas orang lain terhadap objek bercanda kita. Lalu, apa yang mempengaruhi tingkat sensitivitas yang berbeda-beda ini? Jawabannya bermacam-macam, ada yang karena pengaruh didikan keluarga, PMS (khusus wanita), mood, dan pengalaman pahit di masa lalu.

    Saya senang bercanda dengan seorang teman melalui omongan sarkasme tentang kelemahan yang dia miliki. Namun tentu saja, saya tidak dapat menerapkan gaya bercanda seperti ini kepada semua teman saya. Dimulai dari pengamatan ketika dia bercanda dengan teman-teman lainnya, berlanjut ke pembicaraan yang dangkal hingga dalam tentang kehidupannya di masa lalu dan kini. Semua hal itu membuat saya mengenal dan mengerti apa yang dapat membuatnya tersinggung dan tidak. Akan tetapi, saya juga pernah gagal dalam mengamati dan mengenali teman yang satu lagi. Saya pikir omongan saya tidak akan membuatnya tersinggung, nyatanya dia tersinggung dan marah. Ternyata setelah mengevaluasi diri, saya memang tidak terlalu mengenalnya.

    Ketika kita bercanda, kita pasti akan melontarkan canda yang jikalau itu dilontarkan kepada diri sendiri maka kita tidak akan marah. Akan tetapi kita harus mengerti bahwa tidak semua orang memiliki perasaan dan pengalaman seperti kita. Mungkin tidak masalah bagi kita jika seseorang bercanda kepada kita dengan mengatakan, “Bego banget sih lu!”. Namun, bagi orang lain, bisa jadi itu adalah penghinaan ketika dia tumbuh besar di keluarga yang orang tuanya tidak pernah memuji dirinya. Bahkan, kata-kata tersebut yang sering keluar dari mulut mereka.

    Ketika kita bercanda, kita juga mungkin tidak peka dengan masalah, pergumulan, atau masa lalu yang pernah dialami oleh teman kita. Sehingga kita tidak belajar memposisikan diri di tempatnya. Padahal kita mungkin juga akan marah jikalau kita menjadi dia.

    Bercanda harus didasari dengan kasih. Bercanda bukan untuk menyenangkan diri kita sendiri padahal ternyata tidak bagi orang lain. Sekali lagi, kita harus peka dengan kondisi orang lain dan belajar memahami kerapuhan orang lain. Serta, kita harus berbelas kasih melihat seseorang yang sebenarnya menderita karena masalah atau masa lalunya itu.

    Di satu sisi sebagai pihak yang sensitif, kita juga perlu belajar untuk terbuka mengatakan alasan bahwa kita tidak senang dengan canda yang dilontarkan oleh teman kita. Pasalnya teman-teman kita juga bukanlah orang-orang sempurna yang dapat selalu peka dan mengerti kondisi kita. Namun, kita juga perlu belajar menerima teman kita apa adanya. Dan, bijaklah untuk tidak menempatkan ego kita di atas segalanya sehingga kita menjadi orang yang mudah marah dan memusuhi teman kita yang sensitif.

    Terakhir, perlu kerendahan hati bagi kita, si tukang bercanda, untuk menerima kenyataan bahwa lelucon kita bisa jadi memang menyakitkan. Kerendahan hati juga diperlukan bagi kaum sensitif, inilah titik kelemahan kita. Jangan merasa stres seolah-olah kita adalah orang yang tidak dapat diajak bercanda. Setiap orang memiliki pemicu dan tingkat sensitivitas yang berbeda-beda.

    Alangkah indahnya apabila semua dari kita dapat menjadi rendah hati, baik bagi tukang bercanda maupun kaum sensitif untuk tidak saling menghakimi dan belajar saling memahami.

    Ah, saya pun juga harus banyak belajar…

  • The Lord is my …

    The Lord is my …

    A preacher once told me, “Psalm is an expression of the people who wrote it.”

    I think it’s true. Look at David who wrote about his desperation in need of God’s help when he was being chased by Saul in Adullam Cave. It was his experience and more importantly his relationship with God through his struggle that made him write the Psalm.

    The same way goes to Psalm 23. Maybe it’s the most famous and mainstream Psalm in our Bible. This Psalm was written when David was thinking about God and how he described Him as a living character that David knew the most. A shepherd. We all know, David was a shepherd before he became a king.

    So often we think about God when something happens in our life. When life goes right according to our will, we will see God as a kind father, a best friend, etc. Otherwise, we will see God as a cruel master, and so on.

    In a staff retreat of IFES (International Fellowship of Evangelical Students) Indonesia, I tried to rewrite this Psalm in my own version after I took some time to be alone with God.

    The Lord is my Painter
    I shall not disheartened

    He paints me in a big canvas
    He paints me according to His liking

    He is the One who gives colors
    He puts everything in the right composition
    For the sake of His art sense

    Even when some parts are abstract
    I’m not discouraged
    For You will finish what You have painted aesthetically
    Your brush and Your artistic hands reassure me

    You prepare a showcase of Your painting
    In plain sight of my enemies
    To show them the beauty of me
    In your hands

    Surely You are the original artist of all things
    And all things are made beautifully
    I will depend on Your hands forever

    I just got back from my vacation at Malang, Indonesia. It was really nice to be able to enjoy the sunrise at Bromo’s peak and sunset at South Malang Beach. The scenery was also amazing. To think that God is the One who created this beautiful world, makes me wonder how beautiful is His sense of art and what a great artist He is.

    As an artist (graphic designer to be exact), I often have to focus all my time just to think for inspiration. Inspiration is something you couldn’t get anytime you want to. A famous painter, Sir Joshua Reynold (1723-1792) once said, “Nothing comes from nothing – invention, strictly speaking, is little more than a new combination of those images which have been previously gathered and deposited in the memory.” Even the greatest artist in this world can’t make an original masterpiece. I’m glad I was created by The Greatest Original Artist of all things in this world. And guess what? He is still painting me until now!

    Have you ever seen an unfinished painting? I bet it would look not good. Maybe you will even wonder what kind of picture is this? But there is a good news. Although my painting has not finished, I know He is still holding the brush. When you see your life right now, you will only see an unfinished painting. Maybe it’s messy, something isn’t right, it’s blur, and you don’t even know what kind of picture it is. But later after He finish the painting, you will see a really beautiful big picture of your life.

    Live your life because you know your painting is on the right hands and will be finished beautifully in the end.