Beberapa bulan yang lalu saya menonton sebuah film berjudul Snowpiercer. Awalnya saya tertarik karena film ini disutradarai oleh Bong Joon-Ho yang juga dikenal melalui film Parasite, pemenang piala Oscar pada awal tahun 2020. Lalu yang kedua karena saya tertarik dengan film-film yang bertemakan post-apocalypse (paska kehancuran dunia).
(Warning Contain Spoiler)
Film ini bercerita tentang dunia yang tiba-tiba saja iklimnya kacau, sehingga dunia ini dipenuhi es, suhunya mencapai -100 derajat. Kemudian seorang konglomerat yang dikenal sebagai Mr. Wilford mengantisipasi kehancuran umat manusia akibat fenomena ini dengan membangun sebuah teknologi yang sangat canggih, yaitu kereta raksasa sepanjang 1001 gerbong untuk menyelamatkan sebagian manusia yang mau membayar mahal untuk tiketnya. Sementara yang tidak bisa membayar tiket, tidak boleh naik, dan akhirnya ditinggalkan mati begitu saja. Akan tetapi tidak sedikit orang yang tidak mampu membeli tiket yang menyusup ke dalam kereta. Walaupun akhirnya mereka diperbolehkan naik dengan syarat menjadi penduduk kelas bawah dan harus melakukan pekerjaan kotor, misalnya membersihkan toilet, dan sebagainya. Makanan mereka pun sangat terbatas, sebanyak puluhan atau mungkin ratusan orang harus tidur dalam satu gerbong yang sama. Sementara mereka yang membayar tiket yaitu penumpang kelas satu, hidup dengan mewah. Setiap keluarga memiliki satu gerbong, ada yang memiliki kolam renang di gerbong keretanya, dan mereka sangat menikmati hidupnya.
Film ini menjadi menarik ketika mereka menyadari satu rahasia besar dari kereta tersebut, yang akhirnya menyebabkan terjadinya pemberontakan dan revolusi penumpang kelas bawah terhadap kelas satu dan kelas dua. Gerbong penumpang kelas satu pun akhirnya dilepas dan ditinggalkan begitu saja. Mereka membayar tiket, mereka mampu memiliki segalanya berkat kekayaan mereka, tetapi pada akhirnya mereka tidak dapat berbuat apa-apa di tangan sang engineer dari kereta tersebut yang lebih memilih berpihak kepada kelas bawah.
Hari ini kita juga akan belajar tentang bagaimana manusia memiliki segalanya tetapi semua itu tidak menentukan keamanannya. Mari kita membaca dari Zakharia 9:1-10.
Di Zakharia pasal 9 ini, Zakharia, para umat Israel, dan tentunya kita semua yang membaca juga diingatkan bahwa Tuhan jauh lebih berkuasa dan Dia akan menghukum kejahatan dan kelaliman. Di sepanjang ayat 1 hingga 8 diceritakan bagaimana Tuhan akan menghukum bangsa-bangsa di sekitar Israel. Negeri Hadrakh, Damaskus, Hamat, Tirus, Sidon, kota-kota Filistin seperti Askelon, Gaza, Ekron, Asdod, semua akan dihancurkan oleh TUHAN. Bahkan sekalipun Tirus dikenal sebagai kota dengan tembok benteng yang kokoh, kecerdasan karena pertumbuhan ekonominya yang baik, sehingga memiliki kekayaan perak dan emas yang jumlahnya tak terkira seperti debu dan lumpur di jalanan pun akan habis menjadi miskin, dan tembok benteng antara laut dan daratan yang mereka banggakan akan hancur sehingga mereka hanyut bersama laut, kotanya juga akan terbakar habis.
Mengapa hal yang sedemikian mengerikan ini terjadi? Mungkin kita bertanya-tanya, namun mari kembali ke ayat pertama. Bahwasanya TUHAN-lah yang memiliki semua kota itu. Dan sebenarnya, jikalau kita kembali melihat ke zaman Musa dan Yosua, maka kota Hamat, Tirus, Sidon sebenarnya masih merupakan tanah perjanjian dari Allah kepada Israel. Namun, seiring berjalannya waktu, terjadinya perang dari zaman Musa hingga Zakharia yaitu dalam kurun waktu 1526 SM – 480 SM, Israel tidak pernah tenang. TUHAN ingin mengembalikan tanah perjanjian menjadi milik umat pilihanNya, suatu tanah perjanjian yang jauh lebih luas daripada apa yang pernah dimiliki oleh Israel.

Seperti nama “Zakharia” yang berarti “YHWH Mengingat”, sekalipun dalam kurun waktu kurang lebih 1000 tahun sudah berlalu sejak zaman Musa melihat tanah perjanjian, bahkan sejak 2500 SM yaitu pada zaman Abraham dan perjanjian ALLAH dengannya, TUHAN mengingat. Dia mengingat tanah yang dijanjikan bagi umatNya, bahkan Dia mengingat janji keselamatan bagi umat pilihanNya yang berkali-kali gagal menepati janji kepada TUHAN, melalui kedatangan sang raja damai. Kita semua pasti tahu maksud ayat 9 bukan? Ketika digambarkan bahwa ada seorang raja yang naik di atas keledai, kita tahu bahwa ini digenapi sekitar 500 tahun kemudian ketika Yesus menaiki keledai memasuki kota Yerusalem. Zakharia memang merupakan kitab yang mengingatkan kita bahwa TUHAN mengingat setiap janjiNya.
Namun, apakah ketika Zakharia menubuatkan semua hal ini, semuanya langsung tergenapi dalam sekejap? Tentu tidak, kita pasti mengerti sebagai orang-orang percaya yang selalu menantikan jawaban Tuhan atas doa-doa kita. Tuhan bekerja sesuai waktu-Nya, tetapi Dia tidak pernah lupa. Nubuat dalam pasal 9 ini bagi Tirus tergenapi 100 tahun setelah dinubuatkan tepatnya pada saat Alexander the Great menguasai kota Tirus tahun 332 SM, Sidon hancur lebih cepat yaitu tahun 351 SM. Semua ini tercatat dalam sejarah, kita bisa mencari sejarahnya di internet tentang akhir dari kota-kota ini pada zaman kuno. Lalu bagaimana dengan nubuat kedatangan raja damai di ayat 9 dan 10? Seratus tahun, lima ratus tahun, tentu terdengar cepat berlalu ketika kita yang sudah berada di masa depan mengucapkannya. Namun, bagaimana perasaan orang-orang pada zaman itu ketika menunggu?
Jikalau waktu itu saya sebagai orang Israel dan mendengar nubuat Zakharia, mungkin 10 tahun kemudian saya akan menjadi orang yang sangat skeptis. Katanya Tuhan akan menghancurkan mereka, kok sudah 10 tahun berlalu mereka masih berdiri tegap? Hal yang sama mungkin dialami oleh orang Israel di segala masa. Katanya keturunanku akan dijadikan sebanyak bintang di langit, katanya ada juruselamat, katanya ada raja damai yang memerintah selamanya, katanya Kerajaan Israel akan dipulihkan. Katanya musuh-musuh ini akan dihukum. Bahkan sekarang pun kita juga bisa bertanya-tanya, katanya Tuhan akan datang kedua kalinya. Ini sudah 2000 tahun berlalu, pertanyaannya KAPAN?
Mungkin ayat 10 juga merupakan pertanyaan yang belum terjawab bagi orang-orang percaya di sepanjang zaman yang membaca kitab Zakharia ini. Kapan Tuhan akan datang, memerintah dari ujung laut sampai ke ujung laut dan perang akan dilenyapkan. Kita saat ini hidup di dalam dunia yang semakin memburuk. Saya tidak tahu apakah benar dunia semakin memburuk atau kehidupan menjadi dewasa itu memang semakin sulit. Tetapi yang saya tahu, alam dan lingkungan semakin rusak, perang antara negara semakin sengit dan dingin, perekonomian dunia bertumbuh tetapi sewaktu-sewaktu anjlok dan seperti kembali dari awal. Apalagi di tengah pandemi Covid-19 yang pada tahun tulisan ini ditulis sedang terjadi. Kapan? Itulah pertanyaan yang mungkin diajukan oleh semua orang.
(Warning Contain Spoiler)
Mr. Wilford dalam film Snowpiercer merupakan sesosok yang dianggap sebagai juruselamat umat manusia dari kepunahan. Kehadirannya misterius karena tidak seorang pun, bahkan penumpang kelas satu pun tidak dapat melihat dia. Mr. Wilford hanya berkomunikasi kepada penumpang melalui ajudan setianya, Melanie yang adalah seorang Head of Hospitality dan berperan untuk menyampaikan pesan pengumuman di dalam kereta. Meski demikian, banyak orang mengagumi Mr. Wilford dan menantikan kemunculannya. Tetapi rahasia terbesar di dalam kereta itu adalah bahwa Mr. Wilford sudah mati dan peran kepemimpinan kereta itu selama ini dijalankan oleh Melanie yang ternyata adalah ketua tim engineer kereta tersebut. Mr. Wilford ternyata tidak ada dan semua orang kehilangan arah, berusaha merebut kekuasaan kereta tersebut, merasa dibohongi, dan akhirnya terjadilah kerusuhan yang menghilangkan begitu banyak nyawa dan membuat kepedihan hati orang-orang di dalam kereta tersebut.
Kita patut bersyukur karena Tuhan yang kita percayai, kita agungkan, kita nantikan bukanlah seonggok harapan palsu seperti Mr. Wilford. Tuhan kita lahir dan mati, tetapi tidak mati, melainkan bangkit dan naik ke surga. Mike Licona pernah berkata, “Inti iman Kristen adalah kebangkitan Yesus, kamu boleh tidak percaya hal lainnya, tetapi setidaknya percayalah Yesus benar-benar bangkit.” Paulus pun berkata bahwa jika Yesus tidak bangkit, maka sia-sialah iman percaya kita.
Kita boleh memberi pertanyaan kapan? Bahkan sangat boleh mempertanyakan hal tersebut kepada Tuhan. Walaupun mungkin tidak ada jawaban yang presisi akan pertanyaan tersebut, namun ingatlah “Zakharia”. Tuhan mengingat selama seratus, lima ratus, seribu, dua ribu, dua ribu lima ratus tahun, janjiNya telah digenapi oleh kedatangan Yesus dan kebangkitanNya. Kita belum mencapai dua ribu lima ratus tahun yang lainnya untuk menanti kedatangan Tuhan Yesus kedua kalinya, namun kita boleh mempercayai bahwa Yesus akan datang kembali sebagai raja damai dan mengakhiri semua kesulitan, penderitaan, dan permusuhan di dunia ini.