Martin Luther (2003)

Pertama kali saya mengenal sejarah reformasi adalah ketika menonton film Martin Luther yang diputar di persekutuan youth gereja saya. Film ini menceritakan tentang Martin Luther, seorang teolog pada tahun 1500-an. Ia adalah salah satu orang yang berperan penting dalam sejarah Kekristenan, sampai-sampai ia disebut sebagai bapak reformasi Kekristenan. Luther hidup di abad kegelapan (Dark Age). Mengapa disebut sebagai abad kegelapan? Karena pada waktu itu terjadi kesenjangan sosial yang amat besar antara rakyat jelata dan kalangan bangsawan. Kehidupan rakyat jelata sarat dengan kemiskinan dan penderitaan, sedangkan kalangan bangsawan hidup mewah dan serba berkecukupan–bahkan berlebihan.

Ironisnya, gereja adalah salah satu penyebab hal ini terjadi. Gereja pada waktu itu adalah sebuah tempat praktik bisnis, penyalahgunaan kekuasaan Paus–yang waktu itu memiliki otoritas yang tinggi–membuat kebenaran firman Tuhan diselewengkan dan mereka hidup di dalam kemewahan. Demi kenyamanan hidup, harta, dan kekuasaan, mereka berani menyesatkan pemahaman anugerah dan kasih karunia Allah kepada umat. Gereja tak ubahnya seperti tempat berbisnis yang menjual indulgensia (surat penghapusan dosa). Indulgensia bahkan dipercaya dapat mengampuni dosa orang-orang yang sudah meninggal dan dosa yang akan dilakukan di masa depan. Benda-benda seperti tengkorak rasul dijadikan benda suci nan mistis yang mampu menyucikan orang-orang yang membayar tinggi untuk menyentuhnya, dan masih banyak lagi. Praktik-praktik yang sangat mahal tersebut memaksa rakyat jelata yang miskin untuk membelinya demi memperoleh keselamatan. Tak heran, bangsawan-bangsawan kaya menganggap indulgensia seperti jaminan asuransi yang akhirnya malah memperbolehkan mereka untuk terus hidup di dalam dosa.

Martin Luther pun adalah seorang yang terus menerus mencari keselamatan. Ia membeli indulgensia, menyentuh tengkorak rasul, berdoa di tempat yang begitu sempit sambil memukul-mukul dirinya sendiri, menaiki setiap anak tangga di gereja dengan lututnya sambil berdoa di setiap anak tangga yang ia lewati. Sangkanya dengan penderitaan, ia dapat semakin dekat dengan Tuhan dan beroleh keselamatan. Hingga suatu hari, Luther menyadari ada suatu kekosongan dalam hidupnya yang penuh ketakutan dan penderitaan. Ia mulai mempelajari kitab suci dan menemukan kebenaran di dalam Roma 1:16-17. Ia akhirnya mengerti bahwa keselamatan adalah suatu anugerah yang diberikan Allah pada semua manusia. Manusia tidak lagi perlu berusaha untuk memperoleh keselamatan.

1:16 Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. 1:17 Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: “Orang benar akan hidup oleh iman.” (Rm. 1:16-17)

Hidupnya berubah dari yang selalu dipenuhi oleh kesuraman dan ketakutan, menjadi seorang yang berapi-api menyatakan berita kebenaran Injil. Geram melihat praktik-praktik penyelewengan gereja yang menyesatkan umat, Luther memakukan 95 dalil di pintu gereja Wittenberg untuk menyuarakan kegelisahan hatinya melihat gereja. Hal itu dilakukannya pada tanggal 31 Oktober 1517 (sehingga sampai saat ini diresmikan menjadi hari reformasi). Tentu saja, perjuangan Luther penuh dengan tantangan dan hambatan dari para paus, uskup, dan pemimpin gereja yang tidak senang “bisnis”nya terganggu. Berkali-kali ia diancam agar mencabut semua tulisan dan menyangkali khotbahnya demi keselamatan nyawanya. Namun, Luther terus dan terus berjuang tanpa menghiraukan keselamatan raganya. Luther menyadari bahwa hidupnya bukan lagi miliknya, melainkan milik Kristus yang sudah begitu mengasihi-Nya, merelakan nyawa-Nya demi menyelamatkan umat-Nya.

Setelah melewati berbagai ancaman dan sidang, akhirnya ia diasingkan oleh kawan-kawannya yang khawatir. Dan, ia tidak diizinkan beraktivitas di luar rumah demi keselamatan nyawanya. Selama 10 bulan, Luther menerjemahkan Alkitab dari bahasa Ibrani dan Yunani ke dalam bahasa Jerman agar setiap orang dapat membacanya dan menemukan kebenaran sejati tentang anugerah Allah. Luther merindukan umat Allah dapat mempelajari Alkitab dan tidak lagi dibodoh-bodohi oleh para imam palsu. Bisa dikatakan, itulah karya terbesar yang dibuat oleh Luther sehingga setiap orang awam yang buta akan kebenaran Firman Tuhan dapat mulai membaca dan mempelajari Alkitab sendiri.


Dari kisah Martin Luther ini, seharusnya kita sadar bahwa sejarah gereja dan Alkitab harus dipelajari dan diketahui oleh orang Kristen. Dengan demikian kita dapat melihat bagaimana Allah bekerja di setiap zaman. Kehendak-Nya tidak akan pernah dapat dihancurkan oleh seorang manusia pun. Firman-Nya tidak akan pernah dibiarkan lenyap, tidak peduli seberapa besar usaha manusia untuk menyelewengkan dan memusnahkannya. Seperti sebuah lagu yang mengatakan, “God and God alone reveals the truth of all we call unknown. And the best and worst of man wont change the Master’s plan, it’s God’s and God’s alone”

Dalam menggenapi rencana-Nya, Luther lah yang digunakan Allah untuk mereformasi gereja yang hancur dan pemahaman Injil yang rusak. Luther berjuang habis-habisan untuk menyebarkan Injil tentang kasih karunia Allah kepada semua orang yang berjuang mencari keselamatan dengan hal-hal yang salah. Orang-orang pada zaman ini pun masih terus berusaha memperoleh keselamatannya sendiri dengan rajin melayani, berdoa, saat teduh, berbuat baik, dan sebagainya. Ada orang yang akan sangat merasa berdosa sekali dan hidupnya tidak tenang ketika tidak melakukan hal-hal tersebut. Sehingga semua hal tersebut dilakukan dengan fokus agar Tuhan tidak marah atau agar saya bisa merasa aman, bukan lagi dengan fokus karena saya mengasihi Tuhan yang sudah menyelamatkan diri saya. Kita seringkali lupa bahwa Injil adalah berita baik, bukan nasihat baik yang harus kita lakukan agar kita selamat. Sebaliknya, ada orang-orang yang juga menganggap keselamatan itu murahan. Mereka berpikir bahwa mereka bisa berbuat dosa sesuka hatinya karena Tuhan itu baik dan senantiasa mengampuni. Kenyataannya, Injil berbicara bahwa Allah tidak hanya sebatas mengasihi kita saja, tapi juga merindukan kita dapat semakin serupa dengan-Nya.

Melalui sejarah reformasi, Luther menegakkan bahwa otoritas tertinggi bukanlah terdapat dalam diri para pemimpin gereja, tetapi Firman Tuhan. Teruslah membaca dan mendalami firman-Nya yang tertuang dalam Alkitab–surat cinta Allah kepada kita–agar kita tidak mudah diombang-ambingkan dalam pengajaran yang sesat (Ef. 4:14).

Reformasi itu juga mengubah, memperbaharui, dan membentuk orang Kristen untuk kembali melihat bahwa Injil adalah pusat hidup kita. Reformasi juga lah yang seharusnya menolong kita berjuang melawan dosa dan kebiasaan-kebiasaan buruk yang selama ini terus hinggap dalam diri kita.

“Aku tidak mempunyai kehendak, hanya Tuhan saja yang mempunyai kehendak. Biarlah Tuhan memberikan yang terbaik kepadaku. Tetapi seandainya aku mempunyai empat ratus kepala, aku rela kehilangan semuanya daripada aku harus mencabut kesaksian yang telah kunyatakan kepada seluruh iman Kristen yang kudus.”, jawab Martin Luther di dalam pengadilan ketika dia digugat kardinal untuk mencabut semua ajarannya. (Martin Luther, Dorothy Irene Marx, 2012)


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *