Tag: Calling

  • My Tribute

    My Tribute

    Saudara, pernahkah Anda ditolong oleh seseorang sampai-sampai rasanya Anda merasa ucapan terima kasih saja bahkan tidak cukup? Anda merasa harus melakukan sesuatu untuk orang itu, kalau tidak rasanya ada yang kurang. Jika Anda pernah mengalaminya, kebaikan sehebat apa yang menggugah Anda hingga pernah mengalami pengalaman seperti itu?

    Mungkin pertanyaan di atas akan membuat kita berpikir cukup lama. Rasanya di dunia ini, kita sudah sangat jarang menemukan kebaikan yang begitu berkesan dalam hidup kita. Namun, ada sebuah kisah tentang orang-orang yang pernah ditolong dan akhirnya mengabdikan hidupnya kepada pribadi yang menolongnya.

    Izinkan saya menceritakan kisah yang tercatat dalam Roma 15:22-33 dengan kata-kata saya sendiri…

    Setelah pelayanan yang berkembang dan cukup settle di Korintus, Paulus tiba-tiba saja membuat sebuah pengumuman untuk mengakhiri pelayanannya di Korintus dan mengunjungi Roma setelah sekian lama harapan itu (Rom.1:13) terhalang untuk dilakukannya. Sebenarnya halangan itu tidak lah terlalu berarti. Kapan pun jika Paulus ingin mengunjungi Roma, hal itu bisa dilakukannya. Tapi… ah dasar Paulus, bebannya yang besar untuk berfokus melayani orang-orang non Yahudi membuatnya tidak sempat mengunjungi Roma barang sebulan atau bahkan seminggu saja.

    Namun sekarang, pekerjaan pelayanannya di Korintus sudah selesai. Ia berkata bahwa tidak ada lagi tempat kerja di daerah tersebut baginya. Gereja sudah dibangun dan sudah ada orang-orang yang cakap mengajar disana. Tidak seperti gereja-gereja kini yang senang mencuri domba gereja lain demi menambah jemaat dan jumlah persembahan, Paulus sangat anti mencuri domba-domba yang digembalakan dengan baik oleh orang lain (ay.20). Lalu apa selanjutnya? Menjadi gembala di Roma kah? Tentu tidak, karena di Roma pun sudah ada orang-orang yang mengajar dengan baik. Sebagai seorang yang visioner dan bersemangat untuk memberitakan Injil, sudah pasti ia ingin menjelajahi tempat yang baru. Tentu saja, kerinduan dan impiannya itu terbang ke Spanyol. Mengapa Spanyol? Karena, pada zaman itu Spanyol dipercaya adalah ujung bumi, tempat terjauh yang bisa dicapai Paulus untuk menyebarkan Injil ke seluruh dunia. Betapa ‘ambisiusnya’ Paulus, ia sangat bercita-cita menjadi pembawa Injil sampai ke seluruh dunia.

    Akan tetapi ada satu hal yang harus Paulus lakukan terlebih dahulu pada waktu itu, yaitu mengantarkan bantuan berupa uang seperti yang pernah Paulus khotbahkan kepada jemaat di Korintus (1Kor.16:1-4). Bantuan uang tersebut berasal dari Makedonia dan Akhaya–gereja non Yahudi–seperti yang tercatat dalam 2Kor.8-9.

    Kelihatannya, ini sesuatu yang biasa dan memang seharusnya dilakukan oleh orang Kristen untuk membantu sesama. Akan tetapi, Paulus memandang persembahan mereka dari sudut pandang yang lain. Persembahan itu bukan untuk membuktikan kasih mereka, melainkan ungkapan syukur. Pasalnya, orang-orang non Yahudi berhutang kepada orang Yahudi sehingga mereka bisa mengenal Kristus. Persembahan itu pun menjadi ucapan terima kasih karena akhirnya mereka dapat menemukan indahnya kasih Kristus yang tidak terukur oleh harta berapa pun.

    Tapi lagi-lagi dasar Paulus memang tidak ada kapoknya. Padahal sudah tahu kalau di Yerusalem ia pasti akan ditindas, tapi ia masih saja ingin kesana. Tanpa malu, Paulus pun meminta dukungan doa oleh jemaat Roma agar ia dilindungi dari orang-orang yang tidak percaya di Yudea ketika menuju ke Yerusalem. Paulus sendiri bahkan tidak yakin apakah ia akan bisa keluar dengan selamat dari Yerusalem (Kis.20:22).

    Cerita pun bersambung dan sekarang kita bisa harap-harap cemas. Semoga saja harapannya untuk mengunjungi Roma dan memulai pelayanan di Spanyol dapat tercapai.


    Kira-kira dari kisah ini, apa hal yang dapat kita pelajari?

    Kecintaan Paulus terhadap Injil Kristus membuatnya rela meninggalkan setiap kenyamanan. Pelayanannya di Korintus sebenarnya sudah cukup settle. Walaupun Paulus seorang pemimpin gereja dan pengkhotbah besar, dia tidak berusaha menguasai dan membangun di atas dasar yang sudah diletakkan orang lain. Potensi untuk menjadi terkenal tidaklah ia ambil. Kenyataan bahwa Spanyol merupakan tempat yang jauh, tidak membuatnya menyerah untuk pergi demi pemberitaan Injil dapat diberitakan sampai ke seluruh dunia. Tidak hanya itu, ia juga rela pergi ke Yerusalem sekalipun ia tahu bahwa disana akan ada orang-orang yang tidak senang akan keberadaannya. Dan, ternyata memang demikian (Kis.22-26). Perjalanan Paulus selama di Yerusalem memang tidak mudah. Di sana dia di sidang dan akhirnya sampai di Roma sebagai tahanan.

    Saya juga terkesan dengan bagaimana kesatuan tubuh Kristus itu benar-benar dihayati oleh jemaat di Makedonia dan Akhaya. Jikalau kita membaca 2Kor.8 maka kita akan melihat bahwa sebenarnya mereka bukanlah jemaat yang hidup berkelimpahan. Akan tetapi mereka mau memberi bahkan melebihi kemampuan mereka sendiri. Inilah suatu bukti bahwa ucapan syukur atas pengenalan terhadap Kristus seharusnya melebihi kenikmatan harta duniawi dan kenyamanan hidup kita.

    Dari contoh apa yang dilakukan Paulus dan jemaat Makedonia serta Akhaya, kita dapat belajar bahwa respon hidup yang memuliakan Allah adalah mengesampingkan ke-aku-an. Dalam buku Merupa Hidup dalam Rupa-Nya yang ditulis oleh Pdt. Yohan Candawasa, dikatakan bahwa seseorang yang menjadikan kepuasan, kesenangan, dan kebahagiaan sebagai yang utama dalam kehidupannya adalah orang yang sedang menjadikan dirinya sendiri sebagai ‘Tuhan’. Ketika kita mencari semua itu dan Tuhan berkata tidak, kita akan dengan mudah terbawa dalam kekecewaan yang sangat dalam. “Namun pengalaman pahit itu mutlak perlu demi mengalami Allah dengan benar. Maka kita harus dengan kesadaran menyusuri jalan yang gelap dan penuh pergumulan ini demi mencapai tataran rohani yang lebih tinggi.”

    Apakah pelayananmu saat ini menuntutmu untuk hidup menderita? Ditindas, melarat, dihina, diejek, tidak nyaman, mungkin itu menjadi makanan sehari-hari para pelayan Kristus. Akan tetapi, kita harus ingat bahwa kasih kepada Allah menuntut kita meninggalkan ke-aku-an.

    Mengikuti Kristus memang tidak mudah, bahkan C.S. Lewis pernah berkata, “Jika anda mencari agama untuk hidup yang aman dan nyaman, jelas saya tidak akan merekomendasikan Kekristenan untuk anda.” Akan tetapi renungkanlah perkataan ini, “Kristus mati di salib tanpa memiliki suatu apa pun, bahkan Bapa-Nya pun tidak menghiraukan-Nya.”

    Sekalipun kita tidak pernah dapat berhasil membalas kebaikan Allah di dalam hidup kita, setidaknya kita dapat meresponi kebaikannya dengan hidup seturut dengan kehendak-Nya. Bagi Paulus, Spanyol adalah ‘ujung bumi’ tempat dimana ia melakukan kehendak Kristus agar nama Tuhan semakin dikenal. Sekarang, dimana kah ‘ujung bumi’ kita? Biarlah kehendak Kristus juga kita bawa sampai ke ‘ujung bumi’ kita.

    How can I say thanks for the things
    You have done for me?
    Things so undeserved yet you gave
    To prove your love for me
    The voices of a million angels
    Could not express my gratitude
    All that I am, and ever hope to be
    I owe it all to thee

    To God be the glory, to God be the glory
    To God be the glory for the things he has done
    With his blood he has saved me
    With his power he has raised me
    To God be the glory for the things he has done

    Just let me live my life and
    Let it be pleasing Lord to thee
    And if I gain any praise, let it go to Calvary
    With his blood he has saved me
    With his power he has raised me
    To God be the glory for the things he has done

    (My Tribute, Andrae Crouch)

  • The Gift of Art (part 2)

    The Gift of Art (part 2)

    Lanjutan dari Part 1

    CHAPTER 3 – THE IDOLATRY OF AARON: THE MISUSE OF ART

    Keluaran 32 menceritakan bagaimana seni melenceng dari tujuannya semula (for glory and beauty). Harun bukan hanya menyalahgunakan karunianya untuk berbicara ketika memproklamasikan allah lain yang dibuatnya, tetapi dia juga menyalahgunakan musik dan nyanyian sebgai sebuah bentuk seni yang dipersembahkan pada allah palsu.Hal ini membuktikan bahwa seni memang dapat digunakan untuk kemuliaan Allah seperti yang dilakukan Bezaleel, tapi seni juga dapat digunakan untuk membuat berhala. Berhala berarti segala bentuk pemujaan pada benda-benda yang dapat dibuat di dunia ini melebihi Sang Pencipta.

    Lalu bagaimana dengan 10 perintah Allah yang ke-2 yaitu, “Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun…”? Apakah ini artinya seniman dilarang untuk membuat karya seni pahat? Kata “apapun” yang dimaksudkan disini adalah allah-allah lain yang sering menguji iman orang Israel seperti pemujaan pada bintang, planet, dewa-dewa langit (Ul. 4:19), Baal, Asytoret, Leviathan, dsb. Hal yang seharusnya menjadi fokus utama perhatian kita sebagai seniman adalah objek yang disembah atau tujuan mengapa karya seni itu diciptakan. Disini kita perlu belajar bahwa suatu karya seni dikatakan berhala tergantung dari kegunaannya (content or meaning), bukan dari bentuknya (form). Lembu emas yang dibuat Harun tentu berbeda dari 12 ekor kerbau tembaga di 2 Tawarikh 4:4.

    Lebih mudah bagi seorang seniman dibandingkan audience untuk membedakan content dan form atau nilai aesthetic dan religious dalam sebuah objek seni. Namun seringkali seniman dituntut oleh audience untuk menghasilkan karya yang dapat disalahgunakan dan memuaskan keinginan daging saja. Harun adalah contoh yang buruk bagi para seniman. Dia adalah orang yang dipanggil dan dipakai Allah menjadi juru bicara bagi Musa bahkan juga dipercayakan menjadi seorang Imam. Tapi mengapa dia membuat patung lembu emas itu? Jawabannya sederhana, dia menyerah pada tuntutan umat. (Kel. 32:22-24). Harun menyalahkan umat ketika Musa mempertanyakan keputusannya membuat patung lembu emas. Kesalahan Harun bukanlah karena dia membuat patung itu, tapi karena dia tidak peduli dengan umat Allah, bangsa Israel yang sedang menuju kebinasaan karena tuntutan mereka yang buta.

    And Moses said to Aaron, ‘What did this people do to you that you have brought a great sin upon them? (Ex 32:21).

    Integritas Kekristenan terhadap seni saat ini sering kali dipengaruhi oleh permintaan pasar (Misalnya: pornografi, lagu-lagu yang memiliki makna tidak mendidik, dsb). Seorang seniman harus peduli dengan audience-nya agar tidak merusak dan mendatangkan dosa kepada audience lewat content seni yang salah. Seniman Kristen harus menghasilkan karya seni yang berisi nilai kebenaran Firman Tuhan. (perhatikan bahwa nilai Kristiani adalah sesuatu yang dapat diterima semua orang termasuk non-believer [misalnya nilai kasih, kejujuran, kekeluargaan, dsb], intinya nilai Kristiani tidak pernah bersifat tidak berguna).

    CHAPTER 4 – THE WORK OF BEZALEL: ART IN THE BIBLE

    Dalam pembuatan tabernakel, kita dapat melihat berbagai macam seni seperti abstrak, representasional, dan simbolik yang dapat dipakai untuk kemuliaan Allah.

    Abstract Art
    Seni abstrak disini bukanlah seperti lukisan abstrak karya Jackson Pollock, tetapi suatu karya seni yang tidak merepresentasikan apapun kecuali dirinya sendiri (misalnya: gunung, bunga, dll). Tabernakel dan bait suci adalah seni abstrak. Dalam 1 Raja-raja 7:15-22, tiang-tiang tembaga raksasa setinggi 33,5 kaki dan berdiameter 5,5 kaki ini adalah sebuah contoh dari seni abstrak. Tiang-tiang ini tidak punya fungsi secara arsitektur, tiang-tiang ini dibuat hanya karena Allah mengatakan bahwa tiang-tiang ini harus ada disana untuk keindahan, begitu juga jala-jala dan kawat-kawat berpilin (ay.17)
    Akan tetapi, tiang-tiang ini bukanlah sesuatu yang tidak punya makna. Seperti nama-nama yang diberikan pada ke-2 tiang ini, ”Yakhin” yang berarti ”Allah membangun” dan ”Boaz” yang berarti ”Dia datang dengan kekuatan”. Ke-2 tiang ini tidak merepresentasikan Allah, tapi mengilustrasikan pekerjaan Allah, yaitu bagaimana Dia membangun dan Dia datang dengan kuasa. Seni abstrak dapat merepresentasikan kuasa, kekuatan, keindahan, kemuliaan, dan makna lainnya.

    Representational Art
    Tiang Yakhin dan Boaz memiliki ukiran buah delima dan bunga bakung, kelopak kandil dari bunga badam (Kel. 33:25), “laut” tuangan dengan gambar buah labu, papan penutup kereta penopang dengan singa, lembu, dan kerub (1 Raja. 7:27-28). Jelas bahwa seni representasi juga diterima oleh Allah. Tanpa model dan pola, Allah telah menciptakan segalanya, warna, bentuk, struktur, hukum geometri, bentuk binatang berdasarkan kehendak-Nya (Wah. 4:11). Allah adalah seniman abstrak yang orisinal. Entah itu struktur atom, amoeba, bunga, tubuh manusia, molekul DNA, kita dapat menemukan kreativitas Allah dalam semua detil ciptaan-Nya (Maz. 104).

    Namun ironisnya, seringkali kita mengabaikan keindahan ciptaan Allah karena menganggapnya sebagai sesuatu yang biasa. Sehingga salah satu fungsi seni seharusnya adalah meningkatkan kesadaran kita akan keindahan ciptaan Allah. Caranya adalah dengan mengangkat objek sehari-hari, mengeluarkannya dari konteks yang mainstream untuk menunjukkan nilai dan nature sejati dari objek tersebut ke dalam karya seni. Bunga kembang sepatu adalah bunga yang biasa saya temukan dimana-mana, tapi hingga saya melihat sebuah lukisan bunga tersebut, saya baru menyadari dan menghargai keindahannya, warnanya yang cerah terang, dan teksturnya yang lembut.

    Selain objek-objek alam seperti tumbuh-tumbuhan, buah, binatang, terdapat juga objek supranatural seperti kerub di dalam desain tabernakel dan bait suci. Seni representasi sudah jelas Alkitabiah tetapi yang membedakan seni yang dibuat oleh Bezaleel dan pelanggaran 10 perintah Allah yang ke-2 adalah apa yang ingin Tuhan tunjukkan pada manusia, bukan apa yang diciptakan manusia; Allah yang dimuliakan bukan manusia yang dimuliakan.

    Symbolic Art
    Sebuah seni dapat dipuji karena keindahannya dan pesan yang disampaikannya. Kita dapat melihat contoh desain tabut perjanjian: sebuah peti kayu dengan panjang kira-kira empat kaki; lebar serta tinggi dua kaki; dan di dalamnya terdapat buli-buli emas berisi manna, tongkat Harun yang pernah bertunas, juga loh-loh batu yang bertuliskan perjanjian (Ibr. 9:4). Kemudian penutupnya yang disebut tutup pendamaian terbuat dari emas murni dan dua kerub yang saling berhadapan melihat tutup pendamaian tersebut (Kel. 25:17-21).

    Setahun sekali, pada hari raya pendamaian (Yom Kippur) akan ada seorang imam yang masuk ke dalam tempat kudus itu (tempat tabut perjanjian diletakkan) dan memercikan darah lembu jantan korban persembahan ke tutup pendamaian untuk menghapus dosa umat (Im. 16). Apa arti dari semua kerumitan ini? Jawabannya adalah Injil. Misteri keselamatan dan pendamaian antara manusia dan Allah digambarkan di dalam tabut perjanjian. Taurat Allah yang dilanggar oleh manusia, disucikan oleh darah penebusan, kerub yang memandang ke bawah dan tidak melihat taurat Allah tetapi darah yang menutupi segala dosa. Simbolis ini melambangkan Yesus Kristus yang menebus dosa dunia (Ibr. 9:11-14).

    Begitu juga dengan artifak-artifak pada Perjanjian Lama seperti laut tuangan yang ditopang oleh 12 lembu sebagai simbol baptisan, meja roti sajian sebagai lambang komuni kudus, jubah imam Harun dengan 12 batu yang bertuliskan nama ke-12 suku yang artinya tercatat di Keluaran 28:29.

    Seni memiliki kapasitas untuk mengkomunikasikan sebuah ide dengan kaya dan indah, bahkan pesan Injili. Akan tetapi simbol dalam seni juga dapat disalahgunakan, karena itu seorang Kristen harus dapat menguji apakah pesan-pesan yang terkandung di dalam sebuah objek seni itu sudah sesuai dengan Firman Tuhan?

    Seni dan Budaya
    Seni dalam 10 perintah Allah bukanlah sesuatu yang sakral. Walaupun arti dan kegunaannya sakral, tetapi seni tidak boleh dianggap terlalu sakral sehingga mampu membatasi ketidakterbatasan Allah. Salomo paham sekali akan hal ini (1 Raja. 8:27).

    Sebuah kisah lainnya tentang seniman yang pernah dicatat dalam Alkitab adalah orang Sidon. Bahkan Salomo mengakui kemampuan mereka ketika ia ingin membangun bait suci (1 Raja. 5:6). Walaupun orang Sidon bukanlah umat pilihan Allah (1 Raja. 11:5), tapi kita dapat melihat bahwa concern pertama Salomo yang ingin membangun bait suci adalah masalah kemampuan.

    Raja Tirus, orang Sidon kemudian mengirimkan Hiram / Huram Abi kepada Salomo. Hiram adalah seorang anak janda dari suku Dan (1 Raja. 7), dia pasti mengetahui tentang Allah Israel melalui ibunya. Namun, dididik dalam lingkungan Sidon yang menyembah berhala pastinya membuat Hiram lebih familiar dengan seni dan arsitektur bangunan Sidon yang sarat dengan berhala. Dicatat pula selain Hiram, Salomo melibatkan orang-orang asing dalam pekerjaan ini sebagai kuli dan mandor (2 Taw. 2:17-18). Namun menarik bahwa Tuhan senang dengan bait suci ini, tujuan bait suci ini dibangun untuk memuliakan Allah tercapai (2 Taw. 7:12-16).

    Ini merupakan suatu poin yang penting bagi seorang seniman Kristen. Walaupun ada seniman yang bukan orang Kristen, bukan berarti bahwa karyanya tidak boleh dinikmati atau dipelajari oleh seorang Kristen. Picasso memang bukanlah orang Kristen, tapi bukan berarti dia seniman yang payah dan karyanya tidak perlu dikagumi. Cara berpikir seperti itu membuat kita menganggap seni adalah sesuatu yang sakral dan seni menjadi kehilangan esensinya. Lebih tepatnya, setiap karya seni harus diamati dan dikritisi sebaik mungkin lewat kacamata Firman Tuhan.

    Seni adalah karunia dari Allah, sebuah aspek berharga dalam kehidupan manusia, dibuat oleh manusia berdosa yang butuh diselamatkan. Demi tujuan keindahan, seorang Kristen boleh pergi kepada “orang Sidon”.

  • Sampah Daur Ulang

    Sampah Daur Ulang

    Kemarin saya menginap di kos seorang sahabat rohani saya, kami banyak bercerita khususnya tentang pengalaman pelayanan yang baru saja dia alami. Dia bercerita bahwa dia sempat mengalami hard feeling dengan rekan sepelayanannya yang membuat dia tidak lagi semangat melayani, apalagi begitu sibuk dan banyak tekanan atau harga yang harus dibayar di tengah mengerjakan pelayanan itu.

    Perjalanan pelayanan Paulus juga bukanlah perjalanan yang mudah, ada banyak tantangan dari luar seperti yang sudah banyak kita bahas di minggu-minggu sebelumnya. Tapi Paulus juga mendapat tantangan dari dalam komunitas yang dapat menurunkan semangatnya dalam mengerjakan pelayanan. Pada kali ini, kita akan mempelajari pengalaman hidup Paulus yang mengalami konflik dengan rekan sepelayanannya.

    Kisah Para Rasul 15:36-40

    Konflik Paulus disini disebabkan oleh perbedaan pendapat dengan Barnabas. Konflik ini jelas menambah beban pikiran dalam diri Paulus maupun Barnabas. Sudah mengalami penganiayaan, mengalami konflik pula dengan orang yang sudah dari awal bersama-sama sepenanggung dalam penderitaan mengerjakan pelayanan ini. Kata yang dipakai LAI untuk menggambarkan konflik ini adalah “perselisihan yang tajam” (paroxysm) suatu ungkapan amarah yang meledak, Apalagi konflik ini bukan konflik yang dimana salah satunya jelas salah, tapi keduanya sama-sama benar.

    Melihat dari kacamata Paulus:

    Markus pernah meninggalkan mereka di tengah pelayanan di pulau Siprus karena kemungkinan tidak tahan dengan penderitaan yang mereka harus tanggung. Hal ini jelas akan merepotkan perjalanan misi mereka yang akan melangkah ke tempat-tempat yang lebih jauh dan tidak tahu penderitaan macam apa yang akan terjadi pada mereka selama perjalanan.

    Melihat dari kacamata Barnabas:

    Barnabas memiliki relasi yang dekat dengan Markus (bahkan di Kolose 4:10 menyebutkan bahwa mereka adalah saudara sepupu), jelas Barnabas memiliki kepercayaan yang besar kepada Markus. Walau tidak diceritakan dalam Alkitab, mungkin Barnabas dan Markus punya waktu-waktu sharing pribadi selama ada kesempatan untuk bertemu atau berkirim surat. Barnabas yakin bahwa Markus sudah lebih matang dan bertumbuh imannya. Pikirnya mengapa kita tidak memberikannya kesempatan kedua?


    Bukanlah suatu konflik yang mudah diselesaikan ketika kedua belah pihak sama-sama benar. Walaupun “perselisihan yang tajam” itu terjadi juga dan mungkin ketika melihat ke belakang, Paulus dan Barnabas akan merasa malu bahwa hal itu pernah terjadi (mengingat di surat-surat Paulus beikutnya, dia banyak berbicara tentang kesatuan dan konflik). Akan tetapi Allah sanggup memakai kesalahan dan dosa manusia sebagai bagian untuk menggenapkan rencana-Nya.

    Markus di kemudian hari menjadi rekan sekerja Paulus, beberapa kali namanya disebutkan dalam surat-surat Paulus sampai di detik-detik akhir hidup Paulus (2 Tim. 4:11).

    Silas atau disebut juga Silwanus dalam surat kepada jemaat di Tesalonika juga adalah orang yang berperan penting dalam membantu pelayanan yang dikerjakan Paulus.

    Barnabas, namanya dipuji oleh Paulus dalam surat 1 Korintus 9:6 karena kerelaannya dalam membayar harga walaupun Barnabas pernah mengalami kejatuhan dalam surat Galatia 2.

    Seorang pengkhotbah pernah berkata, “Kita sebenarnya tidak akan pernah bisa menolong Tuhan lewat pelayanan kita. Yang ada kita justru membuat Tuhan semakin repot, karena pelayanan yang kita kerjakan tidak mungkin akan sesempurna apabila Dia yang mengerjakan.”

    Tapi seperti sampah yang didaur ulang hingga menjadi sesuatu yang indah, ternyata dibalik kelemahan dan kebodohan kita sebagai manusia berdosa, Tuhan sedang bekerja di balik layar untuk menolong kita dan juga membentuk kita melalui kesalahan, penyesalan, tangisan pertobatan, sehingga semua menjadi indah pada akhirnya.

    (Additional notes from my co-worker, Paulus dan Barnabas tetap bertahan mengerjakan pelayanan itu walaupun ada konflik yang memecahkan mereka. Mengapa? Jawabannya adalah karena konflik itu bukan didasarkan pada kepentingan pribadi, melainkan kepentingan Injil. Walaupun konflik itu menyebalkan dan sebisa mungkin tidak dibuat-buat dengan sengaja, tetapi alangkah indahnya apabila di dalam suatu komunitas, konflik yang terjadi bukan karena kepentingan diri melainkan demi Injil dapat diberitakan.)

    Kisah Para Rasul 16:1-5

    Paulus pergi dengan Silas dan disini bertemu dengan seorang anak remaja bernama Timotius. Hal yang unik dalam perikop ini adalah Paulus menyunatkan Timotius yang adalah campuran Yunani dan Yahudi (ibunya adalah orang Yahudi, dan pada saat itu identitas ras seseorang lebih condong mengikuti ibu). Entah apa yang menyebabkan Paulus bisa jatuh hati pada Timotius sampai ingin mengangkatnya menjadi murid, tapi yang jelas tindakan Paulus disini bisa dibilang tidak konsisten dengan Galatia 2 dimana Titus dilarang untuk melakukan sunat.

    Kisah Para Rasul 16:3 (TB) “dan Paulus mau, supaya dia menyertainya dalam perjalanan. Paulus menyuruh menyunatkan dia karena orang-orang Yahudi di daerah itu, sebab setiap orang tahu bahwa bapanya adalah orang Yunani.”

    Tapi tunggu dulu, kita melihat sebuah konteks yang berbeda antara case Timotius dan Titus. Titus dituntut oleh orang-orang Yahudi di sekitarnya untuk melakukan sunat agar menerima keselamatan. Sedangkan Timotius?

    Tampaknya ini adalah aplikasi dari prinsip yang dipegang Paulus dalam 1 Korintus 9:19-23. Menyunatkan Timotius adalah strategi Paulus untuk menjangkau orang-orang Yahudi dengan efektif, agar mereka tidak langsung ditolak oleh orang-orang Yahudi.

    Apa yang dapat dipelajari dari kisah ini? Mungkin kita harus mengeluarkan effort lebih demi penginjilan, pemuridan, dsb. Mungkin juga itu sebenarnya adalah hal yang tidak suka kita kerjakan. Tapi Kristus pun juga melakukan hal yang sama ketika Dia bereinkarnasi menjadi manusia, siapa yang suka menderita disiksa dan disalib? Karena manusia sudah menolak-Nya dan tidak mau mencari Dia, maka Dia datang sendiri sebagai manusia untuk menjangkau manusia yang berdosa. Kiranya kita dapat menjadi semakin serupa dengan Kristus dalam pelayanan ini, rela memberi effort lebih bahkan mungkin lebih merepotkan diri sendiri demi kepentingan Injil diberitakan.

    “Kita kadang kala berpikir akan enak apabila hidup ini tidak rumit, akan tetapi hidup ini rumit dan kerumitan itu bermakna penting. Semua itu adalah bagian dari dunia Allah dan karya Allah.” – N.T. Wright

    (Ditulis saat mempersiapkan sharing Firman di Persekutuan Doa Kantor Perkantas Jakarta tanggal 19 Februari 2016)