My Tribute

Saudara, pernahkah Anda ditolong oleh seseorang sampai-sampai rasanya Anda merasa ucapan terima kasih saja bahkan tidak cukup? Anda merasa harus melakukan sesuatu untuk orang itu, kalau tidak rasanya ada yang kurang. Jika Anda pernah mengalaminya, kebaikan sehebat apa yang menggugah Anda hingga pernah mengalami pengalaman seperti itu?

Mungkin pertanyaan di atas akan membuat kita berpikir cukup lama. Rasanya di dunia ini, kita sudah sangat jarang menemukan kebaikan yang begitu berkesan dalam hidup kita. Namun, ada sebuah kisah tentang orang-orang yang pernah ditolong dan akhirnya mengabdikan hidupnya kepada pribadi yang menolongnya.

Izinkan saya menceritakan kisah yang tercatat dalam Roma 15:22-33 dengan kata-kata saya sendiri…

Setelah pelayanan yang berkembang dan cukup settle di Korintus, Paulus tiba-tiba saja membuat sebuah pengumuman untuk mengakhiri pelayanannya di Korintus dan mengunjungi Roma setelah sekian lama harapan itu (Rom.1:13) terhalang untuk dilakukannya. Sebenarnya halangan itu tidak lah terlalu berarti. Kapan pun jika Paulus ingin mengunjungi Roma, hal itu bisa dilakukannya. Tapi… ah dasar Paulus, bebannya yang besar untuk berfokus melayani orang-orang non Yahudi membuatnya tidak sempat mengunjungi Roma barang sebulan atau bahkan seminggu saja.

Namun sekarang, pekerjaan pelayanannya di Korintus sudah selesai. Ia berkata bahwa tidak ada lagi tempat kerja di daerah tersebut baginya. Gereja sudah dibangun dan sudah ada orang-orang yang cakap mengajar disana. Tidak seperti gereja-gereja kini yang senang mencuri domba gereja lain demi menambah jemaat dan jumlah persembahan, Paulus sangat anti mencuri domba-domba yang digembalakan dengan baik oleh orang lain (ay.20). Lalu apa selanjutnya? Menjadi gembala di Roma kah? Tentu tidak, karena di Roma pun sudah ada orang-orang yang mengajar dengan baik. Sebagai seorang yang visioner dan bersemangat untuk memberitakan Injil, sudah pasti ia ingin menjelajahi tempat yang baru. Tentu saja, kerinduan dan impiannya itu terbang ke Spanyol. Mengapa Spanyol? Karena, pada zaman itu Spanyol dipercaya adalah ujung bumi, tempat terjauh yang bisa dicapai Paulus untuk menyebarkan Injil ke seluruh dunia. Betapa ‘ambisiusnya’ Paulus, ia sangat bercita-cita menjadi pembawa Injil sampai ke seluruh dunia.

Akan tetapi ada satu hal yang harus Paulus lakukan terlebih dahulu pada waktu itu, yaitu mengantarkan bantuan berupa uang seperti yang pernah Paulus khotbahkan kepada jemaat di Korintus (1Kor.16:1-4). Bantuan uang tersebut berasal dari Makedonia dan Akhaya–gereja non Yahudi–seperti yang tercatat dalam 2Kor.8-9.

Kelihatannya, ini sesuatu yang biasa dan memang seharusnya dilakukan oleh orang Kristen untuk membantu sesama. Akan tetapi, Paulus memandang persembahan mereka dari sudut pandang yang lain. Persembahan itu bukan untuk membuktikan kasih mereka, melainkan ungkapan syukur. Pasalnya, orang-orang non Yahudi berhutang kepada orang Yahudi sehingga mereka bisa mengenal Kristus. Persembahan itu pun menjadi ucapan terima kasih karena akhirnya mereka dapat menemukan indahnya kasih Kristus yang tidak terukur oleh harta berapa pun.

Tapi lagi-lagi dasar Paulus memang tidak ada kapoknya. Padahal sudah tahu kalau di Yerusalem ia pasti akan ditindas, tapi ia masih saja ingin kesana. Tanpa malu, Paulus pun meminta dukungan doa oleh jemaat Roma agar ia dilindungi dari orang-orang yang tidak percaya di Yudea ketika menuju ke Yerusalem. Paulus sendiri bahkan tidak yakin apakah ia akan bisa keluar dengan selamat dari Yerusalem (Kis.20:22).

Cerita pun bersambung dan sekarang kita bisa harap-harap cemas. Semoga saja harapannya untuk mengunjungi Roma dan memulai pelayanan di Spanyol dapat tercapai.


Kira-kira dari kisah ini, apa hal yang dapat kita pelajari?

Kecintaan Paulus terhadap Injil Kristus membuatnya rela meninggalkan setiap kenyamanan. Pelayanannya di Korintus sebenarnya sudah cukup settle. Walaupun Paulus seorang pemimpin gereja dan pengkhotbah besar, dia tidak berusaha menguasai dan membangun di atas dasar yang sudah diletakkan orang lain. Potensi untuk menjadi terkenal tidaklah ia ambil. Kenyataan bahwa Spanyol merupakan tempat yang jauh, tidak membuatnya menyerah untuk pergi demi pemberitaan Injil dapat diberitakan sampai ke seluruh dunia. Tidak hanya itu, ia juga rela pergi ke Yerusalem sekalipun ia tahu bahwa disana akan ada orang-orang yang tidak senang akan keberadaannya. Dan, ternyata memang demikian (Kis.22-26). Perjalanan Paulus selama di Yerusalem memang tidak mudah. Di sana dia di sidang dan akhirnya sampai di Roma sebagai tahanan.

Saya juga terkesan dengan bagaimana kesatuan tubuh Kristus itu benar-benar dihayati oleh jemaat di Makedonia dan Akhaya. Jikalau kita membaca 2Kor.8 maka kita akan melihat bahwa sebenarnya mereka bukanlah jemaat yang hidup berkelimpahan. Akan tetapi mereka mau memberi bahkan melebihi kemampuan mereka sendiri. Inilah suatu bukti bahwa ucapan syukur atas pengenalan terhadap Kristus seharusnya melebihi kenikmatan harta duniawi dan kenyamanan hidup kita.

Dari contoh apa yang dilakukan Paulus dan jemaat Makedonia serta Akhaya, kita dapat belajar bahwa respon hidup yang memuliakan Allah adalah mengesampingkan ke-aku-an. Dalam buku Merupa Hidup dalam Rupa-Nya yang ditulis oleh Pdt. Yohan Candawasa, dikatakan bahwa seseorang yang menjadikan kepuasan, kesenangan, dan kebahagiaan sebagai yang utama dalam kehidupannya adalah orang yang sedang menjadikan dirinya sendiri sebagai ‘Tuhan’. Ketika kita mencari semua itu dan Tuhan berkata tidak, kita akan dengan mudah terbawa dalam kekecewaan yang sangat dalam. “Namun pengalaman pahit itu mutlak perlu demi mengalami Allah dengan benar. Maka kita harus dengan kesadaran menyusuri jalan yang gelap dan penuh pergumulan ini demi mencapai tataran rohani yang lebih tinggi.”

Apakah pelayananmu saat ini menuntutmu untuk hidup menderita? Ditindas, melarat, dihina, diejek, tidak nyaman, mungkin itu menjadi makanan sehari-hari para pelayan Kristus. Akan tetapi, kita harus ingat bahwa kasih kepada Allah menuntut kita meninggalkan ke-aku-an.

Mengikuti Kristus memang tidak mudah, bahkan C.S. Lewis pernah berkata, “Jika anda mencari agama untuk hidup yang aman dan nyaman, jelas saya tidak akan merekomendasikan Kekristenan untuk anda.” Akan tetapi renungkanlah perkataan ini, “Kristus mati di salib tanpa memiliki suatu apa pun, bahkan Bapa-Nya pun tidak menghiraukan-Nya.”

Sekalipun kita tidak pernah dapat berhasil membalas kebaikan Allah di dalam hidup kita, setidaknya kita dapat meresponi kebaikannya dengan hidup seturut dengan kehendak-Nya. Bagi Paulus, Spanyol adalah ‘ujung bumi’ tempat dimana ia melakukan kehendak Kristus agar nama Tuhan semakin dikenal. Sekarang, dimana kah ‘ujung bumi’ kita? Biarlah kehendak Kristus juga kita bawa sampai ke ‘ujung bumi’ kita.

How can I say thanks for the things
You have done for me?
Things so undeserved yet you gave
To prove your love for me
The voices of a million angels
Could not express my gratitude
All that I am, and ever hope to be
I owe it all to thee

To God be the glory, to God be the glory
To God be the glory for the things he has done
With his blood he has saved me
With his power he has raised me
To God be the glory for the things he has done

Just let me live my life and
Let it be pleasing Lord to thee
And if I gain any praise, let it go to Calvary
With his blood he has saved me
With his power he has raised me
To God be the glory for the things he has done

(My Tribute, Andrae Crouch)


Comments

One response to “My Tribute”

  1. makasih ya renungannya pagi hari ini..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *