Tag: Servant’s Life

  • My Tribute

    My Tribute

    Saudara, pernahkah Anda ditolong oleh seseorang sampai-sampai rasanya Anda merasa ucapan terima kasih saja bahkan tidak cukup? Anda merasa harus melakukan sesuatu untuk orang itu, kalau tidak rasanya ada yang kurang. Jika Anda pernah mengalaminya, kebaikan sehebat apa yang menggugah Anda hingga pernah mengalami pengalaman seperti itu?

    Mungkin pertanyaan di atas akan membuat kita berpikir cukup lama. Rasanya di dunia ini, kita sudah sangat jarang menemukan kebaikan yang begitu berkesan dalam hidup kita. Namun, ada sebuah kisah tentang orang-orang yang pernah ditolong dan akhirnya mengabdikan hidupnya kepada pribadi yang menolongnya.

    Izinkan saya menceritakan kisah yang tercatat dalam Roma 15:22-33 dengan kata-kata saya sendiri…

    Setelah pelayanan yang berkembang dan cukup settle di Korintus, Paulus tiba-tiba saja membuat sebuah pengumuman untuk mengakhiri pelayanannya di Korintus dan mengunjungi Roma setelah sekian lama harapan itu (Rom.1:13) terhalang untuk dilakukannya. Sebenarnya halangan itu tidak lah terlalu berarti. Kapan pun jika Paulus ingin mengunjungi Roma, hal itu bisa dilakukannya. Tapi… ah dasar Paulus, bebannya yang besar untuk berfokus melayani orang-orang non Yahudi membuatnya tidak sempat mengunjungi Roma barang sebulan atau bahkan seminggu saja.

    Namun sekarang, pekerjaan pelayanannya di Korintus sudah selesai. Ia berkata bahwa tidak ada lagi tempat kerja di daerah tersebut baginya. Gereja sudah dibangun dan sudah ada orang-orang yang cakap mengajar disana. Tidak seperti gereja-gereja kini yang senang mencuri domba gereja lain demi menambah jemaat dan jumlah persembahan, Paulus sangat anti mencuri domba-domba yang digembalakan dengan baik oleh orang lain (ay.20). Lalu apa selanjutnya? Menjadi gembala di Roma kah? Tentu tidak, karena di Roma pun sudah ada orang-orang yang mengajar dengan baik. Sebagai seorang yang visioner dan bersemangat untuk memberitakan Injil, sudah pasti ia ingin menjelajahi tempat yang baru. Tentu saja, kerinduan dan impiannya itu terbang ke Spanyol. Mengapa Spanyol? Karena, pada zaman itu Spanyol dipercaya adalah ujung bumi, tempat terjauh yang bisa dicapai Paulus untuk menyebarkan Injil ke seluruh dunia. Betapa ‘ambisiusnya’ Paulus, ia sangat bercita-cita menjadi pembawa Injil sampai ke seluruh dunia.

    Akan tetapi ada satu hal yang harus Paulus lakukan terlebih dahulu pada waktu itu, yaitu mengantarkan bantuan berupa uang seperti yang pernah Paulus khotbahkan kepada jemaat di Korintus (1Kor.16:1-4). Bantuan uang tersebut berasal dari Makedonia dan Akhaya–gereja non Yahudi–seperti yang tercatat dalam 2Kor.8-9.

    Kelihatannya, ini sesuatu yang biasa dan memang seharusnya dilakukan oleh orang Kristen untuk membantu sesama. Akan tetapi, Paulus memandang persembahan mereka dari sudut pandang yang lain. Persembahan itu bukan untuk membuktikan kasih mereka, melainkan ungkapan syukur. Pasalnya, orang-orang non Yahudi berhutang kepada orang Yahudi sehingga mereka bisa mengenal Kristus. Persembahan itu pun menjadi ucapan terima kasih karena akhirnya mereka dapat menemukan indahnya kasih Kristus yang tidak terukur oleh harta berapa pun.

    Tapi lagi-lagi dasar Paulus memang tidak ada kapoknya. Padahal sudah tahu kalau di Yerusalem ia pasti akan ditindas, tapi ia masih saja ingin kesana. Tanpa malu, Paulus pun meminta dukungan doa oleh jemaat Roma agar ia dilindungi dari orang-orang yang tidak percaya di Yudea ketika menuju ke Yerusalem. Paulus sendiri bahkan tidak yakin apakah ia akan bisa keluar dengan selamat dari Yerusalem (Kis.20:22).

    Cerita pun bersambung dan sekarang kita bisa harap-harap cemas. Semoga saja harapannya untuk mengunjungi Roma dan memulai pelayanan di Spanyol dapat tercapai.


    Kira-kira dari kisah ini, apa hal yang dapat kita pelajari?

    Kecintaan Paulus terhadap Injil Kristus membuatnya rela meninggalkan setiap kenyamanan. Pelayanannya di Korintus sebenarnya sudah cukup settle. Walaupun Paulus seorang pemimpin gereja dan pengkhotbah besar, dia tidak berusaha menguasai dan membangun di atas dasar yang sudah diletakkan orang lain. Potensi untuk menjadi terkenal tidaklah ia ambil. Kenyataan bahwa Spanyol merupakan tempat yang jauh, tidak membuatnya menyerah untuk pergi demi pemberitaan Injil dapat diberitakan sampai ke seluruh dunia. Tidak hanya itu, ia juga rela pergi ke Yerusalem sekalipun ia tahu bahwa disana akan ada orang-orang yang tidak senang akan keberadaannya. Dan, ternyata memang demikian (Kis.22-26). Perjalanan Paulus selama di Yerusalem memang tidak mudah. Di sana dia di sidang dan akhirnya sampai di Roma sebagai tahanan.

    Saya juga terkesan dengan bagaimana kesatuan tubuh Kristus itu benar-benar dihayati oleh jemaat di Makedonia dan Akhaya. Jikalau kita membaca 2Kor.8 maka kita akan melihat bahwa sebenarnya mereka bukanlah jemaat yang hidup berkelimpahan. Akan tetapi mereka mau memberi bahkan melebihi kemampuan mereka sendiri. Inilah suatu bukti bahwa ucapan syukur atas pengenalan terhadap Kristus seharusnya melebihi kenikmatan harta duniawi dan kenyamanan hidup kita.

    Dari contoh apa yang dilakukan Paulus dan jemaat Makedonia serta Akhaya, kita dapat belajar bahwa respon hidup yang memuliakan Allah adalah mengesampingkan ke-aku-an. Dalam buku Merupa Hidup dalam Rupa-Nya yang ditulis oleh Pdt. Yohan Candawasa, dikatakan bahwa seseorang yang menjadikan kepuasan, kesenangan, dan kebahagiaan sebagai yang utama dalam kehidupannya adalah orang yang sedang menjadikan dirinya sendiri sebagai ‘Tuhan’. Ketika kita mencari semua itu dan Tuhan berkata tidak, kita akan dengan mudah terbawa dalam kekecewaan yang sangat dalam. “Namun pengalaman pahit itu mutlak perlu demi mengalami Allah dengan benar. Maka kita harus dengan kesadaran menyusuri jalan yang gelap dan penuh pergumulan ini demi mencapai tataran rohani yang lebih tinggi.”

    Apakah pelayananmu saat ini menuntutmu untuk hidup menderita? Ditindas, melarat, dihina, diejek, tidak nyaman, mungkin itu menjadi makanan sehari-hari para pelayan Kristus. Akan tetapi, kita harus ingat bahwa kasih kepada Allah menuntut kita meninggalkan ke-aku-an.

    Mengikuti Kristus memang tidak mudah, bahkan C.S. Lewis pernah berkata, “Jika anda mencari agama untuk hidup yang aman dan nyaman, jelas saya tidak akan merekomendasikan Kekristenan untuk anda.” Akan tetapi renungkanlah perkataan ini, “Kristus mati di salib tanpa memiliki suatu apa pun, bahkan Bapa-Nya pun tidak menghiraukan-Nya.”

    Sekalipun kita tidak pernah dapat berhasil membalas kebaikan Allah di dalam hidup kita, setidaknya kita dapat meresponi kebaikannya dengan hidup seturut dengan kehendak-Nya. Bagi Paulus, Spanyol adalah ‘ujung bumi’ tempat dimana ia melakukan kehendak Kristus agar nama Tuhan semakin dikenal. Sekarang, dimana kah ‘ujung bumi’ kita? Biarlah kehendak Kristus juga kita bawa sampai ke ‘ujung bumi’ kita.

    How can I say thanks for the things
    You have done for me?
    Things so undeserved yet you gave
    To prove your love for me
    The voices of a million angels
    Could not express my gratitude
    All that I am, and ever hope to be
    I owe it all to thee

    To God be the glory, to God be the glory
    To God be the glory for the things he has done
    With his blood he has saved me
    With his power he has raised me
    To God be the glory for the things he has done

    Just let me live my life and
    Let it be pleasing Lord to thee
    And if I gain any praise, let it go to Calvary
    With his blood he has saved me
    With his power he has raised me
    To God be the glory for the things he has done

    (My Tribute, Andrae Crouch)

  • The Gift of Art (part 2)

    The Gift of Art (part 2)

    Lanjutan dari Part 1

    CHAPTER 3 – THE IDOLATRY OF AARON: THE MISUSE OF ART

    Keluaran 32 menceritakan bagaimana seni melenceng dari tujuannya semula (for glory and beauty). Harun bukan hanya menyalahgunakan karunianya untuk berbicara ketika memproklamasikan allah lain yang dibuatnya, tetapi dia juga menyalahgunakan musik dan nyanyian sebgai sebuah bentuk seni yang dipersembahkan pada allah palsu.Hal ini membuktikan bahwa seni memang dapat digunakan untuk kemuliaan Allah seperti yang dilakukan Bezaleel, tapi seni juga dapat digunakan untuk membuat berhala. Berhala berarti segala bentuk pemujaan pada benda-benda yang dapat dibuat di dunia ini melebihi Sang Pencipta.

    Lalu bagaimana dengan 10 perintah Allah yang ke-2 yaitu, “Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun…”? Apakah ini artinya seniman dilarang untuk membuat karya seni pahat? Kata “apapun” yang dimaksudkan disini adalah allah-allah lain yang sering menguji iman orang Israel seperti pemujaan pada bintang, planet, dewa-dewa langit (Ul. 4:19), Baal, Asytoret, Leviathan, dsb. Hal yang seharusnya menjadi fokus utama perhatian kita sebagai seniman adalah objek yang disembah atau tujuan mengapa karya seni itu diciptakan. Disini kita perlu belajar bahwa suatu karya seni dikatakan berhala tergantung dari kegunaannya (content or meaning), bukan dari bentuknya (form). Lembu emas yang dibuat Harun tentu berbeda dari 12 ekor kerbau tembaga di 2 Tawarikh 4:4.

    Lebih mudah bagi seorang seniman dibandingkan audience untuk membedakan content dan form atau nilai aesthetic dan religious dalam sebuah objek seni. Namun seringkali seniman dituntut oleh audience untuk menghasilkan karya yang dapat disalahgunakan dan memuaskan keinginan daging saja. Harun adalah contoh yang buruk bagi para seniman. Dia adalah orang yang dipanggil dan dipakai Allah menjadi juru bicara bagi Musa bahkan juga dipercayakan menjadi seorang Imam. Tapi mengapa dia membuat patung lembu emas itu? Jawabannya sederhana, dia menyerah pada tuntutan umat. (Kel. 32:22-24). Harun menyalahkan umat ketika Musa mempertanyakan keputusannya membuat patung lembu emas. Kesalahan Harun bukanlah karena dia membuat patung itu, tapi karena dia tidak peduli dengan umat Allah, bangsa Israel yang sedang menuju kebinasaan karena tuntutan mereka yang buta.

    And Moses said to Aaron, ‘What did this people do to you that you have brought a great sin upon them? (Ex 32:21).

    Integritas Kekristenan terhadap seni saat ini sering kali dipengaruhi oleh permintaan pasar (Misalnya: pornografi, lagu-lagu yang memiliki makna tidak mendidik, dsb). Seorang seniman harus peduli dengan audience-nya agar tidak merusak dan mendatangkan dosa kepada audience lewat content seni yang salah. Seniman Kristen harus menghasilkan karya seni yang berisi nilai kebenaran Firman Tuhan. (perhatikan bahwa nilai Kristiani adalah sesuatu yang dapat diterima semua orang termasuk non-believer [misalnya nilai kasih, kejujuran, kekeluargaan, dsb], intinya nilai Kristiani tidak pernah bersifat tidak berguna).

    CHAPTER 4 – THE WORK OF BEZALEL: ART IN THE BIBLE

    Dalam pembuatan tabernakel, kita dapat melihat berbagai macam seni seperti abstrak, representasional, dan simbolik yang dapat dipakai untuk kemuliaan Allah.

    Abstract Art
    Seni abstrak disini bukanlah seperti lukisan abstrak karya Jackson Pollock, tetapi suatu karya seni yang tidak merepresentasikan apapun kecuali dirinya sendiri (misalnya: gunung, bunga, dll). Tabernakel dan bait suci adalah seni abstrak. Dalam 1 Raja-raja 7:15-22, tiang-tiang tembaga raksasa setinggi 33,5 kaki dan berdiameter 5,5 kaki ini adalah sebuah contoh dari seni abstrak. Tiang-tiang ini tidak punya fungsi secara arsitektur, tiang-tiang ini dibuat hanya karena Allah mengatakan bahwa tiang-tiang ini harus ada disana untuk keindahan, begitu juga jala-jala dan kawat-kawat berpilin (ay.17)
    Akan tetapi, tiang-tiang ini bukanlah sesuatu yang tidak punya makna. Seperti nama-nama yang diberikan pada ke-2 tiang ini, ”Yakhin” yang berarti ”Allah membangun” dan ”Boaz” yang berarti ”Dia datang dengan kekuatan”. Ke-2 tiang ini tidak merepresentasikan Allah, tapi mengilustrasikan pekerjaan Allah, yaitu bagaimana Dia membangun dan Dia datang dengan kuasa. Seni abstrak dapat merepresentasikan kuasa, kekuatan, keindahan, kemuliaan, dan makna lainnya.

    Representational Art
    Tiang Yakhin dan Boaz memiliki ukiran buah delima dan bunga bakung, kelopak kandil dari bunga badam (Kel. 33:25), “laut” tuangan dengan gambar buah labu, papan penutup kereta penopang dengan singa, lembu, dan kerub (1 Raja. 7:27-28). Jelas bahwa seni representasi juga diterima oleh Allah. Tanpa model dan pola, Allah telah menciptakan segalanya, warna, bentuk, struktur, hukum geometri, bentuk binatang berdasarkan kehendak-Nya (Wah. 4:11). Allah adalah seniman abstrak yang orisinal. Entah itu struktur atom, amoeba, bunga, tubuh manusia, molekul DNA, kita dapat menemukan kreativitas Allah dalam semua detil ciptaan-Nya (Maz. 104).

    Namun ironisnya, seringkali kita mengabaikan keindahan ciptaan Allah karena menganggapnya sebagai sesuatu yang biasa. Sehingga salah satu fungsi seni seharusnya adalah meningkatkan kesadaran kita akan keindahan ciptaan Allah. Caranya adalah dengan mengangkat objek sehari-hari, mengeluarkannya dari konteks yang mainstream untuk menunjukkan nilai dan nature sejati dari objek tersebut ke dalam karya seni. Bunga kembang sepatu adalah bunga yang biasa saya temukan dimana-mana, tapi hingga saya melihat sebuah lukisan bunga tersebut, saya baru menyadari dan menghargai keindahannya, warnanya yang cerah terang, dan teksturnya yang lembut.

    Selain objek-objek alam seperti tumbuh-tumbuhan, buah, binatang, terdapat juga objek supranatural seperti kerub di dalam desain tabernakel dan bait suci. Seni representasi sudah jelas Alkitabiah tetapi yang membedakan seni yang dibuat oleh Bezaleel dan pelanggaran 10 perintah Allah yang ke-2 adalah apa yang ingin Tuhan tunjukkan pada manusia, bukan apa yang diciptakan manusia; Allah yang dimuliakan bukan manusia yang dimuliakan.

    Symbolic Art
    Sebuah seni dapat dipuji karena keindahannya dan pesan yang disampaikannya. Kita dapat melihat contoh desain tabut perjanjian: sebuah peti kayu dengan panjang kira-kira empat kaki; lebar serta tinggi dua kaki; dan di dalamnya terdapat buli-buli emas berisi manna, tongkat Harun yang pernah bertunas, juga loh-loh batu yang bertuliskan perjanjian (Ibr. 9:4). Kemudian penutupnya yang disebut tutup pendamaian terbuat dari emas murni dan dua kerub yang saling berhadapan melihat tutup pendamaian tersebut (Kel. 25:17-21).

    Setahun sekali, pada hari raya pendamaian (Yom Kippur) akan ada seorang imam yang masuk ke dalam tempat kudus itu (tempat tabut perjanjian diletakkan) dan memercikan darah lembu jantan korban persembahan ke tutup pendamaian untuk menghapus dosa umat (Im. 16). Apa arti dari semua kerumitan ini? Jawabannya adalah Injil. Misteri keselamatan dan pendamaian antara manusia dan Allah digambarkan di dalam tabut perjanjian. Taurat Allah yang dilanggar oleh manusia, disucikan oleh darah penebusan, kerub yang memandang ke bawah dan tidak melihat taurat Allah tetapi darah yang menutupi segala dosa. Simbolis ini melambangkan Yesus Kristus yang menebus dosa dunia (Ibr. 9:11-14).

    Begitu juga dengan artifak-artifak pada Perjanjian Lama seperti laut tuangan yang ditopang oleh 12 lembu sebagai simbol baptisan, meja roti sajian sebagai lambang komuni kudus, jubah imam Harun dengan 12 batu yang bertuliskan nama ke-12 suku yang artinya tercatat di Keluaran 28:29.

    Seni memiliki kapasitas untuk mengkomunikasikan sebuah ide dengan kaya dan indah, bahkan pesan Injili. Akan tetapi simbol dalam seni juga dapat disalahgunakan, karena itu seorang Kristen harus dapat menguji apakah pesan-pesan yang terkandung di dalam sebuah objek seni itu sudah sesuai dengan Firman Tuhan?

    Seni dan Budaya
    Seni dalam 10 perintah Allah bukanlah sesuatu yang sakral. Walaupun arti dan kegunaannya sakral, tetapi seni tidak boleh dianggap terlalu sakral sehingga mampu membatasi ketidakterbatasan Allah. Salomo paham sekali akan hal ini (1 Raja. 8:27).

    Sebuah kisah lainnya tentang seniman yang pernah dicatat dalam Alkitab adalah orang Sidon. Bahkan Salomo mengakui kemampuan mereka ketika ia ingin membangun bait suci (1 Raja. 5:6). Walaupun orang Sidon bukanlah umat pilihan Allah (1 Raja. 11:5), tapi kita dapat melihat bahwa concern pertama Salomo yang ingin membangun bait suci adalah masalah kemampuan.

    Raja Tirus, orang Sidon kemudian mengirimkan Hiram / Huram Abi kepada Salomo. Hiram adalah seorang anak janda dari suku Dan (1 Raja. 7), dia pasti mengetahui tentang Allah Israel melalui ibunya. Namun, dididik dalam lingkungan Sidon yang menyembah berhala pastinya membuat Hiram lebih familiar dengan seni dan arsitektur bangunan Sidon yang sarat dengan berhala. Dicatat pula selain Hiram, Salomo melibatkan orang-orang asing dalam pekerjaan ini sebagai kuli dan mandor (2 Taw. 2:17-18). Namun menarik bahwa Tuhan senang dengan bait suci ini, tujuan bait suci ini dibangun untuk memuliakan Allah tercapai (2 Taw. 7:12-16).

    Ini merupakan suatu poin yang penting bagi seorang seniman Kristen. Walaupun ada seniman yang bukan orang Kristen, bukan berarti bahwa karyanya tidak boleh dinikmati atau dipelajari oleh seorang Kristen. Picasso memang bukanlah orang Kristen, tapi bukan berarti dia seniman yang payah dan karyanya tidak perlu dikagumi. Cara berpikir seperti itu membuat kita menganggap seni adalah sesuatu yang sakral dan seni menjadi kehilangan esensinya. Lebih tepatnya, setiap karya seni harus diamati dan dikritisi sebaik mungkin lewat kacamata Firman Tuhan.

    Seni adalah karunia dari Allah, sebuah aspek berharga dalam kehidupan manusia, dibuat oleh manusia berdosa yang butuh diselamatkan. Demi tujuan keindahan, seorang Kristen boleh pergi kepada “orang Sidon”.

  • Wasiat Kepada Pelayan Kristus

    Wasiat Kepada Pelayan Kristus

    Bayangkan Anda sebentar lagi akan meninggal dunia, kira-kira apa yang ingin Anda katakan kepada pasangan, anak, dan cucu Anda? Biasanya kata-kata atau nasihat terakhir atau wasiat yang biasa kita sebut, isinya adalah sesuatu yang sangat penting untuk didengar. Karena seseorang yang akan pergi, hanya punya satu kesempatan itu saja untuk berbicara terakhir kalinya.

    Apa isi nasihat terakhir Paulus sebelum dia pergi meninggalkan jemaat Efesus? Inilah yang akan kita bahas dalam Kisah Para Rasul 20:17-35. Saya menyusunnya dalam bentuk narasi dialog sehari-hari dengan memposisikan pembaca sebagai para penatua jemaat Efesus.


    Narator:

    “Ya, Bapak-bapak dan Ibu-ibu penatua jemaat Efesus, saat ini, saya sebagai utusan dari Bapak Paulus ingin mengajak kita semua untuk pergi ke suatu kota bernama Miletus. Karena Bapak kita yang terkasih, Paulus memiliki suatu hal yang sangat ingin ia sampaikan kepada kalian sebelum ia pergi melanjutkan perjalanan misinya. Mari kita sambut dia, Paulus.”

    Paulus:

    “Shalom saudara-saudaraku yang terkasih, sebelumnya aku meminta maaf kepada kalian semua karena aku tidak sempat pergi ke kota Efesus, kota tempat tinggal kalian, sampai-sampai kalian yang harus datang jauh-jauh kemari. Saat ini aku sebenarnya sedang terburu-buru pergi ke Yerusalem, karena aku harus sampai disana di hari Pentakosta (sekitar 30 hari lagi dimulai dari sekarang, hari raya paskah – ay.6). Sebenarnya bisa saja aku ke Efesus mengunjungi kalian langsung, tapi aku tidak yakin aku akan keluar dengan mudah mengingat banyak orang-orang yang membenciku disana. Jadi mohon maaf sekali lagi kalau jadi merepotkan kalian, karena memang saat ini ada hal yang sangat penting aku sampaikan kepada kalian sebelum aku pergi.

    (17-19)

    Saudara-saudaraku, aku bersyukur ketika aku bisa bertemu dan melayani kalian semua. Kalian masih ingat kah dengan kedatanganku ke Asia, ketika pertama kali aku menginjakkan kakiku ke Efesus sekitar 3 tahun yang lalu. Aku baru mengalami suatu masalah di Korintus dan lalu pergi ke Efesus (Kis. 18). Disitulah aku bertemu kalian semua, aku teringat bagaimana aku mengajari kalian di Efesus bersama kedua sahabatku Priskila dan Akwila, aku ingat juga kebersamaan kita, sampai-sampai waktu itu kalian tidak tidak mengijinkanku untuk pergi ke Kaisarea. Lalu momen-momen ketika aku mengajari kalian di ruang kuliah Tiranus selama 2 tahun, lalu peristiwa dengan anak-anak Skewa, Demetrius, dan demo di gedung kesenian Efesus hingga akhirnya aku pergi ke Makedonia. (Kis. 19)

    (19-21)

    Tidak terasa sudah 3 tahun aku mengenal kalian dan sudah beberapa bulan ini kita tidak bertemu. Ada begitu banyak air mata, penderitaan, dan berkali-kali lolos dari pencobaan pembunuhan oleh orang-orang Yahudi yang tidak suka padaku. Itulah yang kulalui selama 3 tahun ini demi melayani kalian. Aku bersyukur bisa melihat buah dari pelayananku, yaitu orang-orang percaya seperti kalian dan jemaat lainnya di Efesus yang tidak bisa datang kemari, sesudah aku mengajarkan baik-baik kebenaran Injil Kristus, di tempat-tempat umum, ruang kuliah Tiranus, maupun di persekutuan rumahan.

    (22-23)

    Tapi sebentar aku akan pergi ke Yerusalem. Aku sadar ada visi yang sangat jelas bahwa Roh Kudus menuntun ku kesana. Jujur sebagai manusia, rasa khawatir pasti ada. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi disana pada diriku selain hal-hal yang biasa aku alami seperti aniaya dan penjara. Tapi mungkin saja aku mengalami apa yang Kristus alami di Yerusalem, perjalanan terakhir-Nya. Mungkin saja Yerusalem juga adalah kota terakhir yang kunjungi. It means, kita tidak akan bisa bertemu lagi.

    (24)

    Aku khawatir dan takut, tapi aku tidak peduli dengan nyawaku dan dengan apa yang akan terjadi pada masa depanku, karena aku ingin mengakhiri hidupku dengan baik. Aku tidak ingin hidupku diakhiri dengan sia-sia saja. Kerinduanku adalah aku bisa mati di tengah mengerjakan tugas yang Tuhan berikan padaku, yaitu mengabarkan Injil. Cukup itu saja keinginanku.

    (25-27)

    Karena itulah mungkin di Yerusalem, aku akan mati dibunuh dan tidak bisa lagi keep in touch dengan kalian, mengajari kalian, dan menguatkan iman kalian di Efesus. Tapi aku berani mendeklarasikan bahwa hari ini hutangku kepada Efesus, kota yang penuh dengan berhala itu sudah lunas kubayar dengan ajaran-ajaranku selama 3 tahun ini dan dengan kehadiran kalian sebagai buktinya, para penilik, orang-orang yang Tuhan percayakan tugas untuk menggembalakan jemaat Efesus. Ya mungkin memang tidak semua orang di kota Efesus sudah bertobat, tapi aku sudah berjuang untuk memberitakan Injil kepada mereka walaupun mereka menolak.

    (28-30)

    Selanjutnya aku serahkan kepada kalian, jagalah kawanan domba, jemaat Efesus yang seharga dengan nyawa Kristus itu sendiri. Mereka dipercayakan oleh Allah kepada kalian. Aku peringatkan, jaga mereka baik-baik! Karena aku tahu, aku melihat dengan yakin dari penyataan Roh Kudus, bahwa setelah aku pergi akan ada orang-orang yang berusaha menyesatkan kalian dengan ajaran-ajaran palsu. Bahkan di antara kalian sendiri akan ada yang menyesatkan jemaat-jemaat lainnya.

    (31-32)

    Kalau saat ini, kalian mungkin merasa diri kalian fine. Tidak ada masalah, kalian adalah orang percaya yang taat, tapi siapa yang tahu? Mungkin nanti kalian akan terpengaruh oleh ajaran sesat yang lebih menggiurkan daripada harus menderita mengikuti Kristus? Mungkin kalian tidak tahan dengan penderitaan ini dan akhirnya memutuskan untuk meninggalkan iman? Who knows? Karena itu ingatlah aku sudah mencucurkan air mataku dan bertahan di dalam penderitaan selama 3 tahun lamanya demi melayani kalian. Bahkan aku siap mati di Yerusalem asalkan aku bisa mati di tengah tugasku sebagai pelayan Kristus. Jangan sekali-sekali meninggalkan imanmu! Sebenarnya dengan sangat berat hati aku harus meninggalkan kalian, tetapi aku percaya bahwa Allah yang mengutus aku pergi, maka Dia juga berkuasa membangun jemaat di Efesus dan memberi kalian anugerah keselamatan itu bagi kalian yang percaya dan bertahan hingga akhir.

    (33-34)

    Aku harap kalian juga belajar dari aku, contohlah aku yang tidak mengharapkan materi, kekayaan, emas, perak, pakaian dari siapapun juga dalam pelayananku. Di tengah kesibukan pelayanan, aku bekerja sebagai pembuat tenda untuk menghidupi diriku secara mandiri, bahkan aku juga membiayai keperluan teman-teman sepelayananku. Bukan semuanya untuk diriku.

    (35)

    Lewat sharing pengalaman hidup dan nasihat-nasihat terakhir ini, aku harap kalian semua bisa melayani dengan tulus hati tanpa mengharapkan persembahan kasih dalam pelayanan kalian para penilik, bermurah hati kepada jemaat maupun orang belum percaya yang butuh pertolongan kita, dan melayani Tuhan dengan giat seperti kerinduan yang sudah ku sharing-kan kepada kalian. Yesus sendiri pernah mengatakannya, “Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.”


    Berakhirlah narasi tersebut di sini. Kira-kira apakah yang bisa kita pelajari dari narasi ini? Renungkanlah: WASIAT

    1. Wafat demi Kristus

    Seorang pengkhotbah pernah berkata, “Kita tidak akan mampu menyerahkan hidup kita kepada Tuhan sepenuhnya jikalau kita belum rela mati bagi-Nya.” Jika memikirkan baik-baik kalimat ini, rasanya radikal sekali tetapi juga masuk akal sekali. Bagaimana mungkin kita bisa menyerahkan hidup kita kepada Tuhan jikalau untuk melepaskannya saja kita tidak mau? Tidak usah terburu-buru sampai menyerahkan hidup jika untuk waktu, uang, dan kenyamanan hidup saja tidak mau kita lepaskan. Saya terkesan dengan Paulus yang begitu rindu untuk mati di tengah-tengah mengerjakan tugas mulia yaitu mengabarkan Injil. Ketika melayani Tuhan, apakah kita juga adalah orang-orang yang mau mati-matian, tidak peduli dengan materi, kuasa, prestise bahkan nyawa kita sendiri seperti Paulus?  Are you ready to die for Christ?

    1. Astaga! Tenyata aku punya hutang!

    Akronim kali ini kelihatannya agak memaksa. Tapi inilah yang seringkali saya ucapkan ketika baru teringat bahwa saya pernah berhutang pada orang lain dan belum lunas. Seringkali kita lupa pernah berhutang kepada orang lain, tapi berbeda dengan Paulus. Paulus tahu benar bahwa dirinya berhutang kepada semua orang. Hutang apakah itu? Hutang untuk mengabarkan Injil (Rom.1:14). Apakah kita juga sadar bahwa sebagai seseorang yang sudah menikmati kasih Allah, kita pun juga adalah orang yang berhutang kepada mereka yang belum merasakannya?

    1. Selalu Taat

    Beranikah kita tetap taat pada panggilan Allah walaupun, masa depan kita masih blur jika kita taat? Panggilan Allah tidak selalu clear, seperti Abraham yang Allah panggil ke tempat yang dia sendiri tidak tahu ada dimana dan seperti apa (Ibr.11:8). Leap of faith di dalam game Assassin’s Creed adalah sebuah mini objective dengan melompat dari tower yang sangat tinggi tanpa perlindungan apapun yang dipakai dan mendarat di dasar (entah di tumpukan jerami, air, atau apapun itu). Di dalam hidup kita, terkadang kita pun juga harus belajar melakukan leap of faith, khususnya saat Tuhan memanggil kita tanpa kita tahu akan seperti apa masa depan kita. Tapi kita bisa percaya bahwa God is too wise to be mistaken, God is too good to be unkind.

    1. Ingat Mereka

    Kisah Alkitab bukanlah isapan jempol belaka, Stefanus, dan rasul-rasul lainnya adalah tokoh-tokoh nyata yang mati demi Injil. Setelah mereka pun, darah kaum martir terus tercurah menyirami jalan salib sehingga kita dapat mendengarkan berita Injil. Orang-orang di sekitar kita, guru sekolah minggu yang dengan sabar mengajar kita waktu kecil, pendeta dan mungkin pemimpin kelompok kecil kita juga adalah orang-orang yang berkorban agar kita dapat dilayani dan menjadi murid yang sejati. Apakah kita mengingat mereka yang berjuang demi melayani kita? Mereka yang mengucurkan darah (para martir), keringat, mengalami penolakan oleh orang-orang terdekat, kehilangan, dan miskin karena melayani kita. Kiranya mereka selalu memotivasi kita dalam mengerjakan pelayanan ini. (Ibr.13:7)

    1. Ancurkan ego mu

    Satu lagi akronim yang terkesan maksa demi terbentuknya kata WASIAT. But it’s okay. So… Kita dapat membaca dari narasi bahwa Paulus tidak selfish bekerja untuk memperkaya diri sendiri (Fil. 4:11-13), dia juga tidak mau membebankan orang lain untuk mencukupi kebutuhan hidup Paulus selama dia melayani tanpa imbalan (1 Tes. 2:9). Tidak hanya itu, Paulus juga memikirkan kebutuhan teman-teman sepelayanannya di tengah kekurangannya. Apakah kita sudah peduli satu sama lain dengan teman-teman sepelayanan kita yang kesusahan? Bersatulah untuk saling membangun dengan menjadi orang-orang yang selfless (bukan selfish).

    1. Teladan yang Hidup

    “Menjadi sombong itu alami, menjadi rendah hati perlu perjuangan keras.”, kata seorang pengkhotbah yang saya kagumi. Tapi saya tetap saja tidak tahan berlama-lama dengan seseorang yang menunjukkan kesombongannya dengan terang-terangan melalui perkataannya. Apalagi jika kita tahu bahwa apa yang dikatakannya tidak sesuai dengan kenyataannya. Melihat Paulus yang begitu berani berkata, tirulah aku, contohlah aku (Fil. 4:9), Paulus bukan sedang membual dan menyombongkan diri, tapi memang yang dia katakan adalah kenyataannya. Kiranya ketika kita juga sedang menuntun dan mengajari orang-orang yang kita gembalakan, itu semua bukan hanya sebatas pemuasan eksistensi diri saja, tapi mereka juga boleh melihat bahwa apa yang kita ajarkan itu sudah sesuai dengan kesaksian hidup kita juga.

    Radikal? Memang, coba saja lihat mereka yang disebut Kristen dalam Alkitab memanglah murid-murid yang radikal. Mati demi Kristus? Ew, rasanya berat sekali pembahasannya, penuh dengan penderitaan, dan mudah diucapkan di mulut tapi belum tentu siap jika harus melakukannya sekarang juga. Tapi ingatlah juga bahwa Allah ada untuk kita dan menyertai kita mengerjakan WASIAT ini.

    “Suffering is unbearable if you are not certain that God is for you and with you.” – Tim Keller


    (Ditulis saat mempersiapkan sharing Firman Persekutuan Doa Kantor Perkantas Jakarta tanggal 10 Juni 2016)