ASA: Akhiri Serta Allah

Kisah Raja-Raja di dalam Alkitab mungkin sudah sering kita dengar. Kisah Raja Saul yang adalah raja pertama bangsa Israel, kisah Raja Daud yang memenangkan pertempuran demi pertempuran, kisah Raja Salomo yang begitu bijaksana, dan lain sebagainya. Namun, mungkin kita tidak terlalu familiar dengan kisah raja-raja setelahnya.

Raja Asa mungkin adalah salah satunya. Siapa Raja Asa? Mungkin sebagian dari kita belum pernah mendengar kisahnya atau bahkan namanya. Kisahnya sangat menarik untuk dipelajari dan mungkin membuat kita terheran-heran, mengapa seorang yang demikian bisa berubah drastis hidupnya. Alkitab mencatat kisahnya yang terbagi menjadi dua fase. Fase pertama adalah “Seorang Raja yang Bersandar Hanya Kepada Tuhan”. Fase kedua adalah “Seorang Raja yang Mengandalkan Kekuatannya Sendiri”

Mari kita membaca fase pertama kisahnya di 2 Tawarikh 14-15

Seorang Raja yang Bersandar Hanya Kepada Tuhan

Pada kala itu, dalam kisah raja-raja setelah Salomo, kita jarang sekali mendengar kisah seorang raja yang taat kepada Allah, tidak menyembah berhala, menggunakan kekuasaan dengan bijaksana, dan pemerintahannya diberkati Tuhan. Hampir semua raja setelah Salomo yang dicatat dalam kitab Raja-Raja maupun Tawarikh, semuanya berlaku jahat dan menyesatkan umat dengan menyembah berhala. Akan tetapi dalam 2 Tawarikh 14-15 ini, kita seakan kembali mendengar kisah-kisah heroik seorang raja yang mengingatkan kita kepada Raja Daud.

Asa namanya, dia adalah seorang putra mahkota yang meneruskan pemerintahan ayahnya, yaitu Raja Abia di kerajaan Yehuda (14:1). Alkitab mencatat track record-nya dengan begitu luar biasa. Bahkan dalam permulaan kisahnya, dicatat bahwa dia melakukan apa yang baik dan benar di mata Tuhan, Allahnya (14:2). Apa yang dia lakukan? Dia menghancurkan semua mezbah asing, bukit-bukit pengorbanan untuk ritual-ritual penyembahan berhala dengan cara membunuh bayi mereka sendiri, memecahkan tugu-tugu dan tiang-tiang berhala (14:3). Kemudian dia juga memerintahkan rakyatnya supaya mereka semua mau menyembah Tuhan dan mematuhi semua hukum dan perintah Tuhan (14:4). Alhasil, Tuhan memberkati dia dengan mengaruniakan keamanan di kotanya dan bahkan dia mampu membangun kota-kota benteng di Yehuda (14:5-6). Tentu, pada zaman itu benteng adalah ukuran kekuatan suatu bangsa, begitu pula dengan tembok, suatu bangsa bisa disebut bangsa hanya jika ada tembok yang mengelilingi kota bangsa itu (14:7). Pasukan-pasukan yang gagah perkasa pun setia berperang di bawah perintah Asa (14:8). Semuanya Tuhan berikan kepada Asa karena dia mencari Tuhan–Allah yang hidup dan tidak seperti allah-allah palsu lain— satu-satunya yang mampu menolongnya. Bahkan Asa diberikan kemenangan yang sangat tidak masuk akal kalau bukan Tuhan yang menyertainya. Mengapa tidak masuk akal? Karena Asa berperang hanya dengan 580.000 orang yang hanya bersenjata tombak, perisai, dan panah. Sedangkan lawannya yaitu Zerah dari Etiopia membawa 1 juta pasukan dan 300 kereta (14:9-10) yang saat itu bisa dibilang penemuan mematikan baru dalam peperangan. Ini tentu tidak masuk akal tapi nyata, kira-kira apa rahasia keberanian Asa?

2 Tawarikh 14:11 “Kemudian Asa berseru kepada TUHAN, Allahnya: “Ya TUHAN, selain dari pada Engkau, tidak ada yang dapat menolong yang lemah terhadap yang kuat. Tolonglah kami ya TUHAN, Allah kami, karena kepada-Mulah kami bersandar dan dengan nama-Mu kami maju melawan pasukan yang besar jumlahnya ini. Ya TUHAN, Engkau Allah kami, jangan biarkan seorang manusia mempunyai kekuatan untuk melawan Engkau!”

Asa pun berhasil memenangkan peperangan secara telak yang secara logika manusia tidak mungkin menang dengan jumlah pasukan yang hanya setengah dari pasukan musuh dan perlengkapan seadanya (12-15).

Ketika kita menghadapi pergumulan hidup, peperangan setiap hari–entah itu mungkin peperangan rohani antara melakukan kehendak Allah dan kehendak diri atau menghadapi suatu kesulitan yang rasanya tidak mungkin kita lewati—sebenarnya hanya ada satu pribadi yang mampu menolong kita dari segala hal yang kita takutkan. Asa membuktikannya ketika dia bergantung penuh kepada Tuhan. Kedamaian dia dapatkan dan saya yakin kedamaian yang dia rasakan bukan hanya ketika kerajaannya aman dan tenteram, tetapi dia juga merasakan kedamaian dalam hatinya karena dia tahu bahwa dia melakukan hal yang benar. Di dunia ini memang hanya ada 2 hal yang saling bertentangan, kedamaian atau kegelisahan. Tidak ada kondisi lain di luar kedua hal tersebut, tidak ada pilihan “biasa saja”. Pertanyaannya adalah, apakah kita mau memilih damai dan bukan rasa gelisah karena memilih melakukan hal yang salah? Berdoalah kepada Tuhan karena hanya Dia yang mampu.

Seorang penulis buku bernama Philip Yancey pernah menceritakan pengalaman buruknya ketika sedang mendaki gunung. Ketika dia sampai di puncak gunung, tiba-tiba saja terjadi badai dan petir menyambar tepat di atas kepalanya berulang-ulang kali. Di puncak gunung tertinggi itu, instruktur pendakian gunung sudah berkata, “Tidak ada yang bisa kita lakukan selain rebah di tanah dan berharap petir itu tidak akan menyambar kita.” Saat itulah Philip Yancey sambil memegang tangan istrinya, merenungkan Tuhan sedang berkata kepadanya, “Diamlah dan ketahuilah bahwa Akulah Allah! Aku ditinggikan di antara bangsa-bangsa, ditinggikan di bumi.” (Mazmur 46:11). Perenungannya ini membawa keyakinannya bahwa Tuhan tetap memegang kontrol di saat segala sesuatu ada di luar control kita.

Kisah Raja Asa berlanjut di pasal 15 dengan sebuah peringatan dari seorang nabi bernama Azarya (15:1). Peringatan ini kira-kira berbunyi seperti ini, “Apabila kamu tetap hidup di dalam Tuhan Allah dan mencari Dia dengan sepenuh hati, maka Tuhan Allah juga akan menyertaimu dan menyatakan diriNya kepadamu yang mencari Dia. Tetapi sebaliknya, apabila kamu meninggalkan Dia, maka kamu juga akan ditinggalkan. Keadaan Israel saat ini sedang kacau karena mereka menyembah berhala. Karena itu, kuatkan hatimu, jangan patah semangat, teruslah setia dan taat kepada Tuhan agar bangsa Yehuda tidak mengalami apa yang dialami oleh Israel dan kamu mendapatkan upah dari Tuhan.” (15:2-7). Raja Asa pun dikuatkan hatinya dan semakin giat menyingkirkan berhala-berhala (15:8). Bahkan sampai orang-orang musuhnya sendiri yaitu kerajaan Israel mau berpihak kepada Raja Asa yang taat kepada Allah mereka (15:9). Mereka bersama-sama beribadah kepada Allah dengan mempersembahkan 700 sapi dan 7000 kambing serta berjanji untuk setia mencari Tuhan atau mereka bersedia dihukum mati (15:10-15). Tidak tanggung-tanggung, Raja Asa bahkan memecat neneknya sendiri dari jabatan ibu suri karena dia membuat patung berhala (15:16). Hati Asa tulus melakukan semua itu sehingga reformasi moral dan spiritualitas dapat terjadi di kerajaan Yehuda (15:17). Artinya, dengan ikhlas bersungguh-sungguh ingin mencari Tuhan, dia mau mempersembahkan yang terbaik bagi Tuhan (15:18). Tuhan pun menganugerahkan kepada-Nya keamanan sampai tahun ke-35 pemerintahannya.

Terkadang pada masa-masa sulit, Tuhan menghibur hati kita, menguatkan kita, dan memberi tahu kehendak-Nya bagi kita lewat orang-orang di sekitar kita. Sama seperti Azarya yang Tuhan utus kepada Asa. Komunitas orang percaya begitu penting, mereka adalah alat yang Tuhan pakai untuk meneguhkan kita. Jangan sia-siakan komunitas, teman-teman kelompok kecil, ataupun mereka yang melayani Tuhan penuh waktu, karena berkomitmen penuh kepada Tuhan bukanlah suatu hal yang mudah. Seperti sebatang lidi yang begitu mudah dipatahkan, tetapi ketika kumpulan batang lidi diikat menjadi satu, tentu sangat sulit untuk dipatahkan. Tuhan mengerti betapa sulitnya kita untuk berkomitmen kepada-Nya karena itu Dia tidak membiarkan kita melakukannya sendirian.

Dua pasal ini yaitu 14-15 menggambarkan Asa yang begitu hebat, seolah-seolah kita melihat Salomo kedua yang kerajaannya begitu kuat dan aman tenteram. Tetapi ironis, Asa tidak mengakhiri hidupnya dengan sebaik dia memulai pemerintahannya. Fase kedua ini menggambarkan Asa yang berubah drastis, dari seseorang yang mempercayai Tuhan sepenuh hati menjadi seseorang yang mengandalkan diri sendiri dan menolak Tuhan.

Seorang Raja yang Mengandalkan Kekuatannya Sendiri

Satu tahun setelah pasal 15 berakhir, Asa mengeluarkan persembahan yang baru saja dia berikan (15:18) untuk diberikan kepada Raja Aram, seorang yang tidak mengenal Tuhan. Apa alasannya? Saya tidak tahu dengan pasti, apakah dia takut kepada raja Israel, yaitu Baesa (16:1). Ataukah Asa memang dibutakan ambisi untuk mengalahkan bangsa Israel. Tetapi yang jelas Asa mengandalkan seorang raja musuh yang tidak mengenal Tuhan (16:2-4) untuk mengalahkan bangsa Israel yang sebenarnya adalah saudaranya sendiri—mengingat ada banyak orang Israel yang mengikuti dia di pasal 15 karena mereka menyembah Allah yang sama. Dia memang berhasil membatalkan rencana Baesa memperkuat Rama agar kekuatan Asa melemah dibatalkan (16:5), tetapi apa yang dilakukannya tentu tidak berkenan di hadapan Allah. Di saat dia menyuruh semua rakyatnya untuk mengangkat batu dan kayu demi semakin memperkuat kerajaannya (16:6), seorang nabi datang kembali. Namanya adalah Hanani, namun tidak seperti Azarya, Hanani menyampaikan berita yang sangat tidak mengenakkan. Katanya, “Karena engkau bersandar kepada manusia dan bukan Tuhan, maka kamu tidak akan dapat mengalahkan kerajaan Aram. Engkau mungkin lupa peperangan melawan Etiopia yang tidak masuk akal itu dapat engkau menangkan karena Tuhan memberikan kemenangan itu kepadamu yang mau mengandalkan Tuhan. Oleh karena itu, keamanan negeri ini tidak akan ada lagi, tetapi mulai sekarang akan ada peperangan.” (16:7-9) Respon Asa sayangnya tidak seperti responnya kepada Azarya. Dia sakit hati dan menyuruh Hanani dipenjara, bahkan dia tidak lagi menjalani tugasnya sebagai raja yaitu melindungi rakyat. Dia justru menganiaya rakyatnya (16:10). Menolak nabi artinya adalah menolak Firman Tuhan. Dan inilah yang dia dapatkan di akhir hidupnya, tiga tahun penuh dengan peperangan dan penyakit pada kakinya. Alih-alih bertobat, dia tetap tidak mau berpaling kepada Allah. Melainkan, dia justru mencari pertolongan kepada tabib-tabib (16:11-12) yang pada saat itu seringkali menggunakan ilmu-ilmu sihir yang dibenci Tuhan Allah. Kemudian dalam waktu dua tahun, dia meninggal (16:13-14).

Kisah Raja Asa sesungguhnya menggambarkan diri kita semua sebagai seorang Kristen yang mengalami jatuh bangun rohani. Kita sebagai seorang Kristen bisa seperti Asa di pasal 14 yang bergantung penuh kepada Tuhan, dan di saat kita mulai goyah kita menjadi kuat lagi karena komunitas yang mendukung dan menguatkan kita seperti Asa yang dikuatkan oleh nabi Azarya di pasal 15, dan kita mungkin bisa jatuh ke titik terendah dalam perjalanan rohani kita seperti Asa di pasal 16 yang gagal mempercayai Tuhan dan komunitas yang Tuhan anugerahkan bagi-Nya.

Belajarlah dari kisah Asa, tanpa Tuhan kita tidak dapat berbuat apa-apa. Berhenti mengandalkan kekuatanmu sendiri dengan melakukan hal yang tidak berkenan di hadapan Tuhan. Tuhan tahu bahwa jalan-Nya adalah yang terbaik dan Dia mengharapkan kita juga bisa mendapatkan yang terbaik itu dengan mengikuti-Nya.

1 Korintus 10:12 “Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!

Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi dengan diri kita nanti dan bagaimana akhir hidup kita. Karena itu, berjaga-jagalah, Akhiri Serta Allah (ASA). Setialah kepada Firman Tuhan dan komunitas-Nya hingga akhir hidup kita. Jangan abaikan segala Firman-Nya entah itu melalui saat teduh, khotbah, maupun teman-teman kita. Sehingga kita dapat terus mempercayai Tuhan kita yang tidak terbatas dan kita tidak lebih percaya kepada diri kita yang terbatas ini.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *