Di Kala Maut Menjemput

Ini adalah kelinci peliharaanku, namanya Philo. Pasangannya bernama Sol (sayangnya, tidak ada fotonya). Mereka telah menjadi teman bermainku di rumah ketika aku duduk di bangku SMP. Namun, sayangnya semua kenangan menyenangkan itu hanya bertahan selama seminggu.

Ketika itu sedang hujan deras disertai petir yang menggelegar. Mereka kuletakkan di atas meja ruang tamuku untuk bermain bersama. Namun, tiba-tiba saja ada suara petir yang sangat keras mengagetkan Philo. Sehingga dia berlari terbirit-terbirit menuju ujung meja dan akhirnya terjatuh ke lantai. Aku tidak akan lupa, saat dimana aku mengambil tubuhnya yang tergeletak di lantai dengan lemah. Tubuh mungilnya itu gemetar ketakutan dan tidak lama kemudian mati.

Beberapa hari kemudian, entah apa penyebabnya, Sol mati. Kata orang-orang di sekitarku, kelinci memiliki suatu ikatan batin dengan pasangannya. Sehingga, jikalau yang 1 mati, maka pasangannya akan cepat menyusul. Rasanya sangat menyedihkan, ketika membayangkan selama masa-masa paska kematian Philo, tidak ada lagi yang bisa dilakukan oleh Sol selain menunggu maut datang menjemputnya.


Mengingat kisah ini, hatiku pilu memikirkan akhir dari kehidupan kita juga sesungguhnya mirip dengan yang dialami oleh Sol, kelinciku. Aku, kau, dan kita semua sedang menunggu maut.

Apa itu maut? Maut artinya mati, baik secara fisik maupun secara rohani dengan mengalami keterpisahan dengan Allah. Pada umumnya, mati adalah sesuatu yang menakutkan dan dihindari. Bahkan tangisan, penyesalan, dan apapun yang kita lakukan tidak akan dapat mengubah kenyataan menyedihkan itu. Kita merasakan kesedihan yang mendalam karena sadar bahwa tidak ada lagi yang bisa kita lakukan untuk membatalkan kematian yang semakin mendekati kita.

Apa benar-benar tidak ada lagi pengharapan?

THE END

Syukurlah tulisan ini masih belum berakhir! Pengharapan itu ada! Lalu apa yang harus kita lakukan?

Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu melihat perbandingan dua orang tokoh yang mirip tetapi sebenarnya sangat kontras. Mereka sama-sama mengerjakan sesuatu dan menghasilkan sesuatu yang berdampak sangat besar dalam sejarah hidup manusia. Tapi, apa yang mereka hasilkan sangatlah berbeda. Merekalah yang menyebabkan dan mencabut maut dalam hidup kita.

Bacalah Roma 5:12-21

Seperti kisah Philo dan Sol, oleh karena dosa yang dilakukan seseorang bernama Adam, maka dia mengalami kematian untuk pertama kalinya. Imbasnya, kita semua juga mengalami kematian sama seperti Adam. Kita hanya dapat pasrah dan tidak dapat memperbaikinya. Kita tidak ingin berbuat dosa agar tidak mengalami maut, tapi kita tidak bisa berhenti berbuat dosa. Kita tidak dapat melawan perbudakan dari keinginan diri kita sendiri yang penuh dengan dosa. Dosa sudah mendarah daging di dalam diri kita sendiri.

Pengharapan seolah muncul dengan adanya hukum taurat. Hukum taurat seakan mampu mengendalikan manusia untuk berhenti berdosa. Akan tetapi, itu pun sia-sia. Pasalnya, kenyataan bahwa manusia adalah makhluk berdosa tidak akan pernah hilang. Bahkan, kenyataan itu sudah ada sejak sebelum hukum taurat itu ada.

Usaha kita untuk mengubah diri yang berdosa adalah sesuatu yang mustahil. Seolah-olah seperti sebuah tangga yang menjulang begitu tinggi, sampai-sampai kita tidak dapat melihat ujungnya. Kita berusaha memanjat, namun ketika jatuh, kita harus memulai kembali dari awal. Tidak peduli sudah seberapa jauh kita memanjat tangga tidak berujung itu.

Pengharapan yang sesungguhnya kemudian datang dalam wujud seorang Adam yang kedua, namanya Kristus. Jikalau yang Adam pertama lakukan adalah pelanggaran dan dosa, maka yang Adam kedua lakukan adalah kebenaran. Jikalau akibat yang disebabkan Adam pertama adalah semua orang jatuh dalam maut, maka Adam kedua membuat semua orang mendapatkan kasih karunia. Jikalau karena satu dosa saja terjadi penghukuman, maka sekarang karena 1 ketaatan terjadi pembenaran. Kristus, Sang Adam kedua telah memperbaiki kesalahan Adam yang sebelumnya.

Syukurlah, akhir dari perikop ini bukanlah ending terburuk seperti yang kita pikirkan sebelumnya. Malahan berakhir dengan sangat indah. Walaupun semakin banyak kita melakukan pelanggaran, kasih karunia Kristus tidak akan pernah habis.

Secara fisik, kita adalah keturunan Adam pertama. Kita mewarisi ketidakberdayaannya dalam menjalani hidup yang sesuai dengan kehendak Tuhan sambil menuju kematian. Adam yang kedua yaitu Kristus, datang memberikan penawaran kepada kita untuk lahir kembali. Demi menjalani hidup yang dari Dia dan untuk Dia sambil menuju keselamatan.

Kita patut berbahagia karena Kristus mau meletakkan kita di dalam tangan-Nya. Tidak hanya itu, Dia mengantarkan kita langsung kepada Allah. Dan, kita tidak perlu berusaha memanjat tangga curam itu lagi.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *