Speak Up The Truth!

Jakarta tidak pernah bermimpi akan mendapatkan pemimpin yang seperti Ahok.

Kebanyakan orang senang dengan Ahok. Bahkan untuk mengumpulkan satu juta KTP (yang dilakukan dua kali) demi mendukung Ahok bukanlah hal yang sulit. Kebanyakan orang tidak perlu berjuang keras untuk memikirkan, mencari, dan merangkai kata-kata manis tentang Ahok.

Namun kata-kata manis bukanlah selalu penanda bahwa kenyataannya juga semanis yang dikatakan.

Sebagai warga yang lahir dan tumbuh besar di Ibukota, terbiasa dengan kehidupan suka dan duka Ibukota, saya diajar untuk peduli serta mendoakan kesejahteraan Ibukota. Saya yakin sebagian besar dari pembaca adalah orang-orang yang mungkin merasakan hal yang sama seperti saya, Ahok adalah jawaban doa bagi kita semua.

Walaupun begitu, kita semua tidak dapat setuju bahwa kinerja Ahok sepenuhnya perfect. tetapi setidaknya kita dapat melihat kota Jakarta yang lebih baik daripada sebelumnya. Dan itu adalah fakta.

Ternyata jauh di masa lampau, juga ada seorang pemimpin (wali negeri) yang dijunjung dengan kata-kata manis oleh banyak orang. Namanya adalah Feliks.

“Feliks yang mulia, oleh usahamu kami terus-menerus menikmati kesejahteraan, dan oleh kebijaksanaanmu banyak sekali perbaikan yang telah terlaksana untuk bangsa kami. Semuanya itu senantiasa dan di mana-mana kami sambut dengan sangat berterima kasih…” (Kis.24:2-3)

Begitu manis kata-kata yang diucapkan.

Sayangnya, fakta sejarah tidak semanis yang diucapkan. Feliks adalah wali negeri yang setia, ya setia melakukan KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme). Dia juga tersandung oleh skandal penuh drama bersama dengan istri orang lain, Drusilla.

Sudah biasa disiarkan berita tentang pemimpin negara yang sarat dengan KKN dan skandal, hal-hal inilah yang seringkali membuat kita semua geram bukan? Bagaimana tidak, uang kita mereka curi dan kinerja mereka terbukti tidak baik dengan adanya skandal yang membuktikan mereka sibuk dengan urusan lain!

Bagaimana bisa kata-kata manis yang justru diucapkan kepada pemimpin macam Feliks?

“Orang yang menyimpan dendam seumpama orang yang sedang minum racun perlahan-lahan yang lama-lama bisa mematikan dirinya sendiri.”

Quotes ini sangat tepat ditujukan kepada para haters dari Paulus, alias orang-orang Yahudi yang tak pantang menyerah untuk membunuh Paulus. Bahkan mereka rela berjalan sejauh 60 mil ke Kaesarea dan menyewa jasa seorang pengacara, yaitu Tertulus untuk mendakwa Paulus di hadapan Feliks. Mereka tahu dengan tepat treatment seperti apa yang harus dilakukan untuk dapat sukses mendakwa Paulus. Mengambil hati pemimpin yang sedang berjuang mempertahankan posisinya di tengah segala kejahatan yang dilakukannya.

Kata-kata manis dapat menjadi penyegar bagi kelesuan dan katalis penyemangat dari jerih lelah kita, tapi di satu sisi juga dapat menjadi racun yang menghancurkan kita. Kita perlu berhati-hati baik dalam mendengar atau berkata-kata.

Tidak ada pemimpin negara yang suka melihat rakyatnya memberontak. Pemberontakan tentu saja juga menjadi isu yang sangat sensitif bagi pemerintahan Romawi. Serangan pun dimulai, fitnah demi fitnah dilontarkan untuk membuat Paulus terlihat seperti pemimpin pemberontakan orang Yahudi terhadap kerajaan Romawi.

Lalu apa respon Paulus? Menarik melihat respon Paulus yang sangat bertentangan dengan orang-orang Yahudi. Paulus berbicara dengan berani dan apa adanya kepada Feliks, bukan dengan kata-kata manis yang penuh dengan kebohongan seperti orang-orang Yahudi (ay.10).

Dengan mudah, Paulus melakukan pembelaan dirinya dari tuduhan-tuduhan yang tidak terbukti itu. Walaupun pada akhirnya Paulus tetap dimasukkan ke dalam penjara karena Feliks yang ingin mempertahankan dukungan orang Yahudi demi posisinya. Akan tetapi Tuhan tetap menyertai Paulus. Teman-teman Paulus diijinkan untuk tetap dapat mengunjungi dan melayaninya.

Di saat inilah kita juga bisa melihat sedikit sisi positif dari Feliks. Hidup di lingkungan Yahudi dan memiliki istri yang adalah seorang Yahudi (Drusilla adalah keturunan dari Raja Herodes), membuat hati kecilnya mungkin penasaran dengan apa yang diajarkan Paulus sehingga membuat orang Yahudi begitu anti dengannya. Feliks dan Drusilla sering mengunjungi Paulus di penjara untuk mendengar tentang pengajaran-pengajarannya. Memanfaatkan kesempatan ini, Paulus justru dengan berani dan tegas menyatakan kebenaran.

Walaupun Feliks adalah penentu keputusan masa depan Paulus, tapi Paulus tahu bahwa Feliks dan Drusilla perlu bertobat. Kebenaran, penguasaan diri, dan penghakiman yang akan datang disampaikan dengan begitu tegas sehingga Feliks menjadi resah mendengarnya.

Terkadang jemaat yang kita layani juga bukanlah orang-orang yang senang mendengarkan teguran-teguran keras, seperti yang tercatat di 2 Timotius 4:3. Kita harus berani tegas menyatakan kebenaran sekalipun akibatnya jemaat yang kita layani tidak senang atau mungkin menjauhi kita.

Kebenaran yang telah dinyatakan dengan tegas sayangnya tidak membuat Feliks menunjukkan tanda-tanda pertobatan. Dia justru berharap Paulus memberikan sogokan uang kepada Feliks agar dia dapat dibebaskan. Sebaik apapun kita menyampaikan Firman Tuhan atau Injil, jikalau Tuhan tidak memberikan pertumbuhan maka semuanya sia-sia saja. Karena itu kita harus selalu bergantung kepada Tuhan, Sang Pemilik Pelayanan dan jangan sombong apabila pelayanan kita berhasil.

Keadaan Feliks semakin buruk ketika 2 tahun kemudian dia dipecat dan sampai saat itu dia belum membebaskan Paulus hanya demi mendapatkan support dari orang Yahudi. Tapi coba kita garis bawahi waktu 2 tahun. Waktu yang cukup panjang untuk seseorang yang sedang mendekam di penjara, Paulus mungkin bertanya-tanya kenapa dia harus menunggu selama itu di penjara? Padahal Tuhan pernah berjanji bahwa Paulus akan memberitakan Injil di Roma (Kis.23:11). Bukankah itu janji yang sangat baik demi kemajuan pelayanan?

Ketika kita mendoakan sesuatu yang baik dengan yakin, misalnya pelayanan atau panggilan hidup kita, kita cenderung untuk mau melihat jawaban Tuhan digenapi dengan cepat. Tentu saja, manusia tidak suka dengan ketidakpastian. Tapi apa yang akan kita lakukan jikalau Tuhan menyuruh kita untuk menunggu? Apakah kita hanya akan diam dan menjadi tidak produktif selama menunggu Tuhan menjawab doa dan membukakan jalan yang mudah bagi pelayanan kita? Mari belajar menyatakan kebenaran baik atau tidak baik waktunya.

“The best preachers are plagiarists. All they do is tell people what God has said.” (Thabiti Anyabwile)


(Ditulis saat mempersiapkan sharing Firman persekutuan doa kantor Perkantas Jakarta tanggal 9 September 2016)


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *