Christian Atheist

Kristen dan ateis tentu adalah dua ide yang sangat bertentangan. Kristen adalah orang-orang yang percaya Tuhan, sedangkan ateis adalah orang-orang yang tidak mempercayai Tuhan itu ada. Bagaimana kita dapat menggabungkan kedua ide ini?

Kristen Ateis merupakan suatu keyakinan dimana ada orang-orang yang mengaku percaya Tuhan tapi hidup seolah-olah seperti Tuhan itu tidak ada. Ada banyak sekali orang Kristen yang tidak sadar bahwa dirinya adalah seorang Kristen Ateis, bahkan termasuk mereka yang sudah rajin ke gereja dan juga pelayanan.

“I believe in God, but don’t know Him.” 
“I believe in God, but don’t fear Him.”
“I believe in God, but don’t go overboard.”
“I believe in God, but don’t trust him fully.”

(The Christian Atheist, Craig Groeschel)

Christian Atheist is real. Bisa jadi, mereka adalah diri kita. Sekeluar dari gedung gereja atau persekutuan, di jalan, di kamar, bisa saja kita hidup seakan Tuhan itu tidak nyata. Kita melakukan segala sesuatu tanpa pernah memikirkan bahwa Tuhan itu nyata, Tuhan ada bersama kita, Tuhan sedang melihat perbuatan kita, dan Tuhan peduli dengan semua hal yang kita lakukan.

Berbicara tentang ateis, tahukah kamu kitab Pengkhotbah disebut sebagai kitab yang disukai para ateis. Memang, kitab Pengkhotbah adalah kitab yang sangat menarik walaupun kitab ini banyak berbicara tentang sesuatu yang negatif. Keyword yang akan paling sering kita temukan adalah kata “sia-sia”. Nada-nadanya seakan pesimis namun realistis, kenyataan bahwa segala sesuatu di dunia ini adalah sebuah kesia-siaan.

Pengkhotbah ditulis oleh seorang Raja yang sangat terkenal, kaya raya, pintar yang katanya tidak satu orang pun di dunia ini yang sepintar dia, bahkan di Alkitab ditulis bahwa dia mengetahui nama semua jenis tumbuhan dari yang paling kecil yang tumbuh di bebatuan sampai yang paling besar. Kerajaan yang dia pimpin saat itu, bisa dibilang adalah kerajaan terkaya dan disegani oleh semua kerajaan lainnya di dunia. Siapakah dia? Anak Raja Daud, yaitu Salomo.

Salomo yang adalah manusia terkaya dan paling berkuasa yang pernah hidup di dunia ini, dia juga pernah mencoba semua hal yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya (2:1). Namun, baginya semua hal itu pun sia-sia. Minuman yang nikmat (1:3), harta benda sampai budak-budak yang ‘berkembang biak’ di istananya (2:7), banyaknya istri yang di kitab Raja-Raja tercatat berjumlah 700 (2:8), segala hal yang diinginkan oleh semua manusia di bumi ini sudah pernah dia lakukan semuanya (2:10). Namun, akhirnya tetap sama, “segala sesuatu adalah kesia-siaan, memang tak ada keuntungan di bawah matahari” (2:11). Segala hal yang baik seperti kepintaran juga sia-sia (2:14) karena semuanya akan menuju ke nasib yang sama. Apa itu? Tua, pikun, mati (3:20).

Bayangkan, seorang Raja seperti Salomo, di akhir hidupnya menulis kitab Pengkhotbah dan menyimpulkan bahwa segala sesuatu adalah sia-sia. Apa gunanya kita hidup di dunia ini kalau segala sesuatu itu sia-sia?

Salomo, seorang raja yang terhormat bahkan menyamakan hidup manusia dengan binatang (3:19). Pertanyaannya, apa persamaan manusia dengan sapi? Mungkin manusia dan sapi sama-sama bekerja, makan, dan tidur. Namun, apa yang membedakannya sehingga kita tidak mau disebut sapi? Mereka tidak khawatir atau peduli sama sekali apakah hidup ini sia-sia atau tidak. Mereka tidak bertanya soal arti kehidupan dan inilah yang membedakan kita dengan binatang.

Manusia akan selalu mengalami yang namanya kekhawatiran dengan hidup. Khawatir akan masa depan, kuliah apa, mau kerja apa, kapan punya pacar, kapan menikah, kapan punya anak, kapan pensiun, dan sebagainya. Kita tidak akan pernah berhenti mencari arti dari kehidupan dan kepuasan hidup. Tidak peduli senyaman apa kehidupan kita, seberapa banyak harta kita, seberapa besar kemampuan kita, bahkan sekalipun kita menjadi seperti Salomo.

Kita bukan orang-orang yang sekedar puas ketika bisa “makan, minum, bersenang-senang, dan tidak usah memikirkan segala hal lainnya.” Kita bisa saja melakukan semua itu hanya sekedar hidup untuk survive di dunia ini. Namun, kita akan terus merasa hidup kita kosong dan tidak ada artinya. Tidak ada hal yang bisa memuaskan hidup kita di dunia ini. Kalau saja pornografi atau game bisa memuaskan hidup kita, maka kita tidak akan mengakses situs-situs porno lagi atau bermain game lagi bukan? Cukup sekali saja melakukannya karena kita sudah puas. Namun, kenyataannya apakah manusia puas hanya sekali saja?

Kembali berbicara mengenai Kristen Ateis. Kalau ateis tidak mempercayai Tuhan itu ada, maka mereka sebenarnya akan terus mencari apa arti dari hidup mereka. Mereka harus menerima kenyataan kalau hidup ini cuma sementara dan akan selesai begitu saja karena Tuhan itu tidak ada. Bukankah itu kesia-siaan yang dimaksud Salomo? Apapun yang manusia kerjakan hanya akan berakhir begitu saja ketika manusia mati nanti. Lalu apa yang harus kita lakukan?

“Sebuah bidang ilmu mungkin bisa menjawab pertanyaan ‘bagaimana’ dalam penjelasan materi, tapi pertanyaan yang paling penting menjawab pertanyaan ‘mengapa’. Mengapa kita ada, dan siapa yang akan menuntun kita melalui kekhawatiran dan kesulitan hidup ini?” (Jesus Among Secular Gods, p.12)

Di dalam kitab Pengkhotbah, ada keyword kedua yang akan sering kita temukan ketika membaca kitab ini. Apakah itu? Kata “di bawah matahari” ditulis dalam kitab Pengkhotbah sebanyak 29 kali. Ravi Zacharias, seorang apologet yang menulis banyak buku pernah berkata seperti ini, “The key to understanding the Book of Ecclesiastes is the term ‘under the sun.’ What that literally means is you lock God out of a closed system, and you are left with only this world of time plus chance plus matter.”

Apa artinya? Ketika Salomo berkata hidup di bawah matahari adalah suatu kesia-siaan, maka sebenarnya hidup di bawah matahari itu adalah hidup di dalam sudut pandang kita sendiri. Cukup dari apa yang kelihatan dari mata kita saja dan membuang Tuhan yang bertahta atas alam semesta dan tidak bisa kita lihat itu keluar dari hidup kita.

“You can only find a lasting meaning to your life by looking above the sun and bring God back into the picture.” – Derek Neider

Semua yang dikatakan Salomo menjadi masuk akal, bahwa hidup di bawah matahari itu adalah hal yang menyusahkan (2:17), bahkan dia membenci hidup yang demikian. Hidup di bawah matahari atau di bumi ini menyusahkan karena apapun yang kita lakukan di dunia ini tidak ada gunanya dan sia-sia. Justru malah merepotkan diri kita sendiri dan membuat hidup kita menderita. Tidak heran banyak orang yang putus asa dalam hidup ini dan mengakhiri hidupnya, tidak peduli miskin atau kaya, terkenal atau tidak, dan sebagainya.

Kenapa kehidupan di dunia ini bisa menjadi begitu suram? Apakah Tuhan menciptakan dunia ini supaya manusia menderita dan sia-sia saja hidupnya? Tidak. Dunia di taman Eden yang Tuhan ciptakan sebelum manusia jatuh dalam dosa adalah dunia yang indah dan berarti. Namun, semuanya berubah di Kejadian pasal 3, manusia jatuh dalam dosa, lingkungan menjadi rusak, hubungan antar sesama menjadi rusak, dan hubungan manusia dengan Penciptanya juga menjadi rusak.

Manusia akan terus berdosa dan berdosa selama hidupnya (7:20) karena dosa ada di luar kontrol kita. Dosa adalah natur manusia, sebuah cara hidup bagi manusia. Sehingga, ketika kita memandang hidup ini hanya sebatas di bawah matahari saja, maka kita akan terus hidup di bawah kekuatan yang memperbudak kita dalam kerusakan dan kesia-siaan.

Oleh karena dosa tidak akan pernah memuaskan hidup kita, maka kita akan terus menerus mencari kepuasan. Dan, celakanya segala yang kita cari dan kita lakukan itu tidak akan bisa berhasil. Malah kita akan terus berkubang dalam dosa dan ujung-ujungnya kita akan mati konyol setelah menghabiskan seluruh hidup mencari kepuasan dan mengakhirinya dengan tangan kosong.

Maka dari itulah, ada seorang Raja yang mau turun ke dunia yang rusak ini dan penuh penderitaan, dan memberikan kita kepuasan sejati, hidup yang tidak akan sia-sia. Raja itu memiliki segalanya namun Dia meninggalkannya, Raja itu berkuasa namun Dia memakai kuasanya bukan untuk diri-Nya sendiri. Raja itu adalah Yesus Kristus. Dia bukan sekedar dongeng atau sejarah, tetapi Dia sungguh nyata, hidup, dan terus memandang kita dari atas matahari itu hingga detik ini. Kita memerlukan Dia yang ada di atas matahari itu. Walaupun kita tidak dapat melihat-Nya dengan kasat mata, tapi Dia benar-benar nyata!

Syukurlah hidup kita tidak sia-sia di dunia ini. Kita tidak perlu mencari-cari apa artinya hidup karena kita memiliki seorang Raja yang berkuasa atas apa yang ada di bawah matahari, apa yang ada di atas matahari, bahkan berkuasa atas matahari itu sendiri. Setelah berbagai penderitaan dan kesia-siaan karena istri-istrinya yang mempengaruhi Salomo menjadi seorang penyembah berhala, akhirnya dia sadar bahwa ada sesosok pribadi di atas matahari itu yang bisa memberikan kepuasan yang selama ini dia cari-cari (8:12; 16-17).

Hadirat Tuhan bagi Salomo adalah yang terpenting setelah dia melalui hidupnya sampai tua, mencari arti hidup. Dia menuliskan kesimpulan penutup dalam kitab pengkhotbah di pasal 12:13-14, Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang. Karena Allah akan membawa setiap perbuatan ke pengadilan yang berlaku atas segala sesuatu yang tersembunyi, entah itu baik, entah itu jahat.”

Sekalipun segala sesuatu akan menjadi sia-sia karena tidak ada yang abadi di dunia ini, akan tetapi Tuhan kita tidak sia-sia karena Dia kekal dan segala perbuatan kita di dunia yang tadinya kita anggap sia-sia–entah itu baik atau jahat–akan dinilai oleh-Nya di dalam kekekalan nanti.

Istilah Christian Atheist bisa saja menyentil nurani kita. Mungkin kita merasa itulah aku. Kini, mari kita melihat bahwa di atas matahari masih ada langit. Kita bukan hanya hidup di bawah matahari saja. Tapi ada pencipta alam semesta yang nyata hidup memperhatikan kita yang hidup seolah tanpa Tuhan. Mulailah membangun relasi dengan Dia yang kekal, supaya hidup kita tidak disia-siakan kepada hal-hal yang tidak kekal, dan kita tidak mati konyol karena waktu kita habis untuk mencari-cari kepuasan yang sebenarnya cuma bisa kita temukan di dalam Tuhan.

Ada sebuah istilah dalam bahasa Latin yang disebut Coram Deo yang artinya adalah hidup di dalam hadirat Tuhan, di bawah otoritas Tuhan, dan untuk kemuliaan Tuhan. Seorang Kristen yang sejati menghidupi kehidupan yang Coram Deo!

(Khotbah Ibadah Minggu Youth GKI Jatinegara 9 September 2018)


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *