Mematikan Diri Demi Hidup

Kita mungkin tidak asing dengan beberapa iklan game yang belakangan seringkali muncul di sosial media kita. Ada iklan game yang berupa interaktif visual novel dan memberikan kita pilihan-pilihan untuk menentukan bagaimana hidup dari karakter game yang kita mainkan. Di dalam kehidupan kita, hal yang sama pun kita alami. Kita dihadapkan dengan pilihan-pilihan yang harus kita pilih setiap harinya. Terkadang, pilihan-pilihan ini dapat memimpin kita kepada hasil yang sangat berbeda. Bedanya dengan game, kita tidak bisa mengulang jika kita salah pilih. Tidak ada fitur “save” dan “load” di dalam realita kehidupan kita. Celakanya kita berada di dalam game yang tingkat kesulitannya adalah “extremely hard”. Mengapa? Karena by default, kita memiliki kecenderungan memilih pilihan yang salah.

Jujur saja, kita lebih suka dengan pilihan yang salah sekalipun kita sudah tahu bahwa itu salah. Kita lebih senang dengan pornografi walaupun kita tahu itu salah, kita lebih senang main game daripada saat teduh, kita lebih senang dengan apapun itu yang membuat kita nyaman dan nafsu kita terpuaskan walaupun seringkali kita tahu itu tidak berkenan di hadapan Tuhan. Sebuah buku berjudul You Are What You Love mengatakan bahwa “Human is not primarily a thinker. Human is not primarily a believer. Human is primarily a lover.” Tepat seperti yang dikatakan penulis buku ini, manusia memilih apa yang dicintainya lebih daripada rasionalitasnya. Kamu tahu di dalam akal sehatmu bahwa merokok itu merusak tubuhmu dan membuang uangmu, tetapi kamu lebih mencintai rokokmu. Kamu tahu bahwa kamu harus belajar untuk ujian besok, tetapi kamu lebih mencintai game yang menyita waktu belajarmu.

Tiap-tiap hari, tiap-tiap saat, kita dihadapkan dengan pilihan-pilihan yang sulit. Kita diharuskan memilih antara mentaati keinginan daging atau roh. Dan, sudah sejak kejatuhan manusia ke dalam dosa, kita akan terus lebih mencintai keinginan daging. Bahkan Paulus pun mengakui betapa sulitnya hidup melawan keinginan daging.

“Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah, tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku.” (Roma 7:22-23)

Lalu bagaimana kita bisa belajar menjadi murid Kristus yang sesungguhnya jikalau kita lebih senang mentaati keinginan daging daripada keinginan roh? Bersiaplah karena perjalanan ini tidak mudah dan penuh dengan penderitaan, siapkan ototmu untuk memikul salib, hatimu untuk menyangkal diri, dan kakimu untuk mengikuti Yesus, sang teladan yang sempurna untuk menjadi taat.

Berkali-kali Alkitab mencatat Yesus taat melakukan kehendak Allah Bapa, bahkan Dia juga pernah berkata bahwa makanan-Nya adalah melakukan kehendak Bapa. Ketaatan Yesus dimulai sejak dari Dia lahir sebagai manusia, hidup sebagai manusia, bertahan melalui pencobaan di padang gurun (Matius 4), melakukan pelayanan, bahkan hingga akhirnya Dia dibenci, dianiaya, dan mati di kayu salib. Yesus taat mengerjakan semua itu walaupun berat dan sulit. Mari kita menyoroti gambaran nyata kemanusiaan Yesus yang bergumul sama seperti kita di dalam menjadi taat.

Mari kita membaca Matius 26:36-46

Di Taman Getsemani, Yesus Bergumul

Kita seringkali membaca perikop ini di ibadah Kamis Putih sebelum Jumat Agung. Dalam perikop ini, Yesus sudah tahu bahwa waktunya tinggal sebentar lagi sebelum Dia ditangkap dan diadili. Kemudian seperti biasa, Yesus mencari tempat untuk berdoa. Mengapa berdoa? Karena Yesus merasakan pergumulan yang sangat hebat untuk mentaati kehendak Bapa-Nya, yaitu mati di kayu salib untuk menebus dosa manusia. Dia merasa sedih dan gentar seperti mau mati rasanya (36-37). Dan, Yesus tahu bahwa Dia membutuhkan kekuatan dari Bapa dalam menghadapi pergumulan ini. Tidak mudah bagi Yesus menanggung semua dosa manusia. Ibaratnya seperti manusia yang tidak bisa tinggal di dalam septic tank, itu terlalu menjijikkan. Yesus yang adalah Tuhan juga sebenarnya tidak bisa menanggung dosa semua umat manusia, itu terlalu menjijikkan bagi Tuhan Yesus. Ditambah lagi, oleh karena dosa itulah, Yesus harus mengalami bagaimana rasanya menanggung hukuman Bapa yang sangat dikasihi-Nya karena dosa tentu harus dihukum. Ada banyak berita kriminal di dunia ini, tetapi berita yang paling membuat saya tidak habis pikir adalah ketika orangtua membunuh anaknya sendiri. Oleh karena kasih Allah kepada dunia ini, maka Dia rela membunuh Anak-Nya sendiri demi menyelamatkan umat manusia yang dikasihi-Nya (Yoh. 3:16) sekalipun Allah sangat menyayangi Anak-Nya. Penderitaan yang harus Yesus alami begitu berat, bahkan dokter Lukas mencatat keringat Yesus seperti darah karena Dia begitu takut.

Apakah kamu pernah memainkan game Truth or Dare? Baik truth ataupun dare, keduanya sama-sama tidak enak dan biasanya memalukan kita. Namun, setidaknya kita bisa memilih yang menurut kita masih lebih ‘mending’ dibanding yang lain. Dalam doa-Nya, Yesus juga berharap Dia bisa mendapatkan pilihan yang lain selain dari cawan penderitaan yang harus Dia minum yaitu kematian-Nya. Cawan pada Perjanjian Lama seringkali dijadikan simbol penderitaan (Yes. 51:7, Yer 25:15-17, dll). Namun, tidak ada pilihan lain bagi Yesus. Tidak ada pilihan lain selain taat dan tidak taat. Dan, Yesus memilih taat melakukan kehendak Bapa-Nya, bukan kehendak diri-Nya sendiri.

Saya pernah berkata kepada mama saya, “Kalau aku sudah punya anak nanti, mungkin aku tidak bisa seperti mama yang selalu mengalah untuk anak. Makanan enak dan yang paling mama suka saja, mama rela berikan semuanya untuk kami.” Saya selalu kagum dengan kasih yang diberikan mama kepada kami. Mama selalu mengutamakan anak-anaknya dibandingkan kehendaknya sendiri. Mama betul-betul mengasihi kami dan seperti itulah kasih Yesus kepada Bapa, Dia mengutamakan kehendak Bapa-Nya ketimbang kehendak-Nya sendiri. Kita bisa taat jikalau kita mengasihi Tuhan Allah kita, sekalipun mungkin itu di luar rasionalitas kita. Utamanya, kita adalah manusia yang memilih apa yang kita cintai. Pertanyaannya apakah kita mencintai Yesus sehingga kita mau mentaati kehendak-Nya dan kehendak Bapa?

Murid-murid yang Tertidur

Sekarang mari kita melihat para murid yang disuruh Yesus untuk berjaga-jaga dan berdoa seperti Yesus. Namun, dua kali Yesus menemukan mereka malah tertidur. Biasanya kalau kita sedang menghadapi suatu ujian atau sesuatu yang mungkin membuat kita gentar, kita akan berkata kepada orang lain, “Tolong doakan aku.”, kita sendiri pun juga pasti akan selalu mengingat masalah itu di dalam doa-doa kita. Sama seperti Yesus, para murid yang ikut ke taman Getsemani pada waktu itu (Petrus, Yohanes, Yakobus) pun butuh kekuatan doa. Yesus menyuruh mereka untuk berjaga-jaga dan berdoa karena mereka pun sebentar lagi akan menghadapi guncangan juga dengan ditangkapnya Yesus.

Yesus tahu bahwa ada peperangan rohani yang sebentar lagi akan dialami oleh para murid. Tentu saja, bagaimana jika seorang yang kau pandang begitu hormat, seperti guru sendiri, bahkan juga deminya engkau rela meninggalkan semua hal agar bisa mengikutinya, namun ternyata Dia ditangkap dan diadili hukuman mati. Kenyataan ini sangat mengguncang iman para murid sehingga mereka lari dan menyangkal Yesus. Mereka kalah dalam peperangan ini karena mereka tidak mempersiapkan diri dengan baik, berjaga-jaga dan berdoa agar tidak jatuh dalam pencobaan karena roh memang penurut tetapi daging lemah (the spirit is willing, but the flesh is weak).

Injil Lukas mencatat bahwa ada seorang malaikat yang datang dan memberikan penguatan ketika Yesus berdoa. Cawan pada akhirnya memang tidak terhindarkan, inilah jawaban Allah Bapa. Akan tetapi Dia memberikan kekuatan kepada Yesus untuk menjalani kehendak Bapa dengan taat walaupun sulit. Yesus pun pada akhirnya membangunkan murid-murid dan menyuruh mereka bersiap karena waktunya sudah tiba. Yesus memang masuk ke dalam taman Getsemani dengan ketakutan, tetapi Dia keluar dengan siap dan tegar. Sedangkan para murid justru baru akan merasakan ketakutan itu ketika Yesus ditangkap.

Kita tidak akan bisa menjadi taat dengan kekuatan sendiri, kita memerlukan kekuatan dari Tuhan Allah. Kita perlu berjaga-jaga dan berdoa. Biarlah kiranya kita dapat taat dan setia ketika dalam kehidupan sehari-hari kita dihadapkan dengan pilihan-pilihan. Dalam game, kita mungkin bisa memilih hal yang salah, tetapi kita patut bersyukur karena Yesus lah yang sesungguhnya mampu memegang kendali dalam hidup kita. Di saat kita merasa lemah dalam menghadapi pilihan dan cobaan, mari bersandar kepada Yesus yang sudah melalui semua itu dengan taat.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *