Regenerasi pelayanan adalah sebuah anugerah yang patut disyukuri. Regenerasi berarti adalah kontinuitas. Dan, kontinuitas berarti tidak mati. Regenerasi menjadi suatu tanda pemeliharaan Tuhan atas sebuah pelayanan. Akan tetapi, bagaimana jika di dalam regenerasi ini, kita memberikan tongkat estafet pelayanan kepada orang yang tidak tepat? Masalah pun timbul dari kualitas kepada siapa kita mempercayakan penerus dari pelayanan ini. Lalu, bagaimana kita dapat menjadi pelayan-pelayan yang berkualitas?
Baca 1 Petrus 4:7-11
Kesudahan segala sesuatu sudah dekat.
Saya akan memulai bagian ini dengan sebuah pertanyaan retorik. Apakah ada seorang manusia yang mengetahui kapan kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya akan berlangsung? Tentu saja tidak ada yang mengetahuinya. Bahkan Alkitab menyatakannya dengan jelas bahwa seorang malaikat pun tidak tahu kapan datangnya hari itu. Mungkin bisa seminggu lagi, besok, atau bahkan satu jam lagi. Satu hal yang kita ketahui, Kristus pasti akan datang kembali. Tanpa iman yang mempercayai hal itu, maka iman Kekristenan akan menjadi sia-sia karena hidup ini akan menjadi tanpa arah dan tujuan yang jelas akan akhir dari segalanya.
Pertanyaan yang sama juga layak kita ajukan mengenai kehidupan kita. ‘Memento mori’ (Latin: ‘remember that you have to die’) adalah sebuah refleksi teologis mengenai kematian. Bahwasanya setiap orang akan menemui ajalnya cepat atau lambat. Merenungkan hal ini seharusnya membuat kita berpikir akan apa yang ingin kita lakukan dalam hidup ini untuk mempertanggung jawabkannya di dalam kekekalan nanti. Kenyataannya, kematian juga adalah suatu hal yang tidak terduga. Seorang teman pernah meninggal hanya karena waktu satu detik dalam hidupnya yang tidak berhasil menghindari truk yang melaju dengan kecepatan tinggi ke arahnya.
Rasul Petrus sangat mengerti bahwa waktu ini tidak terduga. Kesudahan segala sesuatu telah dekat. Demikian dikatakan Petrus walaupun ia sendiri tidak tahu kapan kedatangan Kristus yang kedua kalinya. Oleh karena itu, ia ingin agar kita dapat menggunakan waktu seakan sebentar lagi adalah kedatangan Kristus yang kedua kalinya.
Pernahkah kamu membayangkan apa yang akan kamu lakukan dengan sisa waktumu apabila besok Kristus datang kembali? Tentunya, kita akan menggunakan waktu untuk melakukan hal-hal yang kita idamkan, menebus penyesalan, atau lainnya. Akan tetapi, Petrus melanjutkan perkataannya dengan menegaskan bahwa waktu kita adalah milik Tuhan. Allah yang telah menciptakan kita untuk suatu tujuan tertentu, yaitu melayani-Nya. Kristus yang telah mati demi menebus diri kita agar kita dapat kembali kepada tujuan semula sebagai ciptaan. Hidup ini bukanlah milik kita lagi, tetapi milik Tuhan.
Tanpa sebuah kesadaran bahwa diri kita diciptakan untuk suatu tujuan, maka kita tidak akan mampu menjadi seorang pelayan yang mengabdikan diri kepada Sang Pencipta. Kita tidak tahu untuk apa dan kepada siapa kita melayani.
Kuasailah dirimu, jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa
Rasul Petrus menulis surat ini ketika orang-orang Kristen ditindas dengan begitu mengerikannya oleh Kaisar Nero. Literatur sejarah mencatat bahwa Nero adalah kaisar yang begitu gila dan kejam. Ia menjadikan orang-orang Kristen sebagai bahan tontonan di koloseum ketika mereka dibakar dan dijadikan makanan singa. Tantangan yang harus dihadapi orang-orang Kristen pada zaman itu, tentulah tidak mudah. Setiap hari, mereka hidup di bayang-bayang ketakutan dan ketidakpastian apakah mereka dapat bertahan atau tidak. Goncangan iman mungkin mereka rasakan tiap kali dikejar oleh para prajurit yang hendak menyeret mereka ke koloseum. Sangat mungkin untuk mereka tergoda meninggalkan iman mereka. Secara akal dan emosi manusia, menyerah mungkin adalah jalan paling aman bagi mereka pada saat itu. Akan tetapi, kesetiaan kepada Kristus menuntut mereka untuk menyangkal akal dan emosi mereka sebagai manusia yang rentan jatuh dalam dosa. Kekuatan untuk bertahan dari godaan iman itu tentunya tidak mungkin berasal dari diri sendiri, tetapi dari Tuhan yang memampukan mereka. Oleh sebab itulah, Petrus mendorong mereka untuk mengontrol diri, menjadi tenang, dan berdoa meminta kekuatan untuk mempertahankan iman itu.
Di Indonesia, mungkin hal ini tidak terlalu kontekstual, orang Kristen masih boleh beribadah dan menyatakan imannya. Namun, tantangan yang kita hadapi bisa jadi lebih sulit, yaitu kenyamanan. Godaan untuk hidup tidak berintegritas dengan iman Kekristenan sangat sering dialami oleh kita, manusia yang berdosa ini. Pelayanan yang kita kerjakan juga akan menjadi tanda tanya besar bagi setiap orang yang kita layani, apabila kita tidak dapat menjadi teladan hidup yang baik bagi mereka. Kita perlu kekuatan dari Tuhan untuk dapat mempertahankan iman kita setiap waktu.
Mengasihi dan menolong satu sama lain
Menjadi seorang pelayan Kristus berarti siap mengasihi dan menolong mereka yang dikasihi oleh Kristus. Saya mempelajari hal ini ketika melayani salah seorang anak kelompok kecil saya. Bagi saya, anak kelompok kecil ini merupakan anak yang sulit untuk dilayani, perilakunya yang cukup aneh dan terkadang sangat ‘caper’ alias ‘cari perhatian’ membuat saya sulit untuk memberikan perhatian dengan tulus kepadanya. Namun, semakin lama saya semakin menyadari bahwa diri saya sesungguhnya tidak berbeda dengannya. Pergumulan demi pergumulan mengingatkan bahwa saya juga manusia berdosa yang tidak berhak menghakiminya. Kristus yang mati bagi saya, juga mati baginya. Bahkan juga bagi orang terjahat sekalipun, orang-orang yang saya benci, para penjahat dan penyebar teror.
Jikalau kita mempunyai seorang kekasih yang sangat suka memelihara binatang. Maka kita harus juga belajar menerima dan bahkan belajar menyukai binatang peliharaannya walaupun kita mungkin tidak menyukainya. Mengapa? Karena apabila kita menolak apa yang disenangi kekasih kita, pastilah ia akan kecewa. Kristus sangat menyayangi manusia-manusia yang kita anggap jahat, bahkan Dia rela menyerahkan nyawa-Nya sendiri untuk mereka yang kita anggap paling hina. Mengasihi Kristus, berarti mengasihi mereka yang telah ditebus oleh darah Kristus.
Gunakanlah karunia rohanimu
Setiap orang percaya telah dianugerahkan setidaknya satu karunia rohani untuk dipakai dalam melayani. Seorang dokter pasti memiliki tas yang berisi perlengkapan yang ia butuhkan sebagai seorang dokter. Seorang businessman pasti memiliki koper yang berisi perlengkapan yang ia butuhkan sebagai seorang businessman. Kita dapat melanjutkan daftar ini dengan profesi-profesi lainnya.
Kita juga seperti seorang anak yang diberikan tas yang berisi perlengkapan untuk melakukan suatu pekerjaan. Itulah karunia rohani yang Tuhan berikan bagi setiap kita. Bagi yang masih belum mengetahui karunia rohaninya, maka mereka harus mencari tahu dan menggali lebih dalam. Bagi yang sudah tahu karunia rohaninya, maka mereka harus fokus mengembangkan dan memaksimalkan karunia rohani tersebut.
Time lost cannot be regained
Waktu yang hilang tidak dapat terulang lagi. Maka mari gunakan waktu kita untuk melayani Dia sesuai dengan kehendak-Nya. Tentunya dengan hati yang terus mau bergantung kepada-Nya, bukannya mengandalkan kekuatan diri sendiri. Menyadari bahwa kita manusia berdosa yang butuh Tuhan untuk mengubah hidup kita, bukannya merasa diri hebat karena bisa melayani. Sehingga ketika kita bertemu muka dengan muka bersama Tuhan Yesus, kita dapat mempertanggungjawabkan hidup yang kita pakai dengan singkat ini di hadapan-Nya.
Matius 28:20 (TB) “dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”
Kiranya melalui pelayanan yang kita kerjakan, kita dapat mengalami pengalaman-pengalaman nyata bersama Tuhan yang selalu menyertai kita. Sehingga kita dapat terus bertumbuh semakin dewasa dalam iman. Amin.
Sharing
Sebagian dari tulisan di atas sebenarnya merupakan poin-poin besar dari khotbah yang saya bawakan di Rohani Kristen SMAN 77 Jakarta pada tanggal 10 November 2017 yang lalu. Inilah cerita bagaimana saya mengalami sendiri apa yang saya khotbahkan di khotbah perdana saya.
Selasa, 7 November 2017
Saya menolak permintaan salah seorang teman yang menghubungi saya untuk berkhotbah di SMAN 77. Sebelumnya, saya memang selalu menolak jika diminta untuk berkhotbah. Bagi saya, berkhotbah bukanlah karunia yang Tuhan berikan bagi saya. Seorang teman lainnya kemudian berkata kepada saya, “Terima saja pelayanan itu Mei, bisa jadi itu pelayanan terakhirmu untuk mereka.” Walaupun saya langsung menepis perkataannya, tetapi kata-kata ini ternyata terus menghantui pikiran saya.
Rabu, 8 November 2017
Saya bangun dengan kondisi tubuh demam dan tidak bisa pergi ke kantor. Di hari itu, saya –yang teringat dengan perkataan teman saya kemarin– berpikir apakah sebaiknya saya menerima tawaran berkhotbah di sekolah itu? Toh, hari ini saya hanya di rumah dan tidak mengerjakan apapun. Waktu-waktu ini tentunya bisa saya pakai untuk melakukan persiapan khotbah. Akhirnya saya menerima pelayanan itu. Saya mempersiapkan khotbah ini untuk hari Jumat mendatang. Saya menikmati waktu-waktu mempersiapkan khotbah ini, dalam hati saya berdoa agar khotbah yang akan saya sampaikan ini dapat mengubah hidup siswa-siswa SMAN 77.
Kamis, 9 November 2017
Biasanya jika saya sakit demam, saya akan sembuh keesokan harinya. Tetapi, kali ini rupanya tidak. Namun, saya memaksakan diri untuk pergi ke kantor karena ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan. Ternyata pada sore harinya, saya ‘tumbang’. Saya memutuskan untuk menginap di kantor karena tidak kuat untuk pulang ke rumah. Saya cemas sekali karena besok saya harus berkhotbah, apalagi ini khotbah perdana saya.
Jumat, 10 November 2017
Syukurnya, saya bangun dengan tubuh segar. Saya bisa pergi ke SMAN 77 dan berkhotbah. Meski gentar karena berpikir bahwa saya akan gugup dan blank (khususnya ketika siswa-siswa tersebut ribut sendiri dan tidak memperhatikan apa yang saya sampaikan), tapi ternyata saya bisa berbicara dengan lancar dari awal sampai akhir. Bahkan saya tidak terlalu terpaku dengan naskah khotbah yang saya siapkan. Hari ini saya sangat bersyukur melihat penyertaan Tuhan yang begitu nyata selama proses pelayanan khotbah perdana saya.
Apa yang saya pelajari?
Seperti yang dikatakan oleh teman saya, mungkin kesempatan yang ditawarkan kepada kita adalah kesempatan terakhir kita untuk melayani, atau kesempatan terakhir bagi mereka yang kita layani untuk mendengar Injil dan kebenaran-Nya. Umur manusia tidak ada yang tahu bukan? Saya semakin menghayati bahwa hidup ini tidak terduga, kesempatan tidak selalu datang dua kali, dan penyertaan Tuhan itu nyata di saat saya merasa tidak mampu. Semua ketakutan yang saya rasakan ternyata tidak berarti, karena Dia yang bekerja atas saya.
Hidup ini memang tidak terduga sehingga hidup ini terlalu berisiko untuk dilewati dengan pilihan-pilihan yang tidak bijaksana. Syukurnya, Ia tidak meninggalkan kita sendirian dalam menjalani pilihan-pilihan yang harus kita ambil.
Pakailah waktu anug’rah Tuhanmu,
hidupmu singkat bagaikan kembang.
Mana benda yang kekal di hidupmu?
Hanyalah kasih tak akan lekang.
Janganlah sia-siakan waktumu,
hibur dan tolonglah yang berkeluh.
Biarlah lampumu t’rus bercahaya,
muliakanlah Tuhan di hidupmu.
Karya jerihmu demi Tuhan Yesus,
‘kan dihargai benar olehNya.
Kasih yang sudah ‘kau tabur di dunia,
nanti ‘kau tuai di sorga mulia.
Refrein:
Tiada yang baka di dalam dunia,
s’gala yang indahpun akan lenyap.
Namun kasihmu demi Tuhan Yesus
sungguh bernilai dan tinggal tetap.
(NKB 211)
Leave a Reply