Doa adalah sesuatu yang pernah saya pikirkan sangat menakutkan, apalagi jika disuruh berdoa di depan umum. Doa juga merupakan hal yang pernah saya pikirkan sangat membosankan. Setidaknya bagi saya yang seringkali begitu mudah merasa jenuh.
“Hai Mei, Kamis ini kita akan ada mezbah doa di gereja. Ayo ikut!”, seketika itu juga saya merasa risih dan tidak nyaman dengan ajakan seorang teman gereja. Kata mezbah atau persekutuan doa memberikan saya bayangan bahwa setiap orang akan memimpin doa di depan umum. Hal yang sama juga terjadi ketika saya diminta untuk memimpin doa pelayanan. Seketika itu juga, saya dapat merasakan degup jantung saya ketika harus berdoa di depan orang lain dengan bersuara.
Apa yang salah dalam diri saya? Mungkin saya belum memaknai doa sebagai bentuk komunikasi dengan Tuhan. Pasalnya, kita dapat begitu bersemangat, bahkan mencari-cari waktu untuk bisa mengobrol barang sedikit atau banyak waktu bersama dengan orang yang kita kasihi. Mengapa demikian? Mungkin karena kita mengenal orang yang kita kasihi tersebut, apa yang ingin kita bicarakan kepadanya, apa yang ingin kita ketahui dari orang tersebut, dan lain sebagainya. Seringkali kita takut diminta berdoa di depan umum karena kita tidak tahu apa yang ingin kita bicarakan dengan Tuhan. Atau ketika kita pun mendengar doa yang dipimpin oleh orang lain, bisa saja kita tidak menikmati doa kita dan lupa dalam sekejap apa yang sudah diucapkan dalam doa itu karena kita tidak mengambil waktu tersebut untuk fokus berkomunikasi di dalam doa. Akhirnya kita menjadi orang Kristen yang hanya kelihatannya berdoa, tetapi sebenarnya kita bahkan tidak tahu apa yang kita doakan.
Kehidupan Doa yang Bermakna
Markus 1:35 “Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana.”
Setelah melewati hari yang begitu sibuk, mengumpulkan murid-murid (ay. 16), mengajar di rumah ibadat di Kapernaum (ay. 21), menyembuhkan ibu mertua Petrus dan seluruh penduduk di kota yang sakit dan kerasukan setan (ay. 32), Yesus bangun pagi-pagi benar sewaktu hari masih gelap.
Pertanyaannya, apakah Yesus sempat beristirahat setelah melewati hari yang begitu panjang? Jawabannya tidak tercatat dengan jelas dalam Alkitab. Yang jelas, Dia memprioritaskan jam berdoanya di atas apapun, bahkan pelayanannya. Mengapa Yesus bisa begitu tekun dan menganggap hal ini penting? Dia sadar bahwa relasi-Nya dengan Bapa di Sorga begitu berharga.
Doa adalah komunikasi antara orang percaya dengan Tuhan. Dan, komunikasi berkaitan erat dengan relasi. Doa adalah cara berelasi dengan Tuhan. Namun, bagimana caranya kita bisa menikmati waktu-waktu berdoa atau berelasi dengan Tuhan?
Sebuah buku berjudul Pray With Your Eyes Open yang ditulis oleh Prof. Richard Pratt menjawab permasalahan tentang doa yang saya dan mungkin Anda juga alami. Buku ini membahas tiga elemen di dalam doa yang kita semua harus ketahui dan terapkan dalam doa-doa kita, atau kita akan kehilangan makna dari doa kita.
#1 Tuhan
Semua orang Kristen mengerti doa kita ditujukan kepada Tuhan Yesus Kristus. Namun, banyak yang tidak sadar atau tidak peka bahwa mereka telah mereduksi Tuhan seperti pribadi yang jauh dan tidak hidup di dalam doa-doa mereka. Tuhan memiliki begitu banyak peran dalam hidup kita. Ada yang menganggap Dia seperti sahabat, ayah, pahlawan, dan lain sebagainya. Sadar atau tidak sadar, pandangan kita tentang Tuhan dan sifat-Nya sangat mempengaruhi bagaimana kita berdoa. Tuhan memiliki begitu banyak karakter. Dia sempurna, kasih, kudus, adil, maha pengampun, indah, hidup, sedih, dan dapat juga marah.
Sayangnya begitu banyak orang Kristen bosan berdoa atau tidak menikmati waktu berdoanya, karena pengenalannya tentang Tuhan begitu sempit. Misalnya, jika kita berkomunikasi dengan orangtua, kita akan lebih berhati-hati dengan cara kita berkomunikasi dengan mereka. Sebab kita mengenal mereka yang memiliki perasaan dan sifatnya masing-masing, mereka juga memiliki kedudukan sehingga kita menghormati mereka.
Ketika orang Kristen tidak memperhatikan hal ini di saat berkomunikasi dengan Tuhan, kita sebenarnya sedang mereduksi atau membuat Tuhan menjadi sebatas tokoh fiksi yang tidak hidup dan tidak nyata sehingga kita mengabaikan pribadi-Nya walaupun berdoa kepada-Nya.
Contohnya:
Mazmur 89:14 “Punya-Mulah lengan yang perkasa, kuat tangan-Mu dan tinggi tangan kanan-Mu.”
Mazmur 18:3 “Ya TUHAN, bukit batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku, Allahku, gunung batuku, tempat aku berlindung, perisaiku, tanduk keselamatanku, kota bentengku!”
Jikalau kita mengerti sifat Tuhan yang begitu adil dan mengatakannya di dalam doa kita, doa kita akan lebih bermakna karena kita mengenal kepada siapa kita berbicara. Bahkan dalam Mazmur 18:3, pemazmur tahu benar bahwa Allah itu adalah gunung batu dan benteng yang teguh. Oleh karena pengenalannya akan Allah maka pemazmur dapat memanggil Allah dengan sebutan demikian. Bagaimana kita melihat Allah di dalam doa kita? Bagaimana relasi atau pengalaman kita dengan Allah sehingga kita dapat memanggil-Nya dengan sebutan tertentu?
#2 Pendoa
Bagaimana kita menempatkan Tuhan dalam doa adalah sesuatu yang penting. Akan tetapi, bagaimana kita menempatkan diri kita sendiri ketika berdoa kepada Tuhan juga penting. Kita diciptakan sebagai makhluk yang berkomunikasi. Kita diberikan perasaan untuk berelasi. Kita dapat merasa senang, bersyukur, bingung, sedih, kecewa, bahkan marah.
Self-understanding atau mengenali diri sendiri dan juga self-expressing atau mengekspresikan diri sendiri menjadi aspek yang sangat penting di dalam doa. Pemazmur sangat peka dan mengerti akan kondisi, perasaan, pikiran, dan sikapnya dalam doa.
Contohnya:
Mazmur 38:9-10 “Aku kehabisan tenaga dan remuk redam, aku merintih karena degap-degup jantungku. Tuhan, Engkau mengetahui segala keinginanku, dan keluhku pun tidak tersembunyi bagi-Mu.”
Pemazmur mengerti bahwa dirinya sangat lelah dan takut dalam menghadapi permasalahannya, sehingga itulah yang dia ungkapkan dan ekspresikan dalam doanya kepada Tuhan
Contoh lain:
Mazmur 22:2 “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku.”
Dengan jujur, pemazmur bahkan mengungkapkan kekuatiran, kekecewaannya, dan amarahnya kepada Tuhan. Mungkin pemazmur baru saja mengalami kejadian buruk. Seringkali mempertanyakan Tuhan dianggap sebagai hal yang tabu. Orang Kristen diminta untuk selalu percaya dengan Tuhan apapun kondisi dan perasaan yang kita alami. Doa harus selalu terdengar baik. Padahal Tuhan menciptakan kita dapat mengalami perasaan kecewa dan marah.
Memang kita harus percaya dengan Tuhan, tetapi kita tidak dapat menyangkali perasaan yang kita alami di hadapan Tuhan. Tuhan terlebih mengetahui apa yang kita rasakan sekalipun kita berusaha menyembunyikannya. Ada begitu banyak tokoh-tokoh dalam Alkitab yang justru menemukan jawaban atas pertanyaan imannya kepada Tuhan. Misalnya Daud yang mempertanyakan Allah ketika bawahannya yaitu Uzia mati sewaktu berusaha menahan tabut Allah yang jatuh.
Ketika kita berhasil melewati permasalahan atau keraguan iman kita, sesungguhnya perubahan terjadi. Di saat-saat yang demikianlah iman dapat semakin dibangun sekalipun jawaban Tuhan tidak mengubah kondisi kita. Kondisi bisa saja tetap sama, namun jawaban Tuhan membuat kita mengerti bahwa Dia bersama dengan kita.
Sama halnya dengan perasaan senang, bersyukur, bersemangat dalam mengerjakan sesuatu. Mengenali diri itu penting (bagaimana perasaan kita, ide apa yang kita pikirkan, bagaimana kondisi kita) dan jujur kepada Tuhan membuat kita memiliki kehidupan doa yang lebih bermakna.
#3 Isi Doa
Untuk melucu atau mengungkapkan kekaguman atau rasa syukur kita, kita harus bercerita. Untuk mendapat informasi, kita harus bertanya. Ada begitu banyak hal yang bisa dikomunikasikan entah itu cerita atau pertanyaan. Sayangnya, kebanyakan orang Kristen jarang berkomunikasi dengan cara-cara yang demikian. Kebanyakan isi doa orang Kristen adalah pola yang sama. Ada yang punya pola penyembahan, pengakuan dosa, ucapan syukur, permohonan. Pola ini tidak salah, tetapi hal ini membatasi kita dalam berbicara dengan Tuhan dalam berbagai pengalaman.
Contoh:
Mazmur 77:8 “Untuk selamanyakah Tuhan menolak dan tidak kembali bermurah hati lagi?”
Pemazmur bertanya kepada Tuhan dalam doanya.
Mazmur 43:4 “Maka aku dapat pergi ke mezbah Allah, menghadap Allah, yang adalah sukacitaku dan kegembiraanku, dan bersyukur kepada-Mu dengan kecapi, ya Allah, ya Allahku!”
Pemazmur membuat sebuah statement atau pernyataan kepada Tuhan dalam doanya.
Mazmur 105:7-11 “Dialah TUHAN, Allah kita, di seluruh bumi berlaku penghukuman-Nya. Ia ingat untuk selama-lamanya akan perjanjian-Nya, firman yang diperintahkan-Nya kepada seribu angkatan, yang diikat-Nya dengan Abraham, dan akan sumpah-Nya kepada Ishak; diadakan-Nya hal itu menjadi ketetapan bagi Yakub, menjadi perjanjian kekal bagi Israel,
firman-Nya: “Kepadamu akan Kuberikan tanah Kanaan, sebagai milik pusaka yang ditentukan bagimu.”
Pemazmur bahkan bercerita kepada Tuhan sekalipun Tuhan sudah mengetahui kisah tersebut karena Dia sendiri terlibat di dalamnya. Ketika kita mengadakan pesta ulang tahun untuk anak kita. Kita pasti senang jika anak kita menceritakan kejadian apa yang anak kita paling senangi di pesta ulang tahunnya. Walaupun mungkin kita sudah tahu semua kejadian di pesta ulang tahun itu karena kita terlibat di dalamnya. Namun, ketika anak kita bercerita, kita semakin mengerti bahwa usaha kita mengadakan pesta ulang tahun untuk anak kita tidak sia-sia.
Dulu saya seringkali bertanya mengapa kita masih perlu berdoa, bukankah Tuhan sudah tahu apa yang akan kita ucapkan? Akhirnya pemikiran seperti ini membuat saya tidak serius dalam berdoa. Toh, tidak perlu saya jelaskan Tuhan sudah terlebih tahu permasalahan saya. Namun, seperti ilustrasi anak tadi, walaupun Tuhan sudah mengetahui apa yang hendak kita doakan, tetapi Dia senang ketika anak-anakNya berbicara, bercerita, bahkan memohon pertolongan-Nya.
Cara untuk berkomunikasi dengan Tuhan dalam doa bahkan lebih dari kata-kata semata. Pemazmur kadang menangis, berpuasa, menyanyikan doanya, berlutut, dan mengangkat tangannya untuk mengatakan bahwa dia menyembah Allah yang sedang dia ajak berbicara.
Ada begitu banyak doa dalam Mazmur maupun doa oleh tokoh-tokoh Alkitab. Bahkan banyak tokoh Alkitab yang berdoa dengan berpuasa untuk menunjukkan keinginan dan keseriusannya kepada Tuhan. Puasa juga merupakan suatu ekspresi kita dalam berdoa. Belajar dari doa tokoh-tokoh dalam Alkitab akan memperkaya pengalaman kita dalam berdoa.
Tips:
Pertama. Berdoalah dengan bersuara untuk membiasakan diri kita dapat fokus dan menolong kita dapat lebih merasakan kehadiran Tuhan ketika kita sedang berbicara kepada-Nya sehingga perkataan kita lebih tertata karena kita sadar bahwa kita sedang membuka suara untuk pribadi yang hidup dan nyata.
Kedua. Jikalau ada jadwal bacaan Alkitab dari Mazmur atau doa tokoh-tokoh dalam Alkitab, misalnya doa Zakaria atau nyanyian pujian Maria di dalam Injil Lukas. Bacalah juga dengan bersuara serta ganti kata Tuhan atau Dia yang sebenarnya merujuk kepada Tuhan, dengan kata Engkau. Agar kita dapat memaknai dengan lebih mudah arti dari doa-doa tersebut dan kita dapat meresapi semua doa itu dalam hidup kita sendiri.
Kiranya kita semua dapat mengalami pengalaman-pengalaman berdoa dan berelasi dengan Tuhan sehingga kita rindu memiliki waktu-waktu berbicara dengan Tuhan. Dan, doa akhirnya tidak lagi menjadi sebuah ketakutan, tetapi kesempatan dan waktu yang kita cari-cari karena kita tahu kita berdoa kepada Tuhan yang kita kasihi dan yang mendengar setiap doa kita.
Leave a Reply