A Reflection of 2015
Jikalau bisa digambarkan seperti apa hidupku di tahun 2015, maka jawabannya adalah aku seperti seorang pelaut amatiran dengan perahu kayu kecil di tengah laut badai. Terhempas ke suatu pulau misterius, kemudian berlanjut ke pulau lainnya. 2015 adalah tahun yang mengejutkan, penuh dengan teka-teki dan tentunya pengalaman iman yang luar biasa.
Mulai dari ‘penyakit’ yang dialami oleh semua pra alumni, bagaimana masa depanku nanti? Pekerjaan apa yang ingin kutekuni? Tuhan panggil aku sebagai apa? Inilah masa berlayarku yang pertama, tiba-tiba ada ombak yang menghempaskanku ke suatu pulau.
Tibalah aku pada suatu pulau bernama “panggilan hidup”. Disana aku bergumul akan tawaran sebagai seorang staf kantor Perkantas. Hal yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya. Di pulau ini aku merasakan kekhawatiran akan materi, ijin orang tua, dan cita-cita yang harus dilepaskan. Ini juga adalah pengalaman imanku yang pertama begitu terasa di tahun 2015 ini. Hampir sebulan penuh, komunikasi dengan Tuhan begitu nyata, hari demi hari Ia berbicara denganku. Hingga akhirnya aku yakin dan taat pada panggilan-Nya. Begitu banyak hal di luar dugaan, tapi tetap tuntunan Tuhan masih dapat dirasakan. Aku selamat dan hatiku tenang.
Kemudian aku pergi lagi mengarungi samudera dan lagi-lagi terhempas ke suatu pulau besar yang gelap dan menakutkan bernama “keluarga”.
Di pulau inilah begitu banyak air mata bercucuran. Aku menemukan kesedihan, kekecewaan, kepahitan, kekesalan dan keputusasaan. Kembali ke rumah setelah terbiasa hidup di kost selama 3,5 tahun adalah sebuah hal yang sangat sulit. Bagaimana tidak? Harus terbiasa melihat kondisi keluarga yang sudah terlanjur membeku, harus bertahan tetap berintegritas dalam menjalani hidup, harus berjuang mengerjakan panggilan hidup dan pelayanan meski tidak didukung. Semuanya menyerang dan menguji iman. Sampai sekarang pun aku masih terjebak di pulau ini. Namun setidaknya ada beberapa hal yang kupelajari, yaitu:
- Ketika aku yakin akan panggilan Tuhan dalam pekerjaanku (khususnya sebagai staf Perkantas) maupun pelayananku (sebagai penilik, PKK Alsut, dan PKTB), jangan ragu dan mundur dalam melakukan hal yang benar walaupun orang terdekat sekalipun tidak mengerti. Mencari kehendak Tuhan (bergumul) adalah urusanku dengan Tuhan, bukan dengan manusia. Untuk membuat mereka mengerti adalah bagian Tuhan.
- Tetap berintegritas dalam memelihara perkataan dan perbuatan walaupun sangat sering dikecewakan dan merasa kesal. Sebuah ironi ketika rumah, sebuah tempat yang seharusnya memberikan kenyamanan dan keamanan, bagiku rumah justru adalah sebuah medan peperangan rohani, ujian, cobaan, dan sumber penderitaan terbesar. Mengasihi orang-orang yang sulit dikasihi dan memaafkan orang-orang yang sudah menyakiti adalah sebuah pelajaran ketaatan yang sampai sekarang masih terus aku perjuangkan.
- Beriman dan percaya kepada-Nya di tengah keadaan yang seakan mustahil untuk diubah. Pertanyaannya, Dia yang seperti apa ada dalam hatiku? Allah yang hidup atau Allah yang mati? Apakah Dia Allah yang sanggup membuat aku berkata “Aku tenang sebab Dia Allah (Maz. 46:10)”?
Overall, inilah laporan perjalananku mengarungi 2015. Namun tiba-tiba aku teringat salah satu saat teduh yang sangat berkesan bagiku ketika bergumul akan tawaran menjadi staf Perkantas. Di dalam perahu yang aku naiki itu, aku tidak sendiri. Melainkan Tuhan juga ada di dalam perahu yang sama denganku, Ia berjuang bersamaku, merasakan apa yang kurasakan, dan yang terpenting, Dia memegang kayuh dan tahu kemana Dia mengayuh.
Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.
A Resolution of 2016
“Let there be peace on earth, and let it begin with me..”
Lagu ini adalah lagu pengutusan yang dinyanyikan saat ibadah Natal Perkantas tanggal 5 Desember 2015 yang lalu. Di Natal Perkantas dan PSKJB (Perintisan Siswa Jakarta Barat) tahun ini, aku kembali diingatkan bahwa Kristus telah datang sebagai Raja Damai. Begitu juga di gerejaku (GKI Jatinegara), bagaimana diri kita dapat terus menjadi terang yang menghilangkan kegelapan di sekitar kita, karena Kristus telah datang ke dunia ini sebagai terang. Resolusiku di tahun 2016 hanya satu dan mungkin yang tersulit, biarlah kiranya teladan Kristus saja yang kulakukan, menjadi pembawa damai dan terang di tengah-tengah keluarga, orang-orang yang terkadang sangat sulit untuk dikasihi.
But we are not all-powerful, and we are oh-so-prone to fear. So what are we to do when the storms of life rage around us? Whether they quickly blow over or last for a long time, we can be confident in this: We are in the same boat with the One whom even the winds and the sea obey. – Taken from ODB April, 28th 2015
Leave a Reply