Akhirnya ada kesempatan untuk menulis lagi setelah sekian lama >.<
Belakangan ini ada banyak orang yang berkonsultasi denganku mengenai masalah relationship mereka. (jujur aku jadi bersyukur atas pengalaman pahit yang pernah aku alami di masa lalu, karena ternyata benar seperti yang pernah dikatakan seseorang kepadaku bahwa mungkin melalui semua pelajaran yang ku dapatkan dari pengalaman itu, Tuhan mau aku membagikannya dan menjadi berkat buat orang-orang di sekelilingku.)
Anyway, let’s back to the topic.
Hari ini aku ingin membagikan tentang LOVE. Beberapa orang yang aku temukan dalam curhatan-curhatan mereka yang berkonsultasi denganku, sepertinya memiliki penyakit yang sama denganku di masa lalu. Penyakit dimana mereka mengharuskan orang yang mereka ‘kasihi’ untuk melakukan apa yang mereka inginkan untuk kepuasan diri mereka.
Aku jadi teringat suatu firman Tuhan yang pernah aku dengar di gereja tentang LOVE.
LOVE means giving. Bahkan dalam bahasa Indonesia, LOVE diterjemahkan dengan sangat baik, yaitu kasih.
Hal pertama yang menjadi pelajaranku waktu itu adalah ketika kau mengasihi, kau tidak akan menuntut, kau malah akan memberi. Kelihatannya sangat mudah untuk mengatakan “aku mengasihimu.”, kelihatannya sangat mudah untuk menjalin sebuah hubungan, tapi apakah kita pernah merenungkan untuk tujuan apa kita mengasihi dan menjalin suatu hubungan? Untuk diri kita sendiri kah? Ketika kita berusaha mencari pasangan yang sempurna dan hubungan yang sesuai impian kita, sebenarnya kita seperti sedang mengejar impian yang tidak realistis, dongeng yang tidak mungkin terjadi dalam kehidupan nyata dan lebih parah lagi adalah itu semua hanyalah angan-angan diri kita sendiri.
Di sisi yang lain, ketika kita berkata “aku mengasihimu” dan akhirnya menjalin suatu hubungan, secara tidak langsung kita mengikat sebuah komitmen untuk menolong satu sama lain, melindungi, dan mengasihi. Efesus 5:22-33 menuliskan dengan sangat jelas, bahkan di ayat 25 dikatakan bahwa kita seharusnya meneladani kasih Kristus kepada setiap jemaat-Nya, kasih yang rela memberikan diri-Nya kepada setiap jemaat-Nya “Sacrificial Love”. Ketika kau berkata “aku tidak dapat merubah sifatku yang seperti itu, terimalah apa adanya kalau kau memang mengasihiku.”, aku rasa kau sebenarnya belum benar-benar mengasihi pasanganmu. Walaupun mungkin kau akan butuh waktu yang lama dan sering gagal dalam mencobanya, tapi bukan berarti kau tidak bisa. Di dalam perenunganku, aku menyadari bahwa saat kau benar-benar mengasihi seseorang, kau akan berjuang untuk memperbaiki setiap kekuranganmu demi dia, mungkin kau memang orang yang cuek dari dulu, kau tidak bisa memperhatikan orang lain, kau tertutup sehingga tidak mau menceritakan semua masalahmu dengan pasanganmu, tapi kasih yang sungguh-sungguh tidak akan membuatmu mempertahankan ego mu yang tidak mau merubah sifatmu. Bukankah sama seperti ketika kita mengasihi Allah, maka kita harus berjuang meninggalkan dosa-dosa kita?
Benar, kelihatannya sangat mudah untuk mengatakan “aku mengasihimu” dan menjalin suatu hubungan sampai terjadi badai pertama dalam hubunganmu, tapi untuk bertahan diperlukan kedewasaan, kepedulian dengan satu sama lain, kerendahan hati yang mau mengubah kekurangan diri sendiri dan tentunya yang paling penting adalah setia berdoa dan menyerahkan hubungan yang engkau jalani kepada Allah.
Dan pada saat ini aku mau berkata, thanks God buat setiap pelajaran demi pelajaran yang aku dapatkan lewat pengalaman pahit itu 🙂
Leave a Reply