Seorang senior pernah berkata kepada saya sewaktu saya masih melayani di Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) di kampus, “Dulu di zaman saya, semuanya berjalan lebih baik daripada di zaman kalian.” Secara sadar, kita benci ketika mendengar perkataan seperti itu dari orang lain, apalagi jika perkataan tersebut ditujukan kepada diri kita. Namun, secara tidak sadar kita juga sering melakukan hal yang sama, membandingkan dan menghakimi. Padahal setiap kita juga rentan terhadap kegagalan, bahkan setiap generasi pasti memiliki cerita kegagalannya masing-masing. Seperti yang sering dikatakan orang-orang, “Tidak ada manusia yang sempurna. Kesempurnaan hanyalah milik Tuhan.”
Kegagalan Terbesar Manusia
Seorang tokoh Alkitab, murid Yesus, dan seorang rasul pernah berkali-kali diceritakan mengalami kegagalan dalam hidupnya. Siapakah dia? Petrus, seorang yang begitu blak-blakan, berbicara tanpa berpikir, seseorang yang juga sangat tidak ingin terlihat buruk di depan orang lain. Bahkan sewaktu mendengar Yesus berkata bahwa iman para murid-murid akan goncang pada saat itu, Petrus bisa langsung membantah dan menganggap salah perkataan Yesus (Mat. 26:30-35). Dengan pride yang begitu tinggi, dia tidak ingin Yesus berkata buruk tentang dirinya yang disebutkan akan menyangkal Yesus. Kita semua tahu kenyataannya karena kisah ini begitu sering dikhotbahkan. Petrus benar-benar menyangkal Yesus. Ini adalah salah satu kegagalan Petrus yang diceritakan dalam Alkitab.
Rasanya hampir semua tokoh Alkitab pernah diceritakan mengalami kegagalan. Misalnya Daud, dia gagal dalam menghadapi dosa perzinahan, dia juga gagal memimpin keluarganya sendiri sampai-sampai anaknya sendiri ingin membunuh Daud. Kemudian kita juga bisa melihat Musa, dia gagal memimpin bangsa Israel ke tanah Kanaan hanya karena satu ketidaktaatan Musa. Ada juga Ayub yang selama ini selalu diceritakan sebagai orang yang sangat saleh, tetapi toh di dalam penderitaannya, dia juga mengalami jatuh bangun rohani.
Semua orang berdosa adalah orang-orang yang pasti pernah mengalami kegagalan dan akan selalu rentan mengalami kegagalan di sepanjang hidupnya.
“Karena semua orang telah berbuat dosa, dan telah kehilangan kemuliaan Allah.” (Roma 3:23)
Manusia yang diciptakan segambar dan serupa dengan Allah juga dengan suatu tujuan tertentu yang Allah persiapkan yaitu menikmati dan memuliakan Allah sepanjang hidupnya, kini telah mengalami kegagalan untuk mencapai tujuan tersebut karena dosa. Buntut-buntutnya, hingga kini manusia terus dan akan terus mengalami berbagai macam kegagalan dalam hidupnya karena dosa yang masih terus mengikat diri kita. Dosa adalah kegagalan terbesar manusia, dan manusia adalah kegagalan itu sendiri.
Yesus dan Bartimeus
Mungkin sebagian dari kita jarang mendengar nama Bartimeus. Kisahnya diceritakan dalam Markus 10:46-52. Bartimeus adalah seorang yang buta. Tentunya dia menginginkan kesembuhan sehingga dia dapat melihat kembali. Namun, disini ada hal yang menarik. Mengapa ketika Bartimeus datang kepada Yesus, dia justru mendapatkan pertanyaan, “Apa yang engkau inginkan untuk Aku lakukan kepadamu?” Mengapa Yesus mengajukan pertanyaan seperti itu? Bukankah sudah pasti dia menginginkan kesembuhan? Tidak mungkin kan apabila ada orang kelaparan yang datang kepada kita, namun kita masih bertanya, “Apa yang kamu mau?”
Beberapa waktu yang lalu, ketika kota Jakarta masih dipimpin oleh gubernur Basuki Purnama ‘Ahok’. Ada berita tentang warga Kampung Pulo yang selama ini mendirikan rumah-rumah liar di pinggir kali. Mereka menolak dipindahkan ke rumah susun yang didirikan oleh Ahok. Kita semua mungkin geram ketika mendengar berita ini. Padahal mereka sudah disediakan fasilitas yang begitu memadai di rumah susun. Mereka bisa mendapatkan unit secara cuma-cuma, bahkan bisa hidup dengan lebih layak di rumah yang terbuat dari tembok. Akan tetapi, mengapa mereka tidak mau pindah?
Untuk menjawab pertanyaan ini, mungkin kita perlu membayangkan diri kita menjadi seperti mereka. Mereka tidak siap dengan perubahan. Kehidupan yang lebih baik di rumah susun, tentunya menuntut mereka juga untuk memiliki standard hidup dan skill-skill baru yang harus mereka pelajari. Mereka harus mencari pekerjaan yang baru, mereka harus mencari penghasilan lebih untuk membayar uang sewa setiap bulannya, dan tentunya menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan hidup bersama dalam rumah susun. Mereka tidak bisa hidup bebas seperti dulu lagi ketika mereka hidup di rumah-rumah yang mereka dirikan.
Hal yang sama juga tentunya akan dialami oleh Bartimeus jika dia dapat melihat kembali. Setelah sekian lama hidup sebagai orang buta, dia harus keluar dari zona nyaman yang dia miliki selama ini. Jika dia dapat melihat lagi, maka dia harus mencari pekerjaan dan penghasilan sendiri. Dia tidak dapat lagi berbaring di pasar sambil mengemis dan bergantung kepada kemurahan hati orang lain. Dia harus mengubah cara hidupnya. Dengan kata lain, pertanyaan Yesus sebenarnya ingin memastikan apakah dirinya ingin benar-benar sembuh dari kebutaannya dan membayar harga untuk sebuah kesembuhan, yaitu keluar dari zona nyaman dan beradaptasi dengan hidup yang baru.
Pada akhirnya, pilihan yang diambil Bartimeus telah membawanya kepada kesembuhan dan menjadikannya sebagai pengikut Kristus. Bagi Bartimeus, kebutaannya adalah keterpurukan, kegagalan, dan penghalang baginya. Kristus yang datang ke dalam hidup Bartimeus telah mengangkat dirinya dari kegagalan itu. Kristus yang sama juga datang dalam hidup kita, menebus dosa dan setiap kegagalan kita dan mengangkat kita dari keterpurukan akibat kegagalan dan dosa.
Apa yang selama ini menjadi kegagalanmu? Mungkin kejatuhan dalam dosa yang sama terus menerus? Mungkin kegagalan dalam studi, pekerjaan, pelayanan, berelasi? Semua kegagalan itu adalah masa lalu dan masa lalu bukanlah sebuah ke-selalu-an. Artinya, kita tidak dapat melihat masa lalu sebagai masa kini dan masa depan kita. Jika bagi Bartimeus, kebutaannya adalah masa depan yang tidak dapat diubah. Maka hidupnya akan selalu diikat oleh masa lalu, “Ah saya memang orang buta, mau bagaimana lagi? Saya akan mengemis sepanjang hidup saya.” (Merupa Hidup Dalam Rupa-Nya, Yohan Candawasa).
Tetapi Bartimeus tidak mengambil jalan pasrah dengan kegagalan yang dialaminya. Dia beriman, dia menyerahkan masa depannya ke dalam tangan Kristus yang dia percaya. Sehingga poin terpenting bukanlah lagi apakah dia sembuh atau tidak, karena jika dia tidak sembuh maka hidupnya tidak akan berubah, tetapi jika dia sembuh maka akan ada tantangan baru yang harus dia hadapi.
Poin terpenting dalam kisah ini adalah bagaimana Bartimeus beriman dan percaya kepada Kristus yang mampu menyelamatkan dan memberi masa depan baginya. Itulah yang membuat Bartimeus berani melangkah dari zona nyaman dan membayar harga untuk sebuah perubahan. Kita sesungguhnya juga merupakan Bartimeus yang mengalami kegagalan demi kegagalan dalam hidup kita. Pertanyaannya, maukah kita melangkah dengan berani menuju masa depan dan membayar harga demi masa depan yang lebih baik?
Melangkah Menuju Masa Depan
Mari kita kembali kepada kisah Petrus dalam Yohanes 21:15-19. Ini adalah pertama kalinya Petrus bertemu kembali dengan Yesus setelah dia menyangkal Yesus, tepat seperti yang dikatakan Yesus sebelumnya. Kita dapat membayangkan perasaan Petrus disini, dia pasti merasa sangat malu dan bersalah kepada Yesus. Akan tetapi, disini Yesus tidak bersikap menghakiminya. Justru Yesus menawarkan suatu perubahan dalam hidup Petrus, “Gembalakanlah kawanan dombaku.” Tentunya ini bukan suatu langkah mudah yang harus diambil Petrus. Dia tahu bahwa tidak mudah menjadi pengikut dan penyebar ajaran seseorang yang dianggap bidat bahkan sampai dihukum salib. Namun, kita tahu apa yang dipilih Petrus, seperti yang juga dijelaskan Yesus di ayat 18-19. Di akhir hidupnya, Petrus akan mati martir dan memuliakan Tuhan.
Petrus, dari sebuah penyangkalan sampai akhirnya mati martir demi Kristus. Dari keterpurukan dalam kegagalan, hingga akhirnya diberikan kesempatan untuk hidup baru. Sekarang kita semua juga diberikan kesempatan untuk bangkit menuju masa depan walaupun ada tantangan yang harus dilewati dan harga yang harus dibayar. Pertanyaannya adalah, “Apa yang kamu mau agar Aku lakukan untukmu?”
Mari meminta hikmat kepada Kristus untuk memampukan kita menjawab dengan tepat, keluar dari zona nyaman, dan membayar harga demi sebuah perubahan.
HIDUP BAGI KRISTUS
Tuhan Kau pernah ada di tengah manusia
Berjalan di antara manusia berdosa
Menyembuhkan yang luka, mengangkat yang jatuh
Melepaskan yang terikat dalam dosa
Tuhan t’lah kurasakan indahnya kasih-Mu
Tak mungkin hanya kusimpan berdiam diri
Bawalah aku berjalan di tengah dunia-Mu
Buatlah aku hidup hanya untuk-Mu
Reff:
Hidup bagi Kristus hanya mungkin kar’na kasih-Nya
Hidup bagi Kristus hanya mungkin kar’na anugerah
Mengasihi yang Dia kasihi
Melakukan yang Dia kerjakan
Kumau hidup bagi Kristus
Cipt: Astri Sinaga
(Tulisan ini merupakan hasil penyuntingan dari naskah khotbah yang saya bawakan di Pembinaan Pengurus PO Binus pada tanggal 1 Desember 2017)
Leave a Reply