Lagu ini saya kenal pertama kali melalui Persekutuan Doa Staf Perkantas. Ketika pertama kali mendengarnya, lagu ini langsung memberikan kesan tersendiri karena liriknya yang dalam dan indah. Kemudian pada suatu kesempatan melayani sebagai MC, saya memutuskan untuk menyanyikan lagu ini. Namun, ada sesuatu yang tiba-tiba membuat saya merasa ada yang aneh di dalam liriknya, “To added affliction He addeth His mercy” (terjemahan bebas: “Untuk memberi penderitaan, Dia menambahkan rahmat-Nya”). Kalimat ini membuat saya bertanya-tanya, apakah maksudnya penderitaan itu berasal dari Allah?
Penasaran, saya mencari tahu latar belakang penulisan lagu ini. Ternyata lagu ini ditulis oleh seorang wanita bernama Annie Johnson Flint (1866-1932). Annie adalah seseorang yang menjalani hidupnya penuh dengan rasa sakit dan penderitaan. Dia lahir di New Jersey dan pada umur 5 tahun dia harus kehilangan ke-2 orang tuanya. Kemudian Annie dan adiknya melewati masa-masa menyedihkan dengan dititipkan kepada seorang janda miskin beranak dua. Sayangnya, dia tidak menyukai kehadiran Annie dan adiknya.
Hidup Annie berubah, ketika dia dan adiknya diadopsi oleh keluarga Flint yang tidak memiliki anak. Keluarga Flint sangat mencintai Tuhan dan juga anak-anak yang baru diadopsinya. Disitulah Annie mengenal Kristus dan menjadi orang percaya. Annie kemudian tumbuh besar dan menjadi seorang guru. Akan tetapi, ‘nasib buruk’ kembali menghampirinya. Dia terserang penyakit Artritis (radang sendi) yang membuatnya sulit untuk berjalan. Dia pergi ke New York dengan harapan akan pulih, tetapi justru keadaannya malah bertambah parah hingga dia tidak dapat berjalan lagi. Akhirnya dia harus melepaskan cita-citanya sebagai seorang pianis dan hidup dengan rasa sakit pada tangan dan kakinya. Hidupnya semakin menyedihkan ketika kedua orang tua angkatnya meninggal dalam waktu yang berdekatan. Annie pun dirawat di Sanitarium (tempat rehabilitasi) dalam kondisi berduka, melarat (tabungan kelurga yang ditinggalkan tidaklah banyak untuk biaya pengobatan Annie), dan tekanan mental dimana hidupnya harus bergantung pada orang lain terutama adiknya.
Untungnya, Annie adalah seorang Kristen yang tetap setia dan taat di tengah penderitaan. Annie masih tetap melayani Tuhan dengan mulai menulis puisi dan hymn dengan jari-jari yang cacat dan persendian yang bengkak karena penyakitnya ini. Harapannya, lewat penderitaan hidup yang dialaminya ini, orang-orang lain dapat dikuatkan melalui puisi dan hymn ciptaannya. Hanya itu yang bisa dipersembahkannya bagi Tuhan. Namun, hidupnya tetap tidak bebas dari masalah. Ketika dia tidak sanggup membayar biaya dokter dan perawat, ketika imannya dikritisi dan dipertanyakan oleh orang-orang di sekelilingnya, dan lain sebagainya. Apakah itu membuat iman Annie mundur? Tentu saja tidak. Justru dia semakin yakin bahwa Allah mengijinkan semua yang dialami Annie agar melalui dirinya yang lemah, nama Allah dapat terus dimuliakan. Ada kalanya dia berdoa seperti Paulus agar ‘duri dalam daging’ ini dapat lepas. Dan, Annie pun akhirnya juga dapat mengerti bahwa kasih karunia Allah cukup baginya (2 Kor. 12:9).
Selama lebih dari 40 tahun, rasanya sulit sekali menemukan 1 hari dimana Annie tidak menderita. Apalagi ketika dia berumur 37 tahun, semua sendinya sudah kaku dan luar biasa sakit ketika dia bergerak ataupun menulis. Walaupun lumpuh, Annie tidak menganggap dirinya tidak berdaya dan tidak mampu melakukan apapun. Dia tetap yakin bahwa Tuhan menciptakannya dengan sebuah tujuan dan talenta agar Annie dapat mengerjakan kehendakNya. Kata-kata terakhir di detik kematiannya adalah “I have nothing to say, it’s alright” (“Tidak ada yang ingin saya ucapkan, semua baik-baik saja”).
Source: http://preceptaustin.org/annie_johnson_flint’s_biography.htm
Pada akhirnya, saya menemukan jawaban atas kebingungan saya di awal. Tuhan tidak menciptakan penderitaan karena penderitaan adalah akibat yang muncul dari dosa manusia, akan tetapi Dia mengijinkan penderitaan dialami oleh umatNya. Kehidupan Annie mungkin adalah sebuah tanda tanya besar bagi orang-orang Kristen. Mengapa orang yang baik seperti dia justru mengalami penderitaan yang begitu berat? Sejatinya, bukankah orang fasik yang seharusnya menderita? Semua pertanyaan itu muncul dikarenakan kita sebagai manusia tidak dapat melihat suatu cerita seutuhnya. Kita hanya dapat melihat sepotong demi sepotong dari sebuah big picture kehidupan kita–yang sebenarnya Tuhan lukis dengan indah. Mungkin Annie maupun orang-orang di sekitarnya tidak mengetahui, bahwa puisi dan hymn yang ditulis oleh Annie telah memberkati begitu banyak orang hingga saat ini. Dia telah dipakai secara luar biasa oleh Allah. Satu hal yang dapat kita yakini adalah Allah, Sang Penjunan Sejati, tidak pernah membuat suatu kesalahan apapun ketika Dia membentuk tanah liat yang ada di tangan-Nya. Semua tanah liat yang dibentuknya adalah alat kasih karunia yang dipersiapkan untuk digunakan oleh Allah.
He Giveth More Grace
- He giveth more grace when the burdens grow greater,
(Anugerah-Nya cukup ketika beban bertambah berat)
He sendeth more strength when the labors increase;
(Dia memberikan kekuatan seiring pekerja bertambah)
To added affliction He addeth His mercy;
(Ketika penderitaan diijinkan, Dia memberi rahmat-Nya)
To multiplied trials, He multiplied peace.
(Ketika pencobaan dijinkan, Dia memberi kedamaian) - When we have exhausted our store of endurance,
(Ketika kita sudah tidak sanggup lagi)
When our strength has failed ere the day is half done,
(Ketika kekuatan kita sudah habis sedangkan masih ada setengah jalan lagi)
When we reach the end of our hoarded resources,
(Ketika kita sampai pada akhir dari kekuatan kita)
Our Father’s full giving is only begun.
(Anugerah dan kasih karunia Allah baru saja mulai kita rasakan) - Fear not that thy need shall exceed His provision,
(Jangan khawatir bahwa Tuhan tidak akan mencukupkan apa yang kita butuhkan)
Our God ever yearns His resources to share;
(Tuhan bahkan rindu memberikan kekuatan-Nya)
Lean hard on the arm everlasting, availing;
(Bergantunglah kuat pada lengan-Nya)
The Father both thee and thy load will upbear.
(Bebanmu akan diangkat-Nya)
Chorus:
His love has no limit; His grace has no measure.
(Kasih-Nya tidak terbatas, anugerah-Nya tidak terukur)
His pow’r has no boundary known unto men;
(Kekuatan-Nya tidak terbatas bagi manusia)
For out of His infinite riches in Jesus,
(Di tengah ketidakterbatasan kekayaan kasih karunia-Nya melalui Yesus)
He giveth, and giveth, and giveth again!
(Dia terus mencurahkan anugerah-Nya)
https://www.youtube.com/watch?v=o63If7p-Z6E
“Would any of you be willing to go through such pain and suffering just to be able to write poems and hymns like that?” – Rev. Dr. Ravi Zacharias
Leave a Reply